Nakita.id - Setiap tahunnya di tanggal 1-7 Agustus memperingati Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week.
Melalui rangkaian Pekan ASI Sedunia ini, para Moms diingatkan kembali akan pentingnya menyusui selama 2 tahun bagi busui maupun bayi.
Khususnya, pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan yang tak kalah pentingnya untuk tumbuh kembang bayi secara optimal.
Meski begitu, setelah melahirkan tentu tak sedikit Moms yang merasakan yang namanya baby blues. Atau bahkan, bisa berlanjut ke tahap postpartum depression.
Lantas, adakah tips yang bisa dilakukan agar kegiatan menyusui tetap berjalan optimal?
Tanpa berlama-lama lagi, simak penjelasan berikut menurut psikolog ini ya.
Menurut Monica Sulistiawati, M.Psi, Psikolog Klinis, masalah baby blues ini sebenarnya harus dikonsultasikan atau ditanyakan kembali ke dokter yang bersangkutan.
"Namun, sepanjang yang saya tahu, seandainya seorang ibu mengalami depresi biasanya mereka sampai memperoleh terapi berupa antidepresan," kata Monica dalam wawancara eksklusif Nakita, Kamis (24/8/2023).
"Beberapa antidepresan itu boleh dikonsumsi bahkan pada ibu yang menyusui. Tapi balik lagi, ini harus dikonsultasikan ke dokternya," lanjutnya menyampaikan.
Akan tetapi, psikolog yang berpraktik di Personal Growth ini menyebut bahwa jika kondisi depresinya ringan, maka bisa dilakukan terapi.
Misalnya seperti, art therapy atau terapi berpasangan.
Baca Juga: Penting Diketahui! Tips Mengatasi Stres saat Menyusui: Panduan Praktis untuk Busui
Meski begitu, Monica menyarankan bahwa hal pertama yang harus dilakukan ibunya adalah menyadari terlebih dahulu apa yang terjadi dengan dirinya sendiri.
"Bagaimana ketika dia mengasuh si anak? Ketika dia menyusui si anak? Ketika dia berdekatan dengan si anak? Apa yang dipikirkan? Apa yang dirasakan? Apa yang dimaknai? Itu semua harus ditanyakan oleh ibunya sendiri," sarannya.
Misalnya, ketika ibunya terbangun karena harus menyusui anaknya, apakah tubuhnya merasa kelelahan, ingin marah, atau ingin menyakiti anak tersebut?
"Kalau itu terjadi, artinya si ibu harus segera mengkomunikasikan hal ini ke pasangan yang paling dekat," kata Monica berpesan.
"Namun, kalau pasangan kurang proaktif, maka bisa cari bantuan lewat layanan konseling psikologis yang sekarang aksesnya pun bisa dilakukan secara online," lanjut Monica.
Selain dari ibunya sendiri, Monica juga berpesan kepada para suami untuk jeli melihat perasaan sang istri.
"Ketika si istri terlihat, misalnya, dari raut wajahnya sudah kelelahan, pucat, lesu, tawarkan bantuan.
Barangkali memang pada saat itu, si istri lagi dalam kondisi tidak prima untuk mengasuh si anaknya. Jadi, mulai dari situ dulu," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Monica, suami juga perlu memperhatikan kondisi istri lebih lanjut.
"Apakah terjadi perubahan emosi pada istri? Misalnya, yang tadinya menyenangkan, romantis, suka bermanja-manja, kok ini sangat sensitif terhadap hal kecil, kok marah-marah terus, kok di kamar mandi lama. Ini harus dicari tahu," katanya menyarankan.
"Suami dan istri harus sama-sama saling peduli, saling engage, dan saling mencari tahu kebutuhan masing-masing," ujar Monica dengan tegas.
Monica menekankan, proses menyusui adalah hak setiap bayi dan setiap bayi memiliki hak untuk mendapatkan ASI eksklusif.
"Tapi balik lagi, seorang ibu juga punya hak untuk menyusui atau tidak. Artinya, itu sepenuhnya ada di dalam diri si ibu itu," ucapnya tegas.
"Ketika seorang ibu bersikeras, pokoknya mati-matian enggak mau menyusui, kita (suami) harus cari tahu dulu alasannya apa. Jangan-jangan, setiap kali si ibu itu menyusui, misalnya, dia merasa emosinya terganggu," terangnya.
Oleh karenanya, bukan dari proses menyusuinya yang terganggu, tetapi dari emosi ibu itu sendiri yang sudah terganggu.
Biasanya, hal ini terjadi karena adanya perubahan hormonal pasca melahirkan, sehingga proses menyusui bisa menjadi sesuatu yang sangat berat untuk ibu.
"Jadi, dipahami dulu kondisinya dan jangan hanya sekadar, 'Pokoknya harus menyusui'.
Pasalnya, semakin dipaksa dan kalau memang si ibu ini mengalami gangguan mental, justru tekanan yang kita (suami) berikan akan memperburuk situasi si ibu," kata Monica menerangkan.
Monica bahkan menyebut, jika kondisi ibu sudah semakin buruk, proses menyusui tentu menjadi proses yang panjang dan lama dilakukan.
"Jadi, cari tahu dulu alasannya apa.
Kalau memang tidak bisa dikomunikasikan, mungkin bisa konsultasikan ke dokter laktasi atau mungkin juga psikolog," saran Monica.
Seorang Moms bernama Novi Chrisna Dewi membagikan salah satu tantangan terberat yang pernah dialaminya selama masa menyusui.
"Bayi saya alergi dengan obat yang saya konsumsi saat saya sakit," cerita perempuan yang akrab disapa Novi saat dihubungi eksklusif oleh Nakita, Jumat (18/8/2023).
Sebagai solusinya, Novi yang adalah karyawan swasta salah satu perusahaan di Jakarta ini memilih untuk berhenti mengonsumsi obat tersebut agar sang buah hatinya tidak alergi.
"Selain itu, saya juga menjaga kesehatan dengan menambah asupan buah dan sayur, sekaligus beristirahat yang cukup," tambahnya.
Tak sampai di situ. Berhubung Novi adalah seorang ibu pekerja, selama menyusui di kantor menurutnya sejauh ini belum ada kendala.
"Kendala menyusui waktu bekerja sejauh ini belum ada.
Karena, di tempat kerja saya cukup mendukung busui seperti saya untuk memompa ASI," ujarnya.
Meski lingkungan kerjanya sudah cukup mendukung, Novi bercerita bahwa dirinya perlu disiplin membagi waktu antara bekerja dengan jadwal memompa ASI.
Nah, itu dia Moms tips menyusui untuk ibu yang sedang alami baby blues.
Semoga artikel diatas bermanfaat ya, Moms.
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR