Nakita.id - Kamis kemarin (29/6/2023) diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (Harganas).
Bersamaan dengan Harganas kemarin, momen gerakan Keluarga Berencana (KB) Nasional juga dijalankan, Moms dan Dads.
Melalui program KB inilah pemerintah ingin menyadarkan kembali masyarakat akan pentingnya membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera.
Meski pasangan seharusnya hamil ketika sudah menikah, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa tak sedikit pasangan bisa hamil diluar nikah.
Lantas, bagaimana pendampingan dari BKKBN secara hukum maupun psikologis?
Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) mengatakan bahwa pihak BKKBN tidak memandang apakah orang yang sudah hamil tersebut sudah menikah atau belum.
"Saya minta didampingi. Jadi, kader-kader, tim pendamping keluarga BKKBN itu kalau ada orang hamil yang tidak diinginkan, itu justru lebih harus didampingi," tegas dr. Hasto dalam wawancara eksklusif bersama Nakita, Jumat (23/6/2023).
"Karena kalau enggak, dia nanti bisa macam-macam itu. Bisa tidak menyukai anaknya, dan sebagainya. Sehingga, saya minta tolong kalau ada yang unwanted pregnancy itu kita masukkan ke dalam yang berisiko. Ini harus dikawal betul," lanjutnya menegaskan.
Kepala BKKBN ini juga mengatakan, biasanya tim pendamping keluarga berasal dari tokoh-tokoh masyarakat yang ada di setiap wilayah tempat tinggal.
"Jadi, begitu dia hamil tidak diinginkan, ada solusi. Entah itu solusinya dinikahkan atau apa," ucapnya.
"Mayoritas ada solusi, dan mayoritas solusinya dinikahkan memang akhirnya," lanjutnya.
Baca Juga: 3 Tips Memilih Alat Kontrasepsi bagi Calon Pengantin menurut BKKBN
Dari situ, lanjut dr. Hasto, BKKBN melayani juga untuk alat kontrasepsinya jika orang tersebut ingin menggunakan kontrasepsi.
"Karena, kita sekarang ini galakkan betul KB pasca persalinan atau KBPP," tegasnya.
"Begitu melahirkan, didorong lah untuk minum, untuk menggunakan alat kontrasepsi. Saya kira, itu upaya kita (sebagai BKKBN)," ujarnya.
Dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional kemarin, dr. Hasto kembali mengingatkan bahwa fungsi keluarga itu besar.
"Pak Presiden Jokowi juga mengingatkan bahwa keluarga itu menjadi tulang punggung bangsa dan negara. Jadi, kalau negara mau maju, kualitas SDM-nya mau unggul untuk Indonesia maju, maka sebetulnya dapurnya itu ada di keluarga," kata dr. Hasto
"Maka dari itu, Pak Presiden mengingatkan ini (keluarga) harus disentuh. Kemudian, dilakukan satu intervensi itu bagaimana di keluarga ini. Karena yang melahirkan generasi muda, yang melahirkan keturunan itu siapa? Keluarga," ujarnya dengan tegas.
Menurut dr. Hasto sendiri, jika pasangan baru tidak dilakukan sosialisasi mengenai pentingnya proses reproduksi untuk melahirkan keturunan baru, maka akan sulit untuk melahirkan generasi berikutnya.
Dirinya juga menyayangkan bahwa tak sedikit pasangan baru yang tidak mengerti akan hal ini, dan lebih memilih untuk memikirkan hal lainnya.
"Apakah beli mobil itu lebih penting daripada menyiapkan kehamilan untuk yang akan menjadi manusia baru, yang menjadi bagian dari replikasi dari bapaknya dan ibunya? Apakah bikin rumah yang bagus itu lebih penting daripada menyiapkan generasi penerus bapak dan ibunya?" kata dr. Hasto.
"Saya ingin bertanya, apakah ada urusannya yang jauh lebih penting daripada menyiapkan kelahiran sang anak? Kalau menurut saya, inilah yang harus dipahamkan kepada keluarga," lanjutnya menegaskan.
Baca Juga: Ketahui Tujuan dan Makna Hari Keluarga Nasional pada Tanggal 29 Juni
Mulai dari membangun keturunan dengan membangun karakter anak sebelum bersekolah dan berada di tempat-tempat lain selain dari keluarga.
"Ini yang penting untuk kita ingatkan bersama," kata dr. Hasto dengan tegas.
"Betapa kita perhatikan orang-orang yang mau membangun keluarga baru, kita sebut banyak catin atau calon pengantin, dia tidak punya ilmu tentang keluarga. Dia punya ilmunya cuma pre-wedding," ungkapnya.
Mulai dari menyewa tenda, makanan (katering), hingga biayanya. Tapi tidak dengan ilmu terkait pra-konsepsi, seperti periksa laboratorium.
"Nah, inilah pre-wedding yang terlalu besar dan terlalu mahal, tetapi pra-konsepsi sebetulnya murah tapi tidak dikerjakan," sebut dr. Hasto.
"Ini juga perlu, mindset-nya perlu digeser sedikit lah bahwa pra-konsepsi dan juga penyiapan kehidupan keluarga itu penting," katanya berpesan tegas.
Dirinya juga menyampaikan kekhawatiran bahwa tingkat perceraian di Indonesia meningkat.
"Ini berarti ada sesuatu yang salah di dalam keluarga ini, sehingga kita harus menurunkan angka perceraian ini dengan sekuat tenaga," ujar Kepala BKKBN ini.
"Dengan adanya era disrupsi, mungkin hubungan antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain, antara ayah, ibu, dan anak menjadi tidak seperti dulu, sehingga konflik-konflik kecil tidak terselesaikan di meja makan. Tetapi, sering akhirnya berujung di meja pengadilan agama misalnya gitu, karena mengajukan gugat perceraian," lanjutnya menyampaikan.
Ditambah, dr. Hasto menyebut bahwa dirinya yakin sekarang ini banyak orang yang agak individualis dan kurang bisa memberikan toleransi terhadap kehadiran orang lain.
Misalnya, ketika ada suatu hal yang tidak cocok antara suami dan istri, suami akan tidak mudah mentoleransi. Begitu pula istri.
Baca Juga: Ketahui 3 Fungsi Alat Kontrasepsi untuk Kesehatan Keluarga di Sini
Alhasil, kondisi inilah yang membuat konflik kecil-kecilan yang berkepanjangan.
"Dari mereka yang cerai-cerai itu, kalau diwawancarai, apa penyebab terbesarnya?
Adalah konflik kecil-kecil yang berkepanjangan. Bukan karena ekonomi, ekonomi nomor dua. Bukan karena perselingkuhan juga ya," ungkap dr. Hasto.
"Yang nomor satu adalah karena konflik kecil-kecil, nomor dua ekonomi, baru yang lain-lainnya. Dan ini polanya sama, sepuluh tahun, lima tahun yang lalu sampai hari ini polanya sama," lanjutnya mengungkapkan.
Menurut dr. Hasto, baik dari pihak istri maupun suami masih kurang dewasa untuk menerima, menghayati, dan mentoleransi segalanya dari pihak pasangan. Termasuk, segala kekurangannya.
"Ingat ya, orang dewasa itu memang orang yang bisa menahan diri dan bisa memaklumi orang lain. Tidak langsung respon marah, respon menolak, pasti ada menahan sedikit," terangnya.
"Itulah maknanya pernikahan, perjodohan itu harus dengan berdewasa. Tidak cukup hanya bekal ekonomi saja," lanjutnya menegaskan.
Tak sampai di situ. Orang yang tidak siap dengan kehadiran orang lain di dalam rumah tangga dan sulit mentoleransi atau menempatkan diri, lanjut dr. Hasto, mereka jadi jomblo bahkan enggan berjodoh.
Sebab, jika tidak menghadapinya dengan cara dewasa, konflik bisa menjadi panjang dan jadi masalah.
"Itulah saya kira kalau pertanyaan kenapa hari keluarga itu penting," ucap dr. Hasto.
Semoga artikel diatas bermanfaat ya, Moms dan Dads. #KitaIndonesia
Baca Juga: Pengertian Keluarga Berencana (KB) Menurut BKKBN, Ternyata Tidak Sama dengan Kontrasepsi!
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR