Nakita.id - Dengan semakin besar porsi makan dan semakin sering frekuensi makan, jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh anak pun jadi kebanyakan, sehingga suatu saat badannya pasti akan semakin melar.
Berikut dampak buruk pola makan salah yang berupa kebanyakan makan pada anak.
1. Dampak pada organ tubuh
Karena terlalu banyak makan dengan waktu yang seolah tanpa jeda, semua sel tubuh seakan-akan disuruh bekerja secara terus-menerus tanpa henti.
Bukan hanya sel-sel otot yang dipaksa bekerja, tapi juga seluruh organ vital lainnya, terutama hati, pankreas, dan ginjal.
Akibatnya, organ-organ tubuh ini jadi “kelelahan” sehingga akhirnya cepat rusak dan tak lagi bisa “direparasi”.
Dengan kata lain, yang bersangkutan akan cepat ambruk terkena komplikasi berbagai penyakit.
Dengan terbiasa makan gembul, dalam tubuh anak juga terdapat semakin banyak radikal bebas sehingga ikut memperparah kerusakan sel-sel.
Di satu pihak, sel-sel tubuh sudah sedemikian letih bekerja tanpa henti, di lain pihak sel-sel tubuh tak lagi bebas lantaran dikepung oleh radikal bebas.
Itulah mengapa, mereka yang makannya berlebih bisa dipastikan bertampang lebih tua daripada usia biologis yang sebenarnya karena radikal bebasnya yang begitu banyak merusak sel-sel di seluruh bagian tubuh.
3. Gangguan metabolisme
Kalau makan, makan, dan makan terus ini dibiarkan saja, lama-lama kadar trigliserin dalam darah bakal naik terus.
Soalnya, kalori berlebih yang didapat dari gula dan lemak, di dalam hati akan disimpan dalam bentuk sel lemak/trigliserida mengingat bentuk inilah yang paling kompak/ringkas karena hanya berupa ikatan karbon-karbon dengan oksigen yang lebih sedikit.
Kalau sudah begini, si anak makin berpeluang terkena gangguan metabolisme.
Komplikasi penyakit yang dideritanya pun semakin beraneka ragam, bisa saja jantung, ginjal, dan sederet penyakit lainnya.
Cara mengatasi
Untuk meluruskan pola makan yang salah ini, tak ada cara lain kecuali dengan membatasi porsi makan si anak sekaligus menanamkan keteraturan jadwal makan dan tidak membiarkan anak bersikap seenaknya terhadap makan.
Tentu saja, perubahan perlu dilakukan secara bertahap.
Jika sebelumnya anak minta makan tiap setengah jam sekali, secara bertahap tingkatkan menjadi 1 jam, lalu 1,5 jam, hingga akhirnya bisa mencapai 2 atau 3 jam sekali mengingat sepanjang rentang waktu itulah lambung membutuhkan waktu untuk mengolah makanan.
Begitu pun dengan porsi makannya. Awalnya, untuk makan besar/utama (pagi, siang, sore/malam), porsinya boleh tetap banyak asalkan anak lebih dulu harus menghabiskan porsi sayur dan buah yang disediakan.
Sayur dan buah-buahan akan meningkatkan gula darah namun tidak terlalu drastis.
Dengan demikian anak akan cepat kenyang sebelum ia menghabiskan makanan yang berasal dari gula/karbohidrat dan lemak.
Untuk itu, orangtua harus kreatif dan berpikir panjang bagaimana mengolah sayur agar cita rasa sayuran jadi enak hingga disukai anak.
Di luar jam makan besar/utama, secara bertahap kurangi porsinya.
Selain itu, minta anak belajar mengunyah makanannya dengan baik alias jangan terlalu cepat ditelan.
Mengunyah terlalu cepat hanya akan membuat sensor kenyang di otak tak mampu berkerja semestinya.
Makan terburu-buru memungkinkan anak makan 2 piring tanpa merasa kenyang, sementara separuh dari porsi yang sama mampu membuat anak merasa cukup kenyang bila disantap dengan tertib.
Jika anak merengek-rengek minta makan sebelum jam makan tiba, orangtua hendaknya tidak gampang menyerah.
Pintar-pintarlah mengalihkan perhatian anak ke hal-hal yang tak kalah menarik, seperti menggambar, bermain pasel atau susun balok, dan lainnya. Dengan begitu pikiran anak tidak terfokus hanya pada makanan.
Selain itu, orangtua juga harus tegas/disiplin dengan tidak menyediakan stok makanan secara berlebihan di rumah, terutama makanan tinggi kalori, seperti camilan gurih, kue tar, dan sebagainya.
Kalaupun ingin menyediakan stok, secukupnya saja.
Orangtua juga jangan menggampangkan masalah makan hanya dengan mengedepankan pentingnya anak gampang makan tanpa memerhatikan kualitas makan anak.
Contoh, membiasakan anak makan sambil nonton teve hanya akan membuat anak tidak mengenali rasa lapar dan kenyangnya.
Anak pun jadi tak menghargai makanan yang disajikan orangtuanya karena ia belajar bahwa makanan yang diiklankan di tevelah yang menarik dan enak untuk dimakan.
Tak kalah penting, seluruh anggota keluarga harus menunjukkan dukungan sekaligus empati bagi si bocah gembul ini agar tidak terjadi dampak buruk akibat kebanyakan makan.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
KOMENTAR