Nakita.id - Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli.
Perlu diingat, Hari Anak Nasional ini menjadi ajang penting untuk mengingat kembali harapan bangsa terhadap anak di masa depan, yakni generasi yang sehat, hebat, dan cerdas.
Oleh sebab itu, jangan heran apabila Hari Anak Nasional diperingati sebagai bentuk kepedulian seluruh masyarakat Indonesia atas keamanan, kesejahteraan, serta kebahagiaan kehidupan anak.
Dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional, tahun ini Nakita mengangkat topik tentang menjaga kesehatan mental anak dan remaja.
Sama halnya dengan fisik, mental orang termasuk pada anak dan remaja juga bisa terganggu.
Namun sayangnya, tak banyak orangtua termasuk Moms dan Dads yang tahu betapa pentingnya perhatian khusus untuk anak maupun remaja dengan gangguan mental.
Menurut Amurwani Dwi Lestariningsih, anak maupun remaja dengan gangguan mental harus mendapatkan perhatian khusus karena ada perubahan dalam segala hal.
"Nilai-nilai dalam keluarga juga sedang mengalami perubahan, apalagi pada saat Covid-19 kemarin. Orang dihadapkan pada situasi yang tidak menentu, dan kita tidak sadar bahwa dalam situasi yang tidak menentu itu ada gap yang jauh antara orang tua dengan anak," ungkap Amur dalam wawancara eksklusif Nakita, Selasa (18/7/2023).
Selain itu, lanjut Amur, anak dengan cepat bisa mengikuti perubahan serta transformasi nilai dengan teknologi yang cepat dan orangtua terkadang masih gagap teknologi.
"Oleh karena itu, di sinilah peran orangtua itu menjadi penting untuk melakukan komunikasi secara efektif dengan anak. Memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak dalam situasi yang berubah," katanya berpesan.
"Meski nilai yang ada di dalam masyarakat berkembang dengan cepat dan berubah dengan cepat, tetapi ketika berada di dalam rumah, anak merasakan kenyamanan, anak merasakan kasih sayang dari orangtua, kelekatan dari orangtua," lanjutnya menyampaikan.
Baca Juga: Jangan Sampai Kewalahan, Ini Langkah yang Bisa Dilakukan untuk Atasi Gangguan Mental pada Anak
Sehingga, ada sesuatu yang bisa diharapkan oleh anak terutama kedekatannya dengan orangtua, perasaan aman dan nyaman, serta kasih sayang yang menjadi tumpuan ketika perubahan nilai terjadi dengan cepat.
"Tentu saja ini akan memberikan rasa percaya diri kepada anak, dan rasa percaya diri itu yang akan memberikan anak menghadapi situasi yang turbulensi ini dengan percaya diri juga. Jadi, dia (anak) yakin bahwa langkah yang ditentukan itu sudah benar, sesuai dengan nilai dan aturan yang sedang berubah itu juga," terang Amur yang saat ini menjabat sebagai Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KEMENPPPA.
Amur juga menyampaikan bahwa saudara kandung ternyata juga mempunyai peran penting dalam tumbuh kembang seorang anak, selain dari orangtua.
"Karena dia (saudara kandung) akan banyak menghabiskan waktunya. Anak ini dengan saudaranya dan orangtuanya dalam waktu yang lama. Dalam waktu yang lama mereka akan selalu hidup berdampingan begitu ya," terangnya.
Termasuk, banyaknya karakteristik dari saudara kandung maupun orangtua yang meliputi hubungan dinamika yang kuat dengan anak tersebut.
"Oleh karena itu, dalam situasi dinamika yang terus berlangsung ini, anak bisa melihat persahabatan antara dia dengan saudara kandungnya. Kemudian juga, dia bisa mempunyai ikatan yang kuat dengan saudara kandungnya, yang seumuran dengan dia ya," ujar Amur.
"Kemudian, dia nanti bisa mengkombinasikan antara sifat-sifat emosional dia terhadap saudara kandung dan juga keluarganya. Terutama emosi yang positif, kadang-kadang juga emosi yang negatif, melampiaskan marah. Marah kadang-kadang perlu, tetapi bagaimana si anak itu bisa mengendalikan marahnya," tambahnya.
Dari hubungan tersebut, maka dapat memengaruhi perilaku sekaligus kesejahteraan anak dengan gangguan mental ini ketika beranjak dewasa
Amur menekankan bahwa guru merupakan pengganti orangtua ketika anak berada di sekolah.
Bahkan, teman-teman sekelasnya yang menjadi peer group atau pengganti saudara kandung ketika anak berada di lingkungan sekolah.
"Oleh karena itu, guru juga harus peka terhadap anak didiknya. Guru juga harus bisa memberikan kedekatan kepada anak didiknya, supaya merasa aman ketika berada di dekat gurunya dan teman-teman sekolahnya, sehingga perasaan aman itu akan menjadi sebuah kenyamanan ketika anak itu berinteraksi," jelas Amur.
"Sentuhan-sentuhan tulus, penuh cinta kasih, penuh kasih sayang dari guru itu juga diperlukan dalam pola asuh di sekolah, yang tentu harus ditunjukkan dengan kehangatan dan keikhlasan seorang guru," lanjutnya.
Mulai dari mau menjadi seorang teman untuk mendengarkan keluh kesah peserta didik yang memiliki persoalan, mendengarkan cerita ketika peserta didik sedih, bahkan menjadi seorang yang dapat diandalkan peserta didik ketika butuh perlindungan di sekolah.
"Nah, ini menjadi penting karena rasa aman, rasa nyaman itu yang diperlukan anak-anak sehingga dia bisa tumbuh dengan optimal di lingkungan dimana dia dibesarkan atau mendapatkan interaksi yang berada di luar keluarganya," kata Amur dengan tegas.
"Dan tentu saja, dukungan kesehatan mental dari seorang guru itu diperlukan untuk perkembangan sosial, perkembangan kognitif seorang anak, dan juga perkembangan emosi seorang anak ketika dia harus beradaptasi, menyesuaikan dirinya untuk berinteraksi lebih luas di lingkungan sekitarnya," lanjutnya.
Untuk mengenalnya, Anindya Dewi Paramita, M.Psi selalu mengajak orangtua untuk melihat kondisi anak sesuai usianya.
"Misalnya, anak umur 9 tahun. Anak 9 tahun itu semestinya sudah bisa apa, belum bisa apa, secara teori dia lagi di tahap apa," sebut psikolog anak yang akrab disapa Mita dalam wawancara eksklusif Nakita, Selasa (14/7/2023).
"Nah, dibandingin saja kalau misalnya saya ada diskusi sama orangtua. Biasanya kita akan melihat ke sana (perkembangan sesuai usia anak)," lanjut Mita.
Dirinya bahkan menambahkan, ada beberapa hal yang orangtua juga bisa evaluasi secara mandiri secara sederhana.
"Misalnya, apakah anak ini menunjukkan perilaku yang cukup berbeda dibandingkan teman-teman seusianya," sebutnya.
Baca Juga: Tak Bisa Sembarangan, Inilah Pola Asuh yang Cocok untuk Anak dan Remaja dengan Gangguan Mental
Moms dan Dads harus tahu dan ingat bahwa setiap anak itu unik juga berbeda-beda.
"Cuma kan ada satu kesamaan di dalam kelompok usia yang sama atau yang kurang lebih sama," ungkap Mita.
"Ketika misalnya sudah ada hambatan di kesehatan mentalnya, hambatan emosinya misalkan, atau perilakunya, biasanya ada 1-2 clue yang berbeda dari anak-anak seusia pada umumnya. Itu jadi suatu pertanda," ungkap psikolog yang saat ini berpraktik di Lenting Indonesia.
Mita juga menambahkan tanda lainnya, yang mana anak menunjukkan sesuatu yang sangat ekstrem. Salah satunya saat anak sedang sedih.
Meski wajar, apabila anak sedih terus-terusan dan tidak berhenti, itu bisa menandakan suatu gangguan mental.
"Biasanya anaknya oke oke saja, tapi tiba-tiba dia enggak mau sekolah. Nah, sudah beberapa hari enggak mau sekolah," ucap Mita.
"Nah, kita bisa lihat tanda-tanda baik dari perilaku, emosi, atau misalnya pola interaksi dengan orang lain," katanya menyarankan.
Lalu, bagaimana cara mengenal remaja dengan gangguan mental?
Pada dasarnya, menurut Mita, tanda-tanda yang terlihat kurang lebih akan mirip.
"Sebenarnya kan bentuk gangguannya itu bisa macam-macam, bisa berbagai jenis dan enggak cuma satu," kata Mita.
"Cuma, untuk kita bisa melihatnya, lihatlah apakah ada perbedaan pola perilaku," sarannya.
Misalnya, remaja yang biasanya supel tiba-tiba murung, senang mengurung diri, dan enggak mau bermain bersama teman-temannya.
Kalau sudah ketahuan tanda-tandanya, lanjut Mita, orangtua bisa gali lebih dalam dengan cara mencoba mengajak remaja tersebut mengobrol.
"Kalau misalnya memang butuh bantuan dari luar, misalnya sama guru BK (bimbingan konseling) atau sama guru kelas, atau bahkan mungkin sama profesional, baru nanti diidentifikasi, dibantu, apakah memang ada masalah yang lebih serius. Apakah ada faktor tertentu atau tidak. Itu kan yang menentukan hanya profesional ya," saran Mita lagi.
Selain mengandalkan bantuan dari tenaga profesional, Moms dan Dads sebagai orangtua juga perlu tahu bagaimana penanganannya yang tepat.
Menurut Mita, jika sudah dalam tahap mengindikasikan banget, Moms dan Dads tidak perlu malu atau ragu untuk mencari bantuan profesional secepat mungkin.
"Secepat mungkin ada support dari tenaga ahli yang memang menguasai.
Jadi, secepat mungkin pula Moms dan Dads di rumah atau di kantor bisa menentukan langkah atau action apa yang memang sesuai sama kebutuhan anaknya," ungkap psikolog anak yang berpraktik di Lenting Indonesia ini.
"Karena setiap kondisi anak kan beda-beda banget ya, jadi mungkin kita perlu ada gambaran tertentu. Ini butuhnya apa supaya kita bisa memberikan lingkungan dan support yang tepat," terang Mita.
Tujuannya agar anak bisa bertumbuh kembang secara optimal.
Juga, agar permasalahan anak yang menunjukkan gejala-gejala gangguan mental bisa selesai.
Semoga artikel diatas bermanfaat ya, Moms dan Dads.
Baca Juga: Beda Usia Ayah-Anak Ternyata Bisa Mempengaruhi Gangguan Kesehatan Mental Si Kecil, Simak Faktanya
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR