Nakita.id - Selain makanan manis, gorengan tampaknya menjadi menu wajib orang Indonesia ketika berbuka puasa.
Rasanya aneh jika bakwan, risoles, tempe goreng, tahu goreng tak tersaji di meja.
Tak hanya orang Indonesia, kelezatan gorengan juga diakui oleh Anthony Bourdain, seorang pembawa acara kuliner sekaligus ahli kuliner dunia yang sempat bertandang ke Indonesia beberapa waktu lalu.
Rasa jajanan pinggir jalan Indonesia menjadi alasan mengapa orang ketagihan untuk membelinya lagi dan lagi, termasuk gorengan.
BACA JUGA: Nugget Pisang, Jajanan Kekinian yang Mudah Banget Dibikin Sendiri
Menurut Christine Gerbstadt, MD, RD, ahli diet dan juru bicara American Dietetic Association (ADA), karbohidrat yang terkandung dalam tepung yang membungkus gorengan menstimulasi hormon serotonin yang memicu suasana senang di hati.
Dengan kata lain, setelah sebuah makanan dianggap memiliki cita rasa yang enak, maka reseptor dalam otak sudah mencatat untuk memberikan kode agar seseorang memakannya lagi dan lagi.
Namun, ada bahaya yang mengintai jika mengonsumsi gorengan terlalu sering.
Kandungan lemak dalam minyak yang ada pada gorengan membuat gorengan sulit dicerna, terutama ketika gorengan menjadi makanan pertama yang dimakan setelah puasa.
Seharian berpuasa, perut dalam kondisi kosong sehingga harus bekerja lebih keras untuk mencerna lemak yang ada pada gorengan.
Karena sulit untuk dicerna, proses untuk mencerna gorengan akan memakan waktu lama sehingga dapat mengganggu dan menghambat saluran pencernaan untuk memproses zat gizi lain.
BACA JUGA: Salad Buah Jeli Stroberi, Enak dan Berguna Untuk Pencernaan
Source | : | Washington Post,WebMD |
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR