Nakita.id - Tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Kontrasepsi Sedunia.
Melalui peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia, diharapkan para pasangan sadar akan pentingnya penggunaan kontrasepsi untuk membangun keluarga yang sehat dan berkelanjutan.
Namun, sebelum mengenal beberapa jenis kontrasepsi, para pasangan juga harus sadar akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi sejak dini.
Sayangnya di Indonesia, terlebih di kawasan desa-desa, kesehatan reproduksi masih dianggap tabu untuk dipelajari karena alasan tertentu.
Padahal, masyarakat desa pun perlu mempelajari tentang kesehatan reproduksi demi menciptakan generasi yang berkualitas.
Sampai hari ini, sudah banyak pihak yang berusaha agar edukasi kesehatan reproduksi sampai di masyarakat desa. Termasuk, KemenPPPA.
Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Rini Handayani mengatakan, agar masyarakat desa tidak menganggap kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu, KemenPPPA membentuk wadah bernama Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
“Melalui DRPPA, mereka membuka diskusi. Kita memiliki fasilitator DRPPA, juga ada relawan-relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA),” ujar Rini dalam wawancara eksklusif bersama Nakita, Senin (25/9/2023).
“Salah satu topiknya itu terkait juga tentang kesehatan reproduksi, karena DRPPA ini mengimplementasikan lima program prioritas,” terangnya.
Rini menjelaskan, bagaimana topik kesehatan reproduksi ini KemenPPPA angkat, bicara, dan diskusi di tingkat desa melalui wadah-wadah yang sudah dibentuk.
Salah satunya adalah Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak ini.
Baca Juga: Di Usia Berapa Remaja Bisa Mendapat Edukasi tentang Kontrasepsi untuk Remaja? Ini Jawaban KemenPPPA
“Dan ini rupanya menjadi kebutuhan masyarakat. Jadi, kami tentu tidak bisa bekerja sendiri.
KemenPPPA dibantu oleh mitra-mitra pembangunan yang punya banyak model bagaimana cara menjelaskan kesehatan reproduksi dengan boneka maupun media-media lainnya,” kata Rini menjelaskan.
Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA mengaku bahwa cara ini lebih mudah dipahami.
“Kalau ini terus kita bicarakan, kita diskusikan mulai dari tingkat desa, lama kelamaan ini menjadi suatu hal yang biasa.
Dan juga, tidak lagi ada kata-kata ‘bersayap’ dalam menjelaskan kepada anak-anak kita, juga masyarakat di tingkat desa dapat lebih memahami dengan jelas,” harapnya.
Edukasi kesehatan reproduksi pada dasarnya sudah tertuang dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Pasal 54 menyatakan, "Upaya Kesehatan reproduksi ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan."
Selanjutnya, "Upaya Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan; b. pengaturan kehamilan, pelayanan kontrasepsi, dan Kesehatan seksual; dan c. kesehatan sistem reproduksi."
Pasal 50 lebih menekankan pada kesehatan pada remaja, termasuk dalam hal kesehatan reproduksinya.
"Jadi, kalau ditanya pentingkah kesehatan reproduksi dikenal kepada anak remaja, ini tentu sangat penting,” ucap Rini.
Baca Juga: Ternyatak Tak Sama, Ini Perbedaan Pemeriksaan Kesehatan Reproduksi pada Laki-laki dan Perempuan
“Karena, dengan mengenal informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang benar, mendapatkan informasi yang baik dan benar, tentu anak remaja dapat menjaga serta memelihara reproduksinya, juga mengetahui bagaimana proses reproduksi itu bisa dilakukan bagi tubuh kita,” kata Rini menyampaikan.
Dirinya menegaskan, edukasi mengenai kesehatan reproduksi itu harus diberikan kepada anak sedini mungkin.
"Karena, anak-anak sekarang itu kalau kita lihat periodisasi usia anak bahwa tubuh anak, globalisasi, juga pengaruh dari berbagai macam hal itu reproduksi setiap anak berbeda-beda," ungkapnya.
Di usia PAUD, orangtua bisa mulai mengajarkan anaknya terkait bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang dewasa lain, selain orangtuanya.
Kemudian, bagaimana cara mencuci atau bahkan membersihkan bagian intim setelah buang air kecil dengan benar.
"Itu harus dijelaskan dengan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti (sesuai tingkatan usia anak)," tegas Rini.
"Nah, berbeda dengan anak-anak pada tingkatan usia yang sudah mulai menstruasi kemudian juga sudah mengalami berbagai macam pertumbuhan dari sisi bodinya ya. Ini tentu berbeda cara mengenalkan kesehatan reproduksinya," lanjutnya menjelaskan.
Misalnya, di usia 10-13 tahun atau usia 15-25 tahun yang harus disesuaikan bahasanya ketika menjelaskan.
Rini menyampaikan, tujuan dikenalkannya kesehatan reproduksi ini adalah untuk mencegah berbagai macam bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual.
Kemudian juga, agar anak baik perempuan maupun laki-laki dapat bertanggung jawab untuk menjaga sekaligus memelihara alat reproduksinya dengan baik.
Sehingga, dapat mencegah risiko perkawinan anak serta kehamilan di usia anak yang tidak diinginkan.
Baca Juga: Perempuan dengan Dismenore Menandakan Kesehatan Reproduksi yang Kurang Baik, Benarkah?
Rini mengatakan bahwa ada perbedaan dalam pemberian edukasi kesehatan reproduksi, baik itu sesuai tahapan usia maupun jenis kelamin anak tersebut.
"Untuk anak laki-laki, tentu (pemberian edukasi) dilakukan oleh ayahnya. Jadi, peran ayah sangatlah penting untuk memberikan edukasi kesehatan reproduksi kepada anak laki-laki," ujar Rini.
"Dari ibu juga memiliki peran penting untuk mengedukasi kesehatan reproduksi kepada anak perempuan," lanjutnya.
Tak sampai di situ. Rini juga menegaskan para orangtua untuk tidak memberikan penjelasan dengan kata-kata 'bersayap'.
“Misalnya, kalau menjelaskan tentang alat reproduksi ya langsung saja disebut. Baik itu vagina ataupun penis.
Jangan ada kata-kata 'bersayap'-nya,” tegas Rini.
Terlebih, jika remaja telah mengalami berbagai perubahan drastis pada tubuhnya.
Misalnya, payudara yang semakin membesar dan mulai menstruasi pada anak perempuan.
Atau, suara yang semakin berat dan sering mengalami mimpi basah pada anak laki-laki.
Kemudian, lanjutnya, orangtua juga harus mendengarkan apa yang diperoleh atau didapat anak dari lingkungan teman-teman pergaulannya.
"Itu harus kita dengarkan, kemudian kita berikan penjelasan sesuai dengan kebutuhan anak," pesan Rini.
Baca Juga: Pemeriksaan Kesehatan Reproduksi Sangat Penting bagi Catin, Ini Kata Kepala BKKBN
Rini bahkan menyarankan, untuk memberikan edukasi dalam bentuk gambar ataupun video kepada anak untuk mempermudah penjelasan.
Menurutnya, apabila pemberian edukasi kesehatan reproduksi diberikan secara verbal saja, anak akan tampak seperti mengawang-awang dan tidak dapat tergambarkan dengan baik.
"Jadi, harus ada gambar atau video yang secara nyata bisa dilihat oleh anak-anak.
Harus lebih jelas dan terang untuk menjelaskan kepada anak-anak kita," katanya berpesan.
Tak lupa juga, Rini mengingatkan orangtua untuk memberikan edukasi terkait dampak buruk apabila kesehatan reproduksi tidak dijaga dengan baik kepada anak.
"Akan banyak terjadi gangguan kesehatan akibat tidak dijaga kebersihannya," sebutnya.
"Kemudian kalau tidak dijaga juga pergaulannya, ini bisa berdampak lebih serius kepada anak-anak kita. Tidak hanya remaja perempuan, tapi juga remaja laki-laki," tutup Rini.
Maka dari itulah, jangan sampai Moms dan Dads lewatkan pemberian edukasi penting tentang kesehatan reproduksi kepada buah hati sedini mungkin.
Selain untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, pemberian edukasi kesehatan reproduksi sangatlah penting.
Hal ini dapat membuat remaja semakin mengenal diri dan sadar untuk menjaga kesehatan tubuhnya.
Semoga artikel diatas bermanfaat ya, Moms dan Dads.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR