Nakita.id - Pantangan atau larangan makanan tertentu sering kali diberikan kepada ibu menyusui dengan tujuan agar ASI yang dihasilkan lebih sehat dan bayi terhindar dari masalah kesehatan.
Namun, terlalu banyak pantangan pada ibu menyusui justru bisa menimbulkan dampak yang kurang baik, baik bagi ibu maupun bagi bayinya.
Berikut adalah beberapa dampak yang dapat timbul jika ibu menyusui terlalu sering diberikan pantangan makanan, mengutip dari MomJunction.
Terlalu banyak pantangan bisa menyebabkan ibu menyusui kekurangan nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh, seperti protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral.
Nutrisi ini sangat penting karena ibu membutuhkan asupan lebih untuk mendukung produksi ASI yang cukup dan berkualitas.
Misalnya, jika terlalu banyak membatasi konsumsi makanan yang kaya akan zat besi, protein, atau kalsium, ibu bisa mengalami kelelahan, anemia, hingga penurunan kualitas ASI.
Beberapa pantangan makanan dipercaya dapat mengurangi produksi ASI, padahal tidak semua pantangan ini benar-benar memiliki dasar ilmiah.
Kekurangan kalori dan nutrisi bisa menyebabkan produksi ASI menurun.
Jika ibu menyusui tidak mendapatkan asupan energi yang cukup dari makanan, tubuh akan kekurangan bahan bakar untuk memproduksi ASI, sehingga produksi ASI bisa berkurang, bahkan mengakibatkan bayi tidak mendapatkan nutrisi yang cukup.
Nutrisi dalam ASI berasal dari asupan makanan ibu.
Jika makanan ibu terbatas akibat terlalu banyak pantangan, kualitas ASI yang dihasilkan mungkin tidak maksimal.
Baca Juga: Apa Saja Pantangan Ibu Menyusui Saat Bulan Suro? Mitos atau Fakta?
Misalnya, larangan untuk mengonsumsimakanan tertentu yang mengandung lemak sehat bisa mengurangi kandungan asam lemak esensial dalam ASI yang penting untuk perkembangan otak bayi.
Pantangan yang terlalu banyak dapat membuat ibu menyusui merasa tertekan dan khawatir terhadap asupan makanannya.
Stres yang berlebihan bisa memengaruhi hormon oksitosin yang berperan dalam produksi ASI, sehingga dapat berdampak negatif pada kelancaran menyusui.
Stres berlebih juga bisa membuat ibu merasa cemas, lelah, hingga rentan terhadap gangguan mental, seperti baby blues atau bahkan depresi.
Ibu menyusui yang terlalu sering diberi pantangan cenderung merasa ragu-ragu dalam memilih makanan.
Ketakutan untuk mengonsumsi sesuatu yang “tidak boleh” sering membuat ibu hanya mengonsumsi makanan terbatas dan kurang bergizi.
Kebiasaan ini bisa berisiko menghambat pemulihan pasca-persalinan dan mengurangi stamina untuk mengurus bayi.
Pantangan yang berlebihan juga dapat menghambat kehidupan sosial ibu.
Misalnya, ibu mungkin harus menolak banyak undangan atau acara keluarga karena khawatir terhadap makanan yang dihidangkan.
Pembatasan ini dapat membuat ibu merasa terisolasi, yang pada akhirnya berdampak pada kondisi psikologis dan emosionalnya.
Untuk mendukung kesehatan ibu dan bayi, penting untuk bijak dalam memberikan pantangan pada ibu menyusui.
Baca Juga: 4 Pantangan yang Harus Dihindari Ibu Menyusui, Tolong Catat Ya Moms!
Beberapa tips yang bisa diikuti antara lain:
Konsultasi dengan Ahli: Sebelum memberi pantangan makanan, sebaiknya berkonsultasi dengan ahli gizi atau dokter yang berpengalaman agar saran yang diberikan berbasis bukti ilmiah.
Perhatikan Keseimbangan Gizi: Pastikan ibu tetap mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, terutama yang kaya protein, zat besi, kalsium, dan lemak sehat.
Fokus pada Asupan yang Aman: Beberapa makanan memang perlu dihindari jika terbukti menyebabkan reaksi pada bayi, seperti makanan yang bisa memicu alergi atau gas berlebihan pada bayi.
Prioritaskan Kesehatan Mental: Selain asupan gizi, dukungan terhadap kesehatan mental ibu sangat penting agar ibu menyusui dapat merasa nyaman dan bahagia saat mengurus bayi.
Memberi pantangan kepada ibu menyusui perlu dilakukan dengan bijak dan sesuai dengan kebutuhan, bukan berdasarkan mitos atau anggapan yang tidak berdasar.
Fokus pada pola makan yang seimbang dan memberikan dukungan yang tepat akan membantu ibu menyusui merasa sehat dan nyaman, sehingga bayi dapat menerima ASI berkualitas untuk tumbuh kembang yang optimal.
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR