Nakita.id - Saat orangtua menyebut anaknya dengan kalimat atau kata negatif, percayalah hal itu dilakukan karena dirinya sayang pada anaknya.
Kalimat dan atau kata negatif yang keluar dari mulut orangtua kepada anaknya, tidak lain dan tidak bukan supaya anaknya sadar dan bisa mengubah diri menjadi lebih baik.
Tapi ingat Moms, pemberian label kepada seseorang cenderung membuat orang lain melihat keseluruhan kepribadian si penyandang label, dan bukan pada perilakunya satu persatu.
Misalnya, melabel anak dengan sebutan 'anak malas' saat anak terlihat tidak bergairah untuk belajar, atau melabel 'anak bodoh' saat anak dapat nilai kurang memuaskan.
Baca Juga : Kewalahan, Pangeran Charles Ungkap Nakalnya George dan Charlotte
Sebenarnya, pelabelan tidak melulu berisi cap bermakna negatif semacam nakal, bandel, malas, jorok dan seterusnya.
Tapi labelling pada anak bisa juga yang bermakna positif, seperti pintar, rajin, cantik, hebat, kuat dan sejenisnya.
Berbicara mengenai label positif, anak-anak yang mendapat label positif umumnya akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih positif.
Baca Juga : Ringgo Ungkap Dirinya Sedih Karena Tingkah Sang Anak, Kenapa Ya?
Paling tidak, anak akan terpacu untuk mempertahankan label-label positif yang diterimanya itu.
la pun akan merasa malu jika bertindak atau bersikap tidak sesuai dengan labelnya.
Misalnya, anak yang mendapat label pintar menari, tentu akan terus tergerak untuk lebih giat berlatih.
Baca Juga : Ingin Membangun Rumah? Hati-hati 3 Permainan Kontraktor 'Nakal'
"Efek labeling itu sebenarnya ada yang positif ya, contohnya itu bisa memotivasi seseorang untuk mencapai seperti yang diharapkan," jelas Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psikolog anak & keluarga
Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI Depok.
Meski begitu, orangtua hendaknya jangan pula gampang mengobral label positf untuk anak.
Sebab, dampaknya sama tidak baiknya dengan label negatif.
Sebetulnya efek negatif labeling itu adalah membatasi.
Contohnya membatasi minat. Oh dia adalah penari yang handal, bisa saja dia termotivasi untuk memperbaiki tarinya dan sebagainya.
Tetapi hal tersebut bisa membuat dirinya tidak terlalu berminat untuk mecoba hal-hal lainnya, "Saya kan Jagonya nari, ngapain main basket", dan lain sebagainya.
Baca Juga : Anak Nakal itu Tandanya Ia Cerdas, Begini Penjelasannya Ya Bu!
Padahal siapa tahu, dia tak hanya pintar menari, atau dibidang lainnya bisa jadi dia lebih hebat dari menari.
Mengenai hal tersebut Psikolog Anak dan Keluarga, Ajeng Raviando, Psi, juga menjelaskan bahwa dirinya sering berhadapan dengan orangtua yang kerap memuji anak tidak sesuai dengan fakta dan berlebihan.
"Aku sering mengahadapi orangtua membanggakan anaknya pintar dalam suatu bidang, padahal faktanya tidak demikian."
Akibatnya, hal tersebut akan membuat anak terfokus mengembangkan kemampuannya dalam bidang tersebut.
"Padahal, belum tentu dirinya benar benar mempunyai minat dan bakat sesuai yang dinilai oleh ibunya," ungkapnya.
Misalnya, orangtua yang kerap memuji anak pintar, namun tidak menyebutkan secara spesifik, apa hal yang melatarbelakangi pujian tersebut.
Baca Juga : Begini Cara Mengenali Kebutuhan Emosi Anak Agar Ia Tak Jadi Anak Nakal dan Pembangkang
Maka anak akan cenderung menganggap dirinya pintar dalam semua bidang, dan akan sulit terfokus pada bidang yang menjadi minat dan bakatnya.
Tak hanya itu, sangat mungkin pula anak yang biasa menerima label positif akan tumbuh menjadi individu yang 'sombong', sebab ia tak bisa menerima kekurangan dan kelemahan dirinya akibat terlalu sering dipuji.
Akibatnya, anak akan gampang frustrasi jika tidak mencapai target yang ingin ia raih.
Selain itu, saat orangtua selalu memuji anak pintar dalam suatu bidang, padahal faktanya tidak demikian, maka saat anak mengikuti kompetisi di bidang tersebut dan kalah, maka hal tersebut akan membuatnya sangat tertekan.
Menurut Ajeng, sebenarnya pujian ataupun kritik terhadap anak merupakan hal yang wajar.
Namun, jangan sampai mengarah pada labelling yang akan berdampak negatif.
Agar pemberian pujian tak berdampak negatif, lontarkan saja pujian secara spesifik dan sesuai dengan tingkah laku anak sebenarnya.
Baca Juga : Setelah Sempat Marah dengan Ashanty dan Menyebut Sang Bunda Nakal, Justru Arsy Melakukan Hal Terpuji Ini
Jika anak memang memiliki keterampilan yang positif, semisal ia mempunyai kemampuan di bidang tertentu, pujilah perilakunya itu sesuai fakta.
Misalnya, "Kamu berhasil memenangkan lomba melukis karena kamu memang pandai melukis, mama sangat bangga, dan teruslah berlatih".
Sebaliknya, jangan segan memberikan kritik atau teguran, jika perbuatan anak dirasa tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Contoh, saat anak mendapatkan nilai yang kurang memuaskan pada mata pelajaran tertentu, sebagai orangtu kita wajib untuk bertanya, "Menapa hal tersebut terjad, nak?"
Bisa juga, "Mama lihat nilai matematika kamu kurang memuaskan, ada apa?"
Hal itu jauh kebih baik dibandingkan langsung memberikan label 'anak bodoh'.
Baca Juga : #LovingNotLabeling: Hati-hati, Memberikan Pujian Pada Anak Bisa Berbahaya Bila Dilakukan Dengan Cara Ini
Setelah anak menjelaskan, kita bisa memotivasinya kembali.
"Tidak apa nilai matematika kamu buruk, namun mama lihat nilai sejarah kamu baik, terus semangat ya memperdalam ilmu sejarah, sembari memperbaiki kekurangan kamu di mata pelajaran matematika".
Dengan cara ini, anak tidak akan merasa di judge dan dijatuhkan akibat kekurangan yang ia miliki.
Bagaimana Moms, sudah semakin paham kan jika sayang itu bukan melabel. #LovingNotLabeling
Penulis | : | Nia Lara Sari |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR