Ikan kaleng tidak memerlukan pendinginan, sehingga lebih mudah untuk disimpan dan didistribusikan, terutama di daerah-daerah yang jauh atau dengan fasilitas penyimpanan terbatas.
Dengan begitu, ikan kaleng jelas lebih praktis untuk program makan gratis, terutama jika distribusi ke daerah terpencil atau dengan akses terbatas.
Proses pengalengan pada ikan melibatkan pemanasan dalam suhu tinggi, yang bisa mempengaruhi beberapa nutrisi dalam ikan.
Namun, beberapa produk ikan kaleng mengandung bahan tambahan seperti garam atau minyak yang menambah kandungan kalori dan natrium.
Terlalu banyak konsumsi garam bisa berisiko meningkatkan tekanan darah, yang perlu diperhatikan pada penerima program makan gratis, terutama jika mereka memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Oleh karena itu, ketika menggunakan ikan kaleng, pilihlah produk rendah garam atau yang dikemas dalam air untuk mengurangi kadar natrium.
Ini bisa membantu mempertahankan manfaat kesehatan ikan tanpa efek samping dari bahan pengawet.
Pilihan antara ikan segar dan ikan kaleng juga memiliki dampak terhadap lingkungan.
Industri perikanan segar sering kali berhadapan dengan isu overfishing, terutama untuk spesies ikan tertentu yang memiliki permintaan tinggi.
Di sisi lain, ikan kaleng, terutama yang diproduksi secara massal, juga memberikan tekanan pada populasi ikan di lautan, meskipun beberapa produsen beralih ke sumber yang berkelanjutan.
Bagi program makan gratis yang peduli dengan keberlanjutan, memilih ikan dari sumber yang bertanggung jawab dan memperhatikan label “sustainable” bisa membantu mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan ini.
Baca Juga: Bolekah Ibu Hamil Makan Ikan Kembung? Ini Penjelasannya Moms
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Aullia Rachma Puteri |
KOMENTAR