Nakita.id – Alergi susu sapi adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insidensi 2-3% pada tahun pertama kehidupan.
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa prevalensi alergi susu sapi pada anak Indonesia sekitar 2-7,5%, dengan protein susu sapi menjadi alergen kedua yang paling umum setelah telur.
Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam susu sapi yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Salah satu hal yang kerap menjadi pertanyaan adalah apakah alergi susu sapi pada anak bisa hilang dengan sendirinya atau tidak.
Untuk menjawab hal tersebut, berikut ini penjelasan selengkapnya dari Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K) selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi.
Saat anak mengalami alergi susu sapi, ada beberapa gejala yang akan muncul, seperti:
Diare (53%)
Kolik (27%)
Urtikaria atau biduran (18%)
Dermatitis atopik (35%)
Asma (21%)
Baca Juga: Apa Dampak Alergi Susu Sapi pada Tumbuh Kembang Anak? Berikut Penjelasan dari Ahli Beserta Solusinya
Rinitis (20%)
Anafilaksis (11%)
Dalam webinar Bicara Gizi “Alergi Susu Sapi”, Selasa (25/6/2024), Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K) selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi mengatakan,
“Gejala alergi susu pada anak dapat berbeda, tapi beberapa yang paling umum meliputi ruam pada kulit, gatal-gatal, bahkan diare. Selain itu, alergi susu sapi juga dapat menyebabkan masalah pernapasan yang serius, seperti anafilaksis.”
Prof. Budi juga menekankan pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut sejak dini dan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.
“Tata laksana dan langkah penting lain yang harus dilakukan oleh orang tua adalah menghilangkan susu sapi dari diet anak, mencari sumber nutrisi alternatif yang memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta kandungan gizi mikro seperti vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam fase pertumbuhan anak.” jelas Prof. Budi.
“Langkah selanjutnya termasuk membaca label makanan dengan cermat, dan memantau pertumbuhan anak secara rutin. Strategi penanganan ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mengurangi dampak negatif ASS, sehingga anak-anak dengan ASS dapat menjalani kehidupan yang lebih sehat dan bekembang secara optimal,” tambahnya.
Dampak alergi susu sapi pada anak dapat bervariasi dari ringan hingga berat, dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh.
Dalam jangka pendek, alergi susu sapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan, serta kesulitan makan dan tidur.
Dampak jangka panjangnya dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, dan keterlambatan pertumbuhan.
Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik lain, seperti asma atau eksim, di kemudian hari.
Baca Juga: Tanda-tanda Anak Alergi Susu Sapi, Salah Satunya Kulit Ruam dan Eksim
Sementara itu, dari sisi psikologi, alergi susu sapi dapat menyebabkan stres pada anak dan orang tua, bahkan menurunkan kualitas hidup Si Kecil.
“Alergi tidak bisa hilang. Seorang anak yang punya bakat alergi, akan terus ada dalam tubuhnya. Tetapi, penyakit alerginya ini tidak akan muncul kalau kita mencegah.” ujar Prof. Budi.
Salah satu cara untuk mencegah alergi susu sapi kembali terjadi adalah menghindari produk susu sapi secara total.
“Anak yang sudah didiagnosa alergi susu sapi, maka harus dilakukan tata laksana yang cepat dan tepat. Salah satunya penghindaran produk susu sapi secara total dan mencari penggantinya. Tapi, secara alamiah, anak yang alergi susu sapi ini dapat mengalami remisi, yaitu tidak alergi lagi terhadap susu sapi, tapi tidak sampai 100 persen.” jelas Prof. Budi.
“Jadi, tahun pertama sekitar 50 persen, tahun kedua sekitar 70-80 persen, dan tahun ketiga sampai 90 persen. Jadi, tidak sampai 100 persen. Sekarang apakah anak kita ini termasuk yang 70 persen, 90 persen, atau jangan-jangan anak ini justru masuk yang 10 persen tidak akan mengalami remisi. Jadi, orang tua tetap harus melaksanakan tata laksana yang optimal jika telah didiagnosa alergi susu sapi.” sambung Prof. Budi.
Hal tersebut disampaikan Prof. Budi dalam acara Bicara Gizi yang diselenggarakan oleh Nutricia yang berkolaborasi dengan PrimaKu, dengan tema “Tangani Alergi Susu Sapi (ASS) pada Anak dengan Cepat dan Tepat sebelum Terlambat”.
Nutricia merupakan perusahaan yang fokus pada pemenuhan gizi pada tahap awal kehidupan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak melalui nutrisi yang optimal.
Nutricia juga berinvestasi dalam riset dan pengembangan dengan berbagai mitra global, termasuk orang tua, praktisi kesehatan, universitas, dan lembaga pemerintah.
Melalui webinar Bicara Gizi, Nutricia ingin menekankan mengenai dampak jangka pendek dan jangka panjang alergi susu sapi terhadap perkembangan anak, serta pentingnya penanganan yang cepat dan tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
“Sebagai perusahaan yang berfokus pada nutrisi di Indonesia, Nutricia menyadari bahwa alergi susu sapi menjadi alergen makanan kedua dan paling umum yang dialami oleh anak Indonesia, sehingga penanganannya harus dilakukan secepat dan setepat mungkin untuk menghindari dampak yang terjadi di kemudian hari,” papar Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin.
“Sesuai komitmen Nutricia yang hadir untuk membawa kesehatan kepada masyarakat, program Bicara Gizi ini secara konsisten kami lakukan untuk memberikan edukasi kepada para orang tua mengenai pentingnya nutrisi dan pola asuh untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak Indonesia.” tutupnya. (*)
Baca Juga: Pilihan Terbaik Snack Bayi untuk Si Kecil yang Alergi Susu, Camilan Sehat Cek di Sini!
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR