Pelaku KDRT sering menggunakan taktik manipulasi untuk mengontrol pikiran dan emosi korban.
Hal ini menciptakan rasa ketergantungan emosional yang sulit untuk diatasi, sehingga korban merasa sulit untuk melepaskan diri karena takut dan merasa terikat secara emosional.
Pelaku KDRT sering mengisolasi korban dari keluarga, teman-teman, dan dukungan sosial lainnya.
Isolasi ini dapat membuat korban merasa terperangkap dan tanpa jaringan dukungan yang cukup.
Tanpa sokongan dari lingkungan sosial, korban merasa kesulitan untuk membuat keputusan besar seperti melepaskan diri dari hubungan yang berbahaya.
Pelaku KDRT sering menggunakan ancaman kekerasan lanjutan sebagai cara untuk mengendalikan korban.
Rasa takut akan konsekuensi kekerasan yang lebih parah atau bahkan ancaman terhadap keluarga korban dapat membuatnya merasa tidak memiliki pilihan selain bertahan dalam hubungan yang beracun.
Ketergantungan finansial juga menjadi faktor penting yang membuat korban KDRT sulit untuk lepas dari pasangannya.
Jika korban bergantung pada pasangan untuk dukungan finansial, kekhawatiran kehilangan sumber pendapatan atau akses terhadap aset dapat menjadi penghalang besar dalam upaya melepaskan diri.
Pelaku KDRT sering menggunakan siklus kekerasan dan perbaikan hubungan sebagai cara untuk mempertahankan kendali.
Setelah episode kekerasan, pelaku mungkin menunjukkan penyesalan dan janji-janji untuk berubah.
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR