Pertama, seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain game.
Paul Hokemeyer, Ph.D., seorang terapis keluarga dan kecanduan menjelaskan yang dimaksud di sini ialah ketidakmampuan anak untuk mengatur aktivitas permainan mereka.
Meskipun mereka memiliki konsekuensi negatif.
Kedua, seseorang mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain.
Dalam hal ini Hokemeyer menjelaskan bahwa anak lebih memilih game dari pada bermain dengan teman-temannya, mengambil makanan, mandi, dan tidur.
Dimana pada dasarnya, bermain game mengalahkan semua kegiatan sehari-hari lainnya yang bahkan menyenangkan.
Ketiga, seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
Misalnya seperti kurangnya kinerja disekolah, kebersihan yang buruk, gizi atau tidur yang tidak terpenuhi, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Si Kecil Rewel dan Susah Menyusu? Bisa Jadi Gejala Tongue Tie
WHO mengatakan, ketiga hal ini terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat.
Selain itu, WHO mengatakan bahwa permainan di sini mencakup berbagai jenis permainan yang dimainkan seorang diri atau bersama orang lain, baik itu online maupun offline.
Meski begitu bukan berarti semua jenis permainan bersifat adiktif dan dapat menyebabkan gangguan.
"Bermain game disebut sebagai gangguan mental hanya apabila permainan itu menganggu atau merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan," menurut WHO.
BACA JUGA: Awas! Minuman ini Sebabkan Resiko Asma Pada Anak Sejak dalam Kandungan
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | live strong |
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR