Nakita.id - Berikut rangkuman PAI Kelas XI pada kurikulum merdeka dengan materi Bukti Beriman: Memenuhi Janji, Mensyukuri Nikmat, Memelihara Lisan, Menutupi Aib Orang Lain.
Pada materi ini, berisi mengenai sub bab soal janji, mulai dari pengertian, jenis janji, hingga balasan janji.
Baik janji kepada Allah dan janji kepada sesama manusia.
Penjelasan selengkapnya mengenai janji akan diulas dalam artikel ini.
Yuk, disimak!
Adapun padanan kata Janji dalam bahasa Arab adalah ‘aqad’.
Melalui kata ini, muncul kata yang sering kita dengar, yakni akad, akidah, atau akad nikah.
Menurut bahasa, akad berarti perjanjian atau ikatan yang kuat.
Jadi, memenuhi janji merupakan kewajiban dan menjadi tanda orang itu beriman atau tidak.
Itu sebabnya, jika dikaitkan dengan makna bahasa, maka janji itu harus ditepati dan dipenuhi, dan kita diingatkan bahwa setiap janji akan diminta pertanggung jawaban.
Memenuhi janji menjadi faktor penting keberhasilan dan kesuksesan seseorang.
Begitu juga sebaliknya, coba amati di sekeliling kalian, orang yang selalu menepati janjinya, akan dipercaya semua orang. Ia selalu dicari keberadaannya, karena jiwa amanahnya sudah membekas di hati banyak orang.
Baca Juga: Hukum dan Niat Bacaan Puasa Nazar, Dijalankan Bagi yang Mempunyai Janji
Jika tidak ada modal, banyak menyodori untuk membantunya, dan masih banyak lagi keuntungan yang didapatkan. Belum lagi, di akhirat nanti.
Sebaliknya, orang tidak menepati janji, hidupnya sangat mengenaskan, tidak dipercaya orang.
Boleh jadi, ada orang yang bisa mengelabui semua orang, tetapi si pelaku ini, tidak akan bisa kembali kepada orang-orang yang sudah ditipu, apalagi di zaman sekarang ini, dunia komunikasi begitu mudahnya dapat diakses, hancur sudah karirnya, dan sangat sulit mengembalikan reputasi yang sudah dibangun bertahun-tahun.
Itu sebabnya, jika ditinjau dari sudut pandang Islam, memenuhi janji harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Jika tidak! Seseorang itu, sudah terlibat dalam dosa. Sementara dosa sendiri, mengakibatkan suram dan terhalangnya kegiatan yang sudah dirancang.
Artinya susah dan sulit mencapai keberhasilan.
Lalu, kita diingatkan, bahwa salah satu tanda orang munafik adalah tidak amanah akan janji yang sudah diikrarkan.
Adapun janji dibagi menjadi 2, yaitu janji kepada Allah dan janji kepada sesama manusia.
Mungkin terasa ganjil dan ada yang bertanya, kapan saya berjanji kepada Allah Swt.
Jawabannya, ternyata sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, bahwa semua manusia tak terkecuali pernah melakukan penjanjian kepada Allah Swt.
(di alam ruh/rahim) dan bentuk janjinya adalah nanti jika sudah di dunia akan mengimani Allah sebagai Rabb-Nya dan berjanji menjadi hamba-Nya yang taat. Sebagaimana firmannya dalam surat al a'raf Ayat 172:
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّكَ مِنۡۢ بَنِىۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُهُوۡرِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَ اَشۡهَدَهُمۡ عَلٰٓى اَنۡفُسِهِمۡ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰى ۛۚ شَهِدۡنَا ۛۚ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنۡ هٰذَا غٰفِلِيۡنَ
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (Q.S. al a'raf Ayat172)
Ayat ini dengan jelas menyampaikan bahwa setiap manusia saat berada di alam ruh/rahim sudah menyampaikan janji setia untuk bertauhid dan menjalani hidup di dunia yang didasari fitrah, karena fitrah itu sebenarnya jati diri manusia (pahami juga isi kandungan Q.S. ar-Rum/30: 30).
Misalnya, saat kita melakukan kebaikan (amal shaleh), hati menjadi tenteram, sebaliknya setiap melakukan keburukan atau dosa, kebimbangan dan keresahan hati yang didapat.
Itulah fitrah yang seharusnya memandu setiap langkah manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Janji kepada manusia adalah janji-janji yang sudah dibuat dan disepakati, baik sebagai pribadi maupun dengan lembaga atau pihak lain.
Melalui janji-janji inilah reputasi dan nama baik dipertaruhkan. Sekali atau beberapa kali janji tidak ditepati, tanggung sendiri akibatnya.
Seperti paparan di muka, sulit sekali menumbuhkan kepercayaan, jika orang atau pihak lain sudah pernah dicederai atau dilukai, akibat janji yang tidak ditepati. Hanya Islam menggariskan, bahwa tidak semua janji itu ditunaikan.
Janji yang dibuat di antara sesama manusia, seperti perdagangan, perniagaan, pernikahan dan sebagainya, silakan ditunaikan, asalkan tidak ada penjanjian yang bertentangan dengan syariat Islam.
Seperti Sabda Rasulullah Saw.: “Setiap syarat (ikatan janji) yang tidak sesuai dengan Kitabullah, menjadi batil, meskipun seratus macam syarat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jika kalian melihat dengan cermat, keadaan di sekitar kalian, nampak jelas balasan orang yang memenuhi janji, dan orang yang tidak memenuhi janji.
Orang yang berhasil, tentu memiliki prinsip hidup yang kuat dan kokoh, termasuk memenuhi janji.
Sebaliknya, orang yang terpuruk dan terhempas, biasanya hidupnya kurang kuat dalam memegang prinsip. Saatnya kalian memilih yang mana?
Al-Qur’an sering memberi tamtsil atau contoh untuk dijadikan pelajaran.
Misalnya yang terjadi pada Bani Israil yang sering mengingkari janjinya, akibatnya ketidaktentraman hidup yang didapat, bahkan nilai-nilai keimanan diingkari juga, termasuk memusuhi dan dan membunuh sebagian para rasul yang diutus kepada mereka.
Tentu kisah buruk ini, semestinya jangan dicontoh. Pahami lebih lanjut Q.S. al-An’ām/6: 152 dan Q.S ar-Ra’d/13: 20.
Berikut ini, manfaat memenuhi janji, antara lain:
1. Mendapatkan predikat sebagai muttaqin dan menjadi sebab tergapainya sifat muttaqin (Q.S. Ali Imrān/3: 76).
2. Menjadi sebab datangnya keberhasilan, keamanan dan ketenteraman, serta jauh adanya konflik dan perselisihan.
3. Menghindari pertumpahan darah, dan terjaga dari mengambil hak orang lain, baik dari pihak muslim atau non muslim (Q.S. al-Anfāl/8: 72).
4. Dapat menghapus kesalahan, dan menjadi sebab dimasukkan ke dalam surga (Q.S. al-Baqarah/2: 40, dan Q.S al-Māidah/5: 12).
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR