Kemudian dalam memberi konsekuensi, Shierlen menyampaikan bahwa orangtua juga jarang memberikan hukuman fisik.
Contohnya seperti, memotong jam main anak saat anak melanggar aturan.
"Saat berhasil, anak juga biasanya diberikan pujian atas perbuatan mereka yang sudah tepat. Misalnya, 'Adik hebat ya bisa merapikan mainannya sendiri'," tutur psikolog yang saat ini berpraktik di Personal Growth.
Kedua, lanjut Shierlen, dalam berkomunikasi, orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis juga bersedia mendengarkan anak.
"Sehingga, anak lebih terbuka dalam mengekspresikan diri dan emosi, dapat membantu mengajarkan I-statement kepada anak dalam mengungkapkan perasaan," sebutnya.
Misalnya, ketika anak marah, anak bisa berbicara, 'Aku marah karena kamu mengambil mainanku tanpa izin'.
"Jelaskan bahwa jika langsung menuduh teman atau saudara seperti, 'Kamu selalu ambil mainanku tanpa izin' akan membuat teman atau saudaranya merasa tertuduh dan memicu pertengkaran," terang Shierlen.
"Berikan anak kesempatan menggunakan cara ini secara mandiri guna membantu mereka membangun kemampuan penyelesaian masalah," sarannya.
Selain itu, lanjutnya, hindari menyelesaikan masalah anak secara langsung dan bantulah hanya jika anak memintanya.
Selain dari pola asuh, penting juga bagi Moms untuk meluangkan waktu beraktivitas dengan anak.
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR