Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan di HBS (Hogere Burgerschool) di Surabaya dan kemudian di AMS (Algemene Middelbare School) di Yogyakarta.
Namun, pada saat itu beliau tidak dapat menyelesaikan pendidikannya karena terlibat dalam gerakan nasionalisme yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara aktif terlibat dalam gerakan nasionalisme sejak usia muda. Pada tahun 1912, beliau mendirikan surat kabar "Kaoem Moeda" yang berisi tentang pendidikan dan kemerdekaan nasional.
Selain itu, beliau juga aktif sebagai pengajar di sekolah-sekolah rakyat dan menyusun buku-buku pelajaran untuk anak-anak.
Pada tahun 1918, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, sebuah sekolah yang menekankan pada pendidikan karakter dan kreativitas anak.
Sekolah ini dikelola oleh para guru yang merupakan alumni dari sekolah yang sama. Taman Siswa ini menjadi cikal bakal bagi pendidikan nasional yang lebih baik di Indonesia.
Pada tahun 1922, Ki Hajar Dewantara ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan diasingkan ke Boven-Digoel, Papua.
Di sana, beliau tetap berjuang untuk pendidikan dan memimpin gerakan pendidikan bagi tahanan di kamp.
Setelah bebas dari pengasingan pada tahun 1932, beliau kembali ke Yogyakarta dan terus berjuang untuk pendidikan nasional.
Ki Hajar Dewantara mendapat penghargaan dari pemerintah Indonesia dan juga dari luar negeri.
Pada tahun 1952, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soekarno.
Baca Juga: Biaya Kuliah di Universitas Brawijaya Malang Jalur SNBP Tahun 2023
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR