Nakita.id – Perilaku yang bertentangan dengan hukum menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Ketidaknyamanan dan ketidakteraturan ini tentu saja akan selalu meliputi kehidupan jika hukum sering dilanggar atau ditaati.
Untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran terhadap norma atau hukum, dibuatlah sanksi dalam setiap norma atau hukum tersebut.
Sanksi terhadap pelanggaran itu amat banyak ragamnya.
Sifat dan jenis sanksi dari setiap norma atau hukum berbeda satu sama lain.
Akan tetapi, dari segi tujuannya sama, yaitu untuk mewujudkan ketertiban dalam masyarakat.
Berikut ini sanksi dari norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Petunjuk hidup yang bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui utusan-utusan-Nya (Rasul/Nabi) yang berisi perintah, larangan atau anjuran-anjuran.
Contoh : beribah, tidak berjudi, suka beramal.
Sanksi : tidak langsung, karena akan diperoleh setelah meninggal dunia (pahala atau dosa)
Pedoman pergaulan hidup yang bersumber dari hati nurani manusia tentang baikburuknya suatu perbuatan.
Contoh : berlaku jujur, menghargai orang lain
Sanksi : tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan (merasa bersalah, menyesal, malu, dan sebagainya)
Pedoman hidup yang timbul dari hasil pergaulan manusia di dalam masyarakat
Contoh : menghormati orang yang lebih tua, tidak berkata kasar, menerima dengan tangan kanan.
Sanksi : tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh masyarakat dalam bentuk celaan, cemoohan atau pengucilan dalam pergaulan
Pedoman hidup yang dibuat oleh badan yang berwenang yang bertujuan untuk mengatur manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (berisi perintah dan larangan)
Contoh : harus tertib, harus sesuai prosedur, dilarang mencuri
Sanksi : tegas dan nyata serta mengikat dan memaksa bagi setiap orang tanpa kecuali
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa sanksi normal hukum adalah tegas dan nyata.
Hal tersebut mengandung pengertian sebagai berikut.
a)Tegas berarti adanya aturan yang telah dibuat secara material telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Misalnya, hukum pidana mengenai sanksi diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Dalam pasal tersebut, ditegaskan bahwa sanksi pidana berbentuk hukuman yang mencakup:
(1) Hukuman pokok, yang terdiri atas: a) hukuman mati; dan b) hukuman penjara yang terdiri atas hukuman seumur hidup dan hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun).
(2) Hukuman tambahan, yang terdiri atas: a) pencabutan hak-hak tertentu; b) perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu; dan c) pengumuman keputusan hakim.
b) Nyata berarti adanya aturan yang secara material telah ditetapkan kadar hukuman berdasarkan perbuatan yang dilanggarnya.
Contoh: Pasal 338 KUHP, menyebutkan “barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Sanksi hukum diberikan oleh negara, melalui lembaga-lembaga peradilan, Sanksi sosial diberikan oleh masyarakat, misalnya dengan cemoohan, dikucilkan dari pergaulan, bahkan yang paling berat diusir dari lingkungan masyarakat setempat.
Jika sanksi hukum maupun sanksi sosial tidak juga mampu mencegah orang dari perbuatan melanggar aturan, ada satu jenis sanksi lain, yakni sanksi psikologis. Sanksi psikologis dirasakan dalam batin kita sendiri.
Jika seseorang melakukan pelanggaran terhadap peraturan, tentu saja di dalam batinnya ia merasa bersalah.
Selama hidupnya, ia akan dibayang-bayangi oleh kesalahannya itu. Hal ini akan sangat membebani jiwa dan pikiran.
Sanksi inilah yang merupakan gerbang terakhir yang dapat mencegah seseorang melakukan pelanggaran terhadap aturan.
Taro dan AGLXY, Hadirkan Semangat Eksplorasi dan Keberanian Masa Kecil Lewat #ReigniteYourInnerChild
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR