Fibrilasi Atrium adalah kelainan irama jantung, yakni detak jantung tidak menentu dan berisiko 5 kali lebih tinggi untuk selanjutnya mengalami stroke iskemik.
Data Riskesdas pada 2007 menunjukkan, jumlah penderita stroke di Indonesia adalah 8,3 per 1000 penduduk yang kemudian meningkat menjadi 12,1 per 1000 penduduk pada 2013.
Data lain dari Kementerian Kesehatan pada 2014 juga menunjukkan, bahwa stroke adalah penyebab kematian tertinggi yaitu 21,1% hampir 2 kali lipat mengalahkan penyakit jantung, diabetes dan hipertensi.
Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan angka kejadian stroke akan meningkat 2 kali lipat dalam 30 tahun ke depan dan menyasar negara berkembang.
Menjawab hal tersebut, studi XANAP yang dipublikasikan dalam the Jounal of Arrhythmia memaparkan kabar gembira bagi pasien penderita Fibrilasi Atrium di Indonesia.
Menariknya, studi ini merupakan studi pertama terbesar Asia yang melibatkan 126 pasien dari Indonesia yang meneliti penggunaan antikoagulan oral antagonis non vitamin K Rivaroxaban untuk pasien dengan gangguan ritme jantung non valvular fibrilasi atrium.
Hasilnya, Real world data menunjukkan pasien yang diterapi dengan Rivaroxaban risikonya lebih rendah untuk mengalami perdarahan dan stroke.
Baca Juga : Tanpa Operasi Plastik, Wajah Kencang dan Awet Muda Pakai Alat Ini
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR