Nakita.id - Indonesia sebelumnya sempat digemparkan dengan kasus anak remaja yang melakukan kekerasan.
Dampak dari kekerasan yang dilakukan anak remaja ini bagi korban adalah, dirinya harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit.
Selain kasus ini, sebenarnya masih banyak kasus anak melakukan kekerasan yang belum terjamah.
Keberadaan kekerasan yang dilakukan oleh anak menjadi isu yang sangat serius dan membutuhkan perhatian mendalam dari semua pihak terkait.
Maka dari itu, Moms sebagai orangtua perlu mencegahnya sejak dini.
Bagaimana caranya? Simak beberapa tips berikut menurut seorang psikolog.
Menurut Shierlen Octavia, M.Psi, Psikolog, pola asuh demokratis (otoritatif) merupakan pola asuh yang cocok untuk mengurangi kemungkinan anak melakukan kekerasan.
"Orangtua yang menerapkan pola asuh ini mengutamakan komunikasi dua arah," ungkap Shierlen saat dihubungi Nakita, Jumat (5/5/2023).
Pertama, orangtua memberikan batasan yang jelas bagi anak, termasuk dalam menyampaikan ekspektasi dan konsekuensi.
Contohnya, ketika anak selesai bermain, Moms bisa meminta anak untuk menyimpan kembali mainannya di kotak.
"Anak juga dilibatkan dalam membuat peraturan dan konsekuensi jika hal tersebut tidak dipatuhi," kata Shierlen menambahkan.
Baca Juga: Anak Melakukan Kekerasan, Ini Penyebab, Risiko, dan Dampak yang Patut Diwaspadai
Kemudian dalam memberi konsekuensi, Shierlen menyampaikan bahwa orangtua juga jarang memberikan hukuman fisik.
Contohnya seperti, memotong jam main anak saat anak melanggar aturan.
"Saat berhasil, anak juga biasanya diberikan pujian atas perbuatan mereka yang sudah tepat. Misalnya, 'Adik hebat ya bisa merapikan mainannya sendiri'," tutur psikolog yang saat ini berpraktik di Personal Growth.
Kedua, lanjut Shierlen, dalam berkomunikasi, orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis juga bersedia mendengarkan anak.
"Sehingga, anak lebih terbuka dalam mengekspresikan diri dan emosi, dapat membantu mengajarkan I-statement kepada anak dalam mengungkapkan perasaan," sebutnya.
Misalnya, ketika anak marah, anak bisa berbicara, 'Aku marah karena kamu mengambil mainanku tanpa izin'.
"Jelaskan bahwa jika langsung menuduh teman atau saudara seperti, 'Kamu selalu ambil mainanku tanpa izin' akan membuat teman atau saudaranya merasa tertuduh dan memicu pertengkaran," terang Shierlen.
"Berikan anak kesempatan menggunakan cara ini secara mandiri guna membantu mereka membangun kemampuan penyelesaian masalah," sarannya.
Selain itu, lanjutnya, hindari menyelesaikan masalah anak secara langsung dan bantulah hanya jika anak memintanya.
Selain dari pola asuh, penting juga bagi Moms untuk meluangkan waktu beraktivitas dengan anak.
"Saat bermain, ayah dan ibu dapat memberi contoh bermain yang sehat, misalnya dengan menekankan pentingnya peraturan dan persetujuan teman ketika bermain," pesan Shierlen.
Moms dapat menyampaikan kata-kata, seperti 'Bagaimana kamu bisa tahu jika temanmu ingin bermain?' atau 'Apa saja kesepakatan kamu saat bermain dengan teman?'.
Tips berikutnya dari Shierlen adalah mengajaknya berdiskusi, Moms.
"Dorong anak untuk terbuka dalam mengomunikasikan hal-hal yang mereka alami jika terjadi sesuatu pada mereka atau lingkungan sekitarnya," tuturnya.
"Alih-alih langsung memarahi dan menasihati, ajak anak untuk ikut berpikir sebagai cara untuk mengajarkan empati. Tanyakan perasaan dan pemikirannya," lanjutnya.
Misalnya, 'Menurutmu, apa yang X rasakan kalau kamu memukul dia?' atau 'Apa yang kamu rasakan kalau X memukul kamu?'.
Terakhir, Moms juga perlu memonitor screen time anak.
Khususnya, dalam mengakses internet dan melihat berbagai tayangan.
"Orangtua juga dapat memanfaatkan berbagai aplikasi untuk membantu memantau penggunaan gadget anak. Hindari konten-konten yang mewajarkan kekerasan atau membuatnya tampak keren dan menyenangkan," saran Shierlen.
"Jika anak tidak sengaja melihat tontonan kekerasan, segera ajak anak untuk membahas bahaya dan konsekuensinya agar hal ini tidak berlanjut. Beri pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak pernah tepat karena berbahaya dan merugikan," katanya dengan tegas.
Jika perlu, Moms bisa mendampingi anak yang berusia muda saat menonton.
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR