Siraman ini melambangkan penyucian diri serta harapan agar ibu dan janin selalu bersih, sehat, dan terlindungi dari segala macam halangan.
Prosesi siraman biasanya dilakukan oleh para sesepuh keluarga, seperti orang tua atau kerabat dekat yang dianggap memiliki kehidupan yang baik dan penuh berkah.
Air yang digunakan dalam siraman tersebut juga diisi dengan bunga-bunga beraneka warna, seperti mawar, melati, dan kenanga.
Bunga-bunga ini melambangkan keharuman dan keindahan, yang diharapkan akan turut mengiringi kehidupan sang bayi kelak.
Selain siraman, dalam tingkeban juga dilakukan ritual "angrem" atau mengerami, di mana calon ibu duduk di atas tikar yang di bawahnya diletakkan telur ayam kampung yang masih utuh.
Ritual ini memiliki makna agar kelak sang ibu dapat melahirkan bayi yang sehat, seperti induk ayam yang mengerami telurnya hingga menetas.
Telur tersebut kemudian dipecahkan dan digunakan untuk prosesi lanjutannya.
Ada juga prosesi mengganti tujuh kain batik atau "mbeset", yang melambangkan tujuh tahapan kehidupan yang akan dilalui oleh sang anak.
Kain-kain ini memiliki motif batik yang berbeda-beda, masing-masing dengan makna tersendiri.
Misalnya, motif "parang" yang melambangkan kekuatan dan keteguhan, atau motif "sidomukti" yang melambangkan harapan akan kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Baca Juga: Ibu Hamil Boleh Umroh? Belajar dari Kehamilan Erina Gudono
Tingkeban bukan hanya tentang ritual dan simbolisme, tetapi juga mengandung makna spiritual yang dalam.
Ibu Hamil Tidak Boleh Duduk Terlalu Lama, Ini Risiko dan Solusi untuk Kehamilan Sehat
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Aullia Rachma Puteri |
KOMENTAR