Nakita.id – Program bayi tabung merupakan pilihan yang dijalani banyak pasangan yang ingin mendapatkan momongan.
Kehadiran buah hati memang dinantikan di tengah-tengah keluarga.
Namun bagi beberapa Moms mungkin mengalami kendala atau kesulitan untuk hamil.
Oleh karena itu, salah satu jalan yang dipilih adalah dengan melakukan program hamil bayi tabung.
Bayi tabung atau yang dikenal juga dengan in vitro fertilization (IVF) merupakan istilah untuk menyebut bayi yang didapatkan dari proses pembuahan sel telur oleh sel sperma yang dilakukan di laboratorium.
Selanjutnya, sel telur yang telah dibuahi dan menjadi embrio akan dibiarkan berkembang dan nantinya dipindahkan ke dalam rahim.
Untuk menjalani program ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Selain itu, Moms yang berencana melakukan bayi tabung perlu memahami apa saja risiko yang dapat disebabkan.
Banyak wanita akan bereaksi terhadap obat-obatan yang digunakan selama IVF.
Beberapa efek samping tergolong ringan di antaranya seperti :
Muka memerah, merasa sedih atau mudah tersinggung, sakit kepala, kegelisahan dan sindrom hiperstimulasi ovarium.
Baca Juga: Biaya yang Perlu Disiapkan untuk Program Bayi Tabung, Mencapai Rp 100 Juta?
Dilansir dari Mayo Clinic, penggunaan obat penyuntikan kesuburan, seperti human chorionic gonadotropin (HCG), untuk menginduksi ovulasi dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovarium.
Kondisi ini dapat menyebabkan ovarium menjadi bengkak dan nyeri.
Gejala biasanya berlangsung seminggu dan termasuk sakit perut ringan, kembung, mual, muntah, dan diare.
Namun, jika Moms hamil, gejala mungkin berlangsung beberapa minggu.
Meskipun jarang terjadi, namun mungkin untuk mengembangkan bentuk sindrom hiperstimulasi ovarium yang lebih parah. Ditandai dengan kenaikan berat badan yang cepat dan sesak napas.
Tingkat keguguran bagi wanita yang hamil menggunakan IVF sekitar 15-25 persen. Tetapi angka tersebut dapat meningkat seiring dengan usia ibu.
Sekitar 2% hingga 5% wanita yang menggunakan IVF akan mengalami kehamilan ektopik.
Kondisi ini terjadi saat sel telur yang telah dibuahi tertanam di luar rahim, biasanya di tuba falopi.
Sel telur yang telah dibuahi tidak dapat bertahan hidup di luar rahim, dan tidak ada cara untuk melanjutkan kehamilan.
Program bayi tabung atau IVF dapat meningkatkan risiko kelahiran ganda jika lebih dari satu embrio dipindahkan ke rahim.
Kehamilan dengan banyak janin membawa risiko persalinan dini dan berat lahir rendah yang lebih tinggi daripada kehamilan dengan janin tunggal.
Baca Juga: Daftar Rumah Sakit dan Klinik Bayi Tabung Lengkap dengan Rincian Biaya Program Hamil
Dikutip dari National Health Service (NHS), masalah yang lebih sering dikaitkan dengan kelahiran kembar meliputi:
Keguguran, tekanan darah tinggi terkait kehamilan dan pre-eklampsia, diabetes gestasional, anemia dan perdarahan hebat, membutuhkan operasi caesar.
Tingkat keberhasilan IVF tergantung pada usia wanita yang menjalani perawatan dan faktor lain seperti masalah kesuburan.
Umumnya, kemungkinkan keberhasilan menurun secara signifikan seiring bertambahnya usia seseorang.
Dilansir dari Very Well Family, berikut presentasi keberhasilan program bayi tabing berdasarkan usia.
- Untuk wanita di bawah 35 tahun, persentase kelahiran hidup per pengambilan sel telur adalah 54,5%.
- Untuk wanita usia 35 hingga 37 tahun, persentase kelahiran hidup per pengambilan sel telur adalah 41,1%.
- Untuk wanita usia 38 hingga 40 tahun, persentase kelahiran hidup per pengambilan sel telur adalah 26,7%.
- Untuk wanita usia 41 hingga 42 tahun, persentase kelahiran hidup per pengambilan sel telur adalah 13,8%.
- Untuk wanita usia 43 tahun ke atas, persentase kelahiran hidup per pengambilan sel telur adalah 4,2%.
Selain itu, tingkat keberhasilan program bayi tabung dengan embrio segar adalah 53,3 persen, sementara saat menggunakan embrio beku adalah 46,5 persen.
Baca Juga: Biaya Program Hamil Bayi Kembar di Rumah Sakit, Ternyata Bisa Dilakukan dengan Metode Bayi Tabung?
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR