Nakita.id - Pada materi Peran Tokoh Ulama dalam Penyebaran Islam di Indonesia (Metode Dakwah Islam Oleh Wali Songo di Tanah Jawa) kelas X pada Kurikulum Merdeka, peserta didik wajib mengenal wali songo.
Yang wajib diketahui adalah silsilah dan hubungan antar Wali Songo. Pasalnya dari ke-9 wali, mereka semua bersaudara anak cucu.
Tak lupa ada hikmah dan pesan damai yang dilakukan selama dakwah di Tanah Jawa. Simak penjelasan di bawah ini.
Berikut ini silsilah keluarga dan hubungan antar Wali Songo:
Sunan Gresik memiliki keturunan yaitu Sunan Ampel.
Sunan Ampel kemudian memiliki anak yaitu Sunan Bonang dan Sunan Drajat.
Sunan Ampel juga memiliki putri bernama Syarifah.
Syarifah menikah dan memiliki anak bernama Sunan Kudus (Jafar Shodiq).
Sunan Ampel juga memiliki murid yaitu Sunan Giri.
Sunan Bonang, keturuan Sunan Ampel juga memiliki murid yaitu Sunan Kalijaga.
Kemudian Sunan Kalijaga menikah dan memiliki anak bernama Sunan Muria.
Sunan Gunung Jati pun bersahabat dengan Sunan Kalijaga.
Anggota Wali Songo yang paling tua atau Generasi pertama adalah Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) yang merupakan pendahulu dari kebanyakan Sunan yang ada di Pulau Jawa, yaitu pada tahun 1400.
Kemudian dilanjutkan oleh keturunannya atau Generasi kedua yaitu Sunan Ampel yang merupakan Guru dari kebanyakan sunan yang ada di Pulau Jawa.
Dakwahnya berpusat di Surabaya yang kemudian menyebar ke seluruh Jawa yang dibawa oleh anak-anak dan para muridnya
Generasi Ketiga adalah generasi masa Sunan Giri (area dakwah didaerah pesisir gresik daerah Giri Kebomas, Sunan Bonang (berdakwah didaerah Tuban), dan Sunan Drajat (berdakwah didaerah lamongan).
Generasi Keempat adalah generasi masa Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati.
Generasi Kelima adalah generasi masa Sunan Muria atau keturunan dari sunan Kalijaga.
Jauh sebelum Islam datang ke Indonesia, terlebih dahulu telah berkembang agama dan budaya dengan corak Hindu-Budha.
Bahkan sebelum Hindu dan Budha berkembang pun, telah didahului dengan perkembangan kepercayaan yang dianggap asli kepercayaan nenek moyang yaitu kepercayan animisme dan dinamisme.
Agama Islam datang sebagai pembaharu, yang tentu saja tidak bisa serta merta merubah begitu saja budaya dan kepercayaan lama yang telah dipegang teguh secara turun temurun oleh masyarakat Nusantara.
Datangnya sebuah kebudayaan baru, tidak akan mungkin langsung mempengaruhi keseluruhan masyarakat, sehingga diperlukan proses yang bertahap dan pelan-pelan.
Baca Juga: Kunci Jawaban Agama Islam Bagian Essay Halaman 261-262 Kelas X SMA Kurikulum Merdeka
Para Wali Songo, menyisipkan nilai-nilai dan ajaran Islam sedikit demi sedikit melalui pendekatan budaya yang sudah berkembang di masyarakat, sehingga terjadilah apa yang dinamakan akulturasi dan asimilasi budaya yaitu adaptasi budaya lama yang sudah ada, dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam.
Metode dakwah yang dilakukan oleh para Wali Songo benar-benar merangkul dan merengkuh semua lapisan masyarakat. Tidak ada satupun wali yang melakukan cara-cara kekerasan dalam berdakwah sehingga proses adaptasi, asimilasi dan akulturasi budaya tersebut dapar berjalan dengan harmonis dan minim konflik.
Dengan masuknya ajaran Islam, tidak lalu membuat tradisi Hindu dan Budha hilang begitu saja. Bentuk-bentuk budaya baru yang merupakan hasil dari proses asimilasi tersebut, tidak hanya yang bersifat kebendaan dan materialis, namun juga budaya yang menyangkut perilaku masyarakat Nusantara.
Proses masuknya budaya yang baik, adalah dengan tidak menggunakan cara-cara yang kasar dan melukai hati, meskipun juga tetap harus mengandung unsur ketegasan.
Hal inilah yang selalu menjadi pegangan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara yang pada saat itu masih menganut agama kepercayaan dan masih banyak ditemui praktik syirik dan musyrik dalam kehidupan sehari-hari.
Namun kiranya strategi dakwah bil lisan, bil hikmah wal mauidlatil hasanah, para wali pun menunjukkan sifat-sifat uswatun hasanah merupakan strategi dakwah yang masih relevan untuk diteladani kembali saat ini.
Tengoklah di masa modern saat ini, berkembangnya cara-cara yang tidak beretika dalam pelaksanaan dakwah Islam, memunculkan kekhawatiran akankah wajah Islam di mata pemeluk agama lain, kemudian membentuk framing dan citra yang buruk?
Berkembangnya pemikiran-pemikiran ekstrim di Indonesia saat ini seolah memberi ruang untuk saling memaki, saling mencaci, saling mencela, berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Forum dan kajian dakwah Islam yang dihiasi dengan pernyataan-pernyataan menghasut dan menghina ormas lslam lain, sungguh merupakan sesuatu yang mengkhawatirkan apabila masih dibiarkan dan tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan.
Oleh karena itulah, melalui kalangan pelajar dan remaja, hendaklah kembali digaungkan semangat berdakwah, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai kelembutan, keramahan, penuh dengan norma dan sopan santun serta menghindari tindakan kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh para Wali Songo, diteladani dan dikembangkan dalam frame negara kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku bangsanya ini.
Bahwa dakwah adalah untuk mengajak, bukan untuk mengejek. Dakwah adalah untuk mengajar, bukan untuk menghajar, dakwah dilakukan untuk membina bukan untuk menghina, dakwah dilakukan untuk mencintai bukan untuk mencaci, dan dakwah dilakukan untuk menasehati, bukan untuk menusuk hati golongan yang lain.
Baca Juga: Kunci Jawaban Agama Islam Pilihan Ganda Halaman 258-261 Kelas X SMA Kurikulum Merdeka
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR