Nakita.id - Setiap tanggal 1-7 Agustus diperingati sebagai Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week.
Melalui rangkaian Pekan ASI Sedunia ini, para Moms diingatkan kembali akan pentingnya menyusui selama 2 tahun bagi busui maupun bayi.
Khususnya, pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan yang tak kalah pentingnya untuk tumbuh kembang bayi secara optimal.
Meski begitu, tentu kita tidak jauh-jauh dari yang namanya mitos menyusui.
Salah satu mitos menyusui yang mungkin pernah Moms dengar adalah, tidak boleh menyusui bayi saat sedang sakit.
Lantas, benarkah demikian? Yuk, cari tahu faktanya menurut dokter laktasi!
Menurut dr. Putri Maulina, anggapan tersebut sebenarnya bisa benar dan salah.
Pasalnya, anggapan tersebut sebenarnya kembali lagi ke kondisi penyakit yang diderita ibu menyusui itu sendiri.
"Ini tergantung dengan ibunya sakit apa," ucap dr. Putri saat diwawancarai eksklusif oleh Nakita, Senin (14/8/2023).
"Kalau ibunya sakit batuk pilek, ibunya bisa pakai masker dan lanjut menyusui bayinya," sarannya.
Selain itu, dr. Putri menyarankan untuk pergi ke dokter laktasi terdekat untuk meminta obat yang bisa diberikan kepada ibu menyusui.
Baca Juga: Benarkah Ibu Menyusui Tidak Boleh Makan Pedas? Ini Faktanya
"Apabila ibunya sakit parah atau harus menggunakan obat-obatan yang tidak boleh dikonsumsi bayi, mungkin tidak boleh (menyusui)," ujar dr. Putri.
"Tapi, kalau misalnya hanya batuk pileh, itu boleh (menyusui)," lanjut dokter laktasi di RSIA Tambak ini.
Maka dari itu, Moms jangan ragu lagi untuk tetap menyusui bayi meski sedang sakit.
Hal ini bertujuan untuk mendukung tumbuh kembangnya secara optimal, juga untuk mencegah risiko stunting sejak dini.
Namun, jika sudah sakit parah atau harus menggunakan obat-obatan yang tidak boleh dikonsumsi bayi, sebaiknya Moms tidak perlu menyusui secara langsung.
Moms harus tahu, bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak mendukung pemberian ASI, baik pada bayi maupun ibu menyusui itu sendiri.
Berikut penjelasan lebih lengkapnya dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Pusat.
Pracista Dhira Prameswari menyampaikan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dimana seorang busui tidak bisa memberikan ASI kepada bayinya ataupun sebaliknya.
"Ada dokumen yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF, bahkan sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi 'Alasan Medis Penggunaan Pengganti ASI'," ungkap Sita dalam wawancara eksklusif Nakita, Senin (21/8/2023).
Merujuk dokumen tersebut, Ketua Divisi Komunikasi AIMI Pusat ini menyampaikan apa saja kondisi bayi dan ibu menyusui yang mengharuskan pemberian susu formula. Berikut penjabarannya.
Baca Juga: Benarkah Harus Membuang ASI Setelah Keluar di Rumah Agar Si Kecil Tidak Masuk Angin?
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus
- Bayi dengan galaktosemia klasik: diperlukan formula khusus bebas galaktosa.
- Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine disease: diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan valin.
- Bayi dengan fenilketonuria: dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin (dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan ketat).
Bayi-bayi di mana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas
- Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat lahir sangat rendah).
- Bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan (amat prematur).
- Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stres iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes) jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ibu-ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan di bawah ini harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar pedoman.
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen
Baca Juga: 7 Mitos Pantangan Ibu Menyusui yang Masih Dipercaya dan Faktanya
- Infeksi HIV: jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (AFASS).
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu
- Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.
- Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas.
- Pengobatan ibu:
• Obat-obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti-epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;
• Radioaktif iodin-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia - seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini;
• Penggunaan yodium atau yodofor topikal (misalnya povidone-iodine) secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari;
• Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi.
Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui, walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian
- Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak terkena abses; menyusui dari payudara yang terkena dapat dilanjutkan setelah perawatan mulai.
Baca Juga: 7 Mitos Ibu Menyusui yang Masih Dipercaya Sampai Sekarang, Apa Saja?
- Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatitis B, dalam waktu 48 jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit.
- Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman tuberkulosis nasional.
- Penggunaan zat:
• Penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulan sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui;
• Alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat menyebabkan sedasi pada ibu dan bayi.
Ibu harus didorong untuk tidak menggunakan zat-zat tersebut, dan diberi kesempatan dan dukungan untuk tidak lagi terlibat di dalamnya.
Untuk informasi selengkapnya, Moms bisa cek tautan berikut.
Nah, itu dia Moms fakta dibalik mitos menyusui.
Semoga bermanfaat!
Baca Juga: 5 Mitos Ibu Menyusui yang Tidak Perlu Moms Percaya, Apa Saja?
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR