Nakita.id – Tuberkulosis (TB) tidak hanya dapat terjadi pada orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Berdasarkan data WHO pada tahun 2020, diperkirakan 10 juta orang menderita TB di seluruh dunia.
Data ini terdiri dari 5,6 juta laki-laki, 3,3 juta perempuan, dan 1,1 juta anak-anak.
Melihat tingginya angka tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan pun kian gencar melakukan pendeteksian.
“Pendeteksian adalah langkah awal untuk bisa mengobati pasien TBC, sehingga tahun 2022 dilakukan deteksi TBC besar-besaran,” ujar dr. Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Jumat (29/12/2023).
Lebih lanjut, dr. Syahril mengatakan, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga sudah meminta seluruh jajaran kesehatan untuk memprioritaskan pencarian para penderita TBC, sehingga 90% dari jumlah itu dapat terdeteksi di tahun 2024.
“Kemenkes menargetkan pencapaian deteksi TBC sebesar 90% pada 2024. Upaya skrining besar-besaran sudah dimulai sejak 2022,” ucap dr. Syahril.
Berbicara soal deteksi TB, hal ini juga bisa Moms lakukan sendiri, lo.
Umumnya, TB akan menunjukkan sejumlah gejala jika menginfeksi tubuh.
Namun, perlu Moms ketahui bahwa gejala TB orang dewasa dan anak ternyata berbeda.
Lantas, apa perbedaannya?
Baca Juga: Ibu Hamil TBC, Apakah Akan Menular ke Janin? Ini Penjelasannya
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Nakita telah mewawancarai secara eksklusif dr. Nurvidya Rachma Dewi, Sp. P, Dokter Spesialis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi RS Pondok Indah - Pondok Indah.
“Kasus penyakit TB di Indonesia memang tinggi, Indonesia berada di posisi kedua di seluruh dunia
Di atas Indonesia itu, ada China, India, tapi China sekarang bisa turun, kemudian India yang naik. Tapi, Indonesia tetap bertahan di ranking kedua,” ujar dr. Nurvidya saat dihubungi oleh Nakita via telepon, Jumat (22/12/2023).
Menurut dr. Nurvidya, ada banyak faktor penyebab kasus TB di Indonesia terbilang tinggi.
Mulai dari ketidakpatuhan pasien untuk berobat, kurangnya ketersediaan obat, hingga pemantauan pasien.
“Mengapa demikian? Inilah yang selalu menjadi permasalahan. Kita selalu merencanakan untuk bebas TB, tetapi dari data yang terakhir didapat justru menyatakan bahwa pengidap TB ini mengalami kenaikan,” kata dr. Nurvidya.
“Adakah faktor khusus yang menyebabkannya, bisa dibilang penyakit TBC itu multifaktorial. Jadi, tidak bisa dikatakan hanya karena ketidakpatuhan pasien untuk berobat. Itu memang salah satu faktor, tapi pembiayaan, pelayanan kesehatan, pemantauan pasien, itu juga semua memengaruhi,” ungkap dr. Nurvidya.
“Oleh sebab itu, program TB tidak hanya bisa dipegang oleh satu pihak, tapi merupakan program nasional bahkan di seluruh dunia. Karena, untuk mencegah TB dibutuhkan kebijakan dari pemerintah, ketersediaan tenaga kesehatan, obat, dan lain-lain,” sambungnya.
“Sebagai informasi, TB terdiri dari dua jenis, yaitu TB paru dan TB ekstra paru. Yang perlu diwaspadai adalah TB paru, karena itu menular dan lebih aktif,” ujar dr. Nurvidya.
Adapun gejala klasik TB paru yang biasanya terjadi seperti:
Baca Juga: Penjelasan Cara Membersihkan Paru-paru Bekas TBC, Bisa Pakai Bahan Alami
- Batuk yang berlangsung lama lebih dari dua minggu dan mengeluarkan darah
- Sesak napas
- Demam hilang timbul dan keringat malam
- Nafsu makan dan berat badan turun
“Tetapi, banyak juga yang tidak mengalami gejala klasik tersebut. Bisa jadi karena daya tahan tubuh yang baik, sehingga tidak muncul gejala, tapi baru terlihat saat pemeriksaan kesehatan,” sambung dr. Nurvidya.
Seperti halnya orang dewasa, anak-anak juga bisa terinfeksi tuberkulosis.
Namun, yang perlu diingat para orangtua adalah gejala TB pada anak berbeda dari orang dewasa.
“Anak-anak cenderung jarang yang sampai batuk-batuk, patofisiologinya juga berbeda pada anak. Maka dari itu, sering dikatakan kalau TB dialami oleh anak, pasti ketularan oleh orang yang lebih tua atau di sekitarnya,” ujar dr. Nurvidya.
Salah satu gejala yang kerap terjadi saat anak mengalami TB adalah berat badannya yang stagnan.
“TB yang dialami oleh anak biasanya adalah TB kelenjar, baru diketahui ketika berat badan anak tidak kunjung bertambah, susah makan, dan sebagainya. Jadi, patofisiologinya agak berbeda, terapinya juga berbeda,” ungkap dr. Nurvidya.
Untuk mencegah TB pada anak, Moms perlu melakukan vaksin BCG.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Obat Herbal untuk Atasi Gejala Penyakit TBC Sebelum Parah
“Vaksin BCG merupakan vaksin wajib untuk mencegah TBC pada anak. Sebaiknya pemberian vaksin BCG diberikan pada anak sejak kecil,” saran dr. Nurvidya.
Untuk pengobatan TB, dr. Nurvidya menjelaskan ada dua jenis, yaitu pengobatan TB sensitif obat dan TB kebal obat. Karena itu, lama waktu pengobatan keduanya pun berbeda.
“Proses pengobatan TBC dilakukan setelah terdiagnosis TB. Untuk TB yang sensitif obat, pengobatan dilakukan minimal enam bulan, bisa lebih, tapi tidak bisa kurang dari enam bulan.
Untuk TB yang kebal obat, pengobatan bisa lebih lama. Tapi, kedua jenis TB ini tidak boleh putus minum obat, karena jika putus dikhawatirkan kuman akan bermutasi dan nantinya jadi kebal obat,” jelas dr. Nurvidya.
Untuk menghindari pasien putus minum obat ditengah jalan, biasanya dari awal dokter akan meminta pasien untuk berkomitmen menjalankan pengobatan.
Seperti halnya pengobatan pada umumnya, pengobatan TB juga dapat menimbulkan efek samping.
“Ada beberapa efek samping yang mungkin muncul selama pengobatan TB. Yang paling sering dialami adalah reaksi alergi terhadap obat, dan masing-masing obat juga memiliki efek samping yang bisa mengganggu berbagai macam organ.
Oleh karena itu, pengobatan TBC harus dipantau dan jika terjadi reaksi yang mengganggu atau berat langsung kontrol ke dokter,” ungkap dr. Nurvidya.
Meski begitu, Moms tak perlu khawatir, karena efek samping ini juga bisa tidak muncul.
Ya, tidak semua orang akan merasakan reaksi yang mengganggu dari pengobatan TB.
“Tentu saja bisa. Maka dari itu, pasien tidak usah khawatir pengobatannya lama, karena TBC bisa sembuh sepenuhnya,” pungkas dr. Nurvidya.
Baca Juga: Berikut Jenis Protein Hewani yang Efektif untuk Penyembuhan TBC
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR