Nakita.id - “Tak ada kemenangan yang sebanding dengan nyawa,” begitu isi cuitan Bambang Pamungkas sebelum Minggu (23/9/2018) membuat kembali terlarut dalam duka mendalam untuk suporter sepak bola Indonesia.
Mereka datang dengan gembira, merayakan pertandingan, pulang dengan rasa kekeluargaan.
Asian Games 2018 yang berlangsung di Indonesia kemarin membuat berbagai statement tentang kekejaman suporter Indonesia luntur.
Dari Sabang hingga Merauke, kita semua bergandeng tangan. Kami banyak merapatkan tangan, menengadah tangan memanjatkan doa, kemudian kami berpelukan, atas nama keberhasilan dan prestasi para atlet.
Akan tetapi, ada apa dengan dunia suporter sepak bola Indonesia sepanjang sejarah ini? Apa yang salah dari para suporter?
Duka kembali menyelimuti seluruh masyarakat Indonesia, khususnya bagi pecinta sepak bola di seluruh penjuru negeri.
Minggu (23/9/2018), setelah Indonesia dengan bangga menyuarakan nama Anthony Sinisuka Ginting yang berhasil melawan para raksasa bulu tangkis dunia di ajang China Open 2018, kita semua dibuat tertunduk.
Tertunduk seraya menyayangkan aksi kejam yang terjadi beberapa menit, tak lama setelah kemenangan Ginting.
Seorang suporter Persija Jakarta, atau yang menyebut dirinya The Jakmania, tewas meregang nyawa dalam pengeroyokan yang dilakukan suporter sebelum laga Persija vs Persib.
Namanya Haringga Sirla, The Jakmania Cengkareng yang nekat datang ke Gelora Bandung Lautan Api (GLBA) pada Minggu kemarin, untuk mendukung tim kesayangannya, Persija Jakarta.
Haringga tak datang menggunakan atribut, tetapi kedatangannya menyulut api emosi dari rivalnya.
Bambang Pamungkas telah mengingatkan para suporter Persija Jakarta untuk menonton di layar televisi sembari berdoa untuk kemenangan Persija Jakarta.
“Bagi seluruh pendukung @Persija_Jkt dimanapun kalian berada, dengan segala hormat tidak perlulah datang ke Bandung. Saksikan saja pertandingan dari layar kaca di Jakarta, jangan lupa selipkan doa agar kami dapat membawa pulang hasil positif ke Ibukota,” pesan laki-laki yang akrab disapa BePe, sehari sebelum peristiwa nahas itu terjadi. Tepatnya pada Sabtu (22/9/2018).
Sudah diingatkan, mengapa Haringga tetap datang ke Gelora Bandung Lautan Api (GBLA)? Bukankah Haringga tahu bahwa nyawanya akan terancam bila nekat? Dan bahkan terbukti, kedatangannya justru membuat waktunya di dunia ini berhenti selama-lamanya?
Padahal ia juga tahu bahwa laga Persija Jakarta kontra Persib Bandung selalu memicu perseteruan bahkan pertengkaran dari pihak suporter. Apakah ia sengaja datang untuk itu?
Firasat Orangtua Haringga Sirla
Baca Juga : Sehari-hari Berdagang Bensin, Anak Tamatan SD Jadi Salah Satu Tersangka Pengeroyokan Haringga Sirla
Ternyata kematian Haringga Sirla sudah difirasatkan oleh keluarga, terutama kedua orangtuanya.
Mirah, ibu korban mengaku mendapat firasat sejak Haringga pamit pergi.
"Minggu pagi sebelum berangkat ke Bandung, Ari (sapaan Haringga) pamitan sambil cium tangan saya," kata Mirah.
Padahal menurut penuturannya, Haringga, putera bungsunya itu jarang sekali pamitan sambil mencium tangannya.
Mirah pun sempat menegur sikap anaknya pagi itu yang tiba-tiba cium tangan sebelum berangkat ke Bandung.
"Tumben pamitnya cium tangan dulu," tuturnya.
Korban tak menghiraukan perkataan ibunya dan langsung pergi ke Bandung untuk menyaksikan laga tim sepak bola kesayangannya.
Selain itu, Siloam, ayah korban juga mendapat firasat tak enak dua hari sebelum anaknya berangkat ke Bandung.
"Lampu bagian depan rumah saya di Cengkareng tiba-tiba mati," ujar ayah korban.
Menurutnya, lampu bagian depan rumah baru saja diganti pada Jum'at (21/9) dan ia juga mengaku tak sempat bertemu Haringga sebelum berangkat ke Bandung lantaran masih tidur.
Ayah korban mengatakan akan melarang korban pergi jika tahu anaknya akan menonton bola di Bandung.
Bukan hanya keluarga, warga sekitar tempat tinggal Hinggar pun merasakan kehilangan atas kepergiannya.
Haringga tinggal di Jalan Bangun Nusa RT 13 RW 03, Cengkareng Timur, Cengkareng, Jakarta Barat.
Melansir dari Kompas.com, Haringga dikenal sebagai sosok anak laki-laki yang ramah dan baik kepada tetanga sekitar.
Nimin, Ketua RT 13 mengingat sosok Haringga yang hobi bermain futsal dan aktif kegiatan warga.
"Anaknya pendiam, engga neko-neko. Aktif juga ikut kegiatan warga. Kan di kampung kita engga ada lapangan, dia mainnya futsal," kata Nimin.
Rustam Effendi, tetangga Haringga juga mengenal begitu dekat sosoknya yang asyik dan mudah diajak kerja bakti.
"Anaknya sopan, kami aja kerja bakti mau. Cuman karena anak ini ibarat udah mendarah daging di bola, ke mana pun Persija pergi pasti dia ikut," jelas Rustam.
Begitu pula kata tetangga sebelah rumahnya, Salim yang menyebut Hinggar anak yang mudah berbaur dengan siapa pun.
"Baik-baik aja anaknya. Dari sekian anak (Jakmania) yang fanatik di sini, dia emang yang paling fanatik," ujar Salim.
Semasa hidup korban tinggal bersama ayah dan ibunya, ia adalah anak bungsu dari dua bersaudara.
Sehari-hari Hinggar bekerja di bengkel milik kakak iparnya, dan ayahnya bekerja secara serabutan lalu ibunya seorang ibu rumah tangga.
"Dia kerja di bengkel punya kakak iparnya," ujar Salim.
Narno mengetahui Haringga sebenarnya sudah diperingatkan oleh orangtuanya agar tidak pergi ke Bandung.
Baca Juga : Anthony Sinisuka Ginting dan Kisah Hidupnya, Jagoan Baru Indonesia yang Kalahkan Juara Dunia Tanpa Ampun!
"Dia sudah diwanti-wanti sama orangtuanya, dikasih tahu jangan ke sana (Bandung), cuma dia alasannya mau ke rumah temannya. Keluarganya sudah tahu di mana pun Persija main dia (selalu) ada," ungkap Narno dikutip dari Tribunnews.com.
Ya, begitu kurang lebih firasat orangtua dan juga keluarga Haringga sebelum kematian datang kepada takdir Haringga.
Kematian Haringga tak hanya disayangkan oleh masyarakat luas, juga disayangkan oleh pejabat tinggi Indonesia.
Bahkan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan bahwa lebih baik tidak ada liga sepak bola lagi.
“Saya sangat berduka cita atas meninggalnya suporter Persija atas nama Haringga Sirilla, warga Cengkareng tadi siang. Sangat kecewa dan menyesalkan tindakan biadab oknum Bobotoh yang menodai kemenangan tim Persib yg di dapat dgn susah payah. ______ Bagaimanapun, dalam situasi seperti ini, secara kemanusiaan, saya pribadi memohon maaf kepada keluarga korban dan rekan2 The Jak Persija. _______ Saya sudah meminta kepolisian untuk menangkap dan menghukum seberat-beratnya kepada oknum biadab yang terlibat. 5 tersangka sudah ditangkap dan ditahan di Polrestabes Bandung. ________ Semoga peristiwa ini menjadi pembelajaran untuk kita semua untuk tidak melakukan fanatisme berlebihan, karena merah putih dan Indonesia Raya kita masih sama. _______ Bagi saya lebih baik tidak ada liga sepakbola jika harus mengorbankan nyawa manusia. Hapunten,” begitu tulisnya. Sangat dalam, sangat menyayat!
Save Our Soccer
Ini bukan kali pertama suporter meregang nyawa akibat kelompok suporter lain di Indonesia.
Insiden yang bukan kali pertama ini dianggap sangat tak manusiawi oleh Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali.
Dalam press release-nya, ia menyebut bahwa kematian suporter menjadi masalah serius di sepak bola Indonesia.
Tetapi meski menjadi hal serius, ia sangat menyayangkan tidak adanya perhatian khusus dari berbagai stakeholders yang terlibat di sepak bola Tanah Air.
“Kasus kematian suporter menjadi masalah serius sepak bola Indonesia. Sayangnya, hal ini idak mendapatkan perhatian khusus dari PSSI, pihak klub dan pihak keamanan. Akhirnya satu nyawa lagi melayang saat laga Persib vs Persija di Stadion GBLA. Haringga Sirla tewas akibat dikeroyok,” tulis Akmal.
Meminjam ujaran dari Akmal, memang benar bila nyawa manusia terlihat sangat murah di sepak bolaIndonesia.
“Nyawa sangat murah di sepak bola Indonesia. Tak pernah ada penyelesaian baik secara hokum sepakbola maupun hukum kriminalitas secara tuntas.”
“Akhirnya, “membunuh” dianggap menjadi hal biasa di sepak bola Indonesia. Karena tidak ada antisipasi dan penanganan kasus secara serius dan tuntas.”
Ungkapan Akmal ini seolah sesuai dengan kejadian yang terjadi di dunia sepak bola Indonesia.
Lebih dari 60 Nyawa Meregang Demi Stadion
Melansir dari BolaSport.com, akhir 2017 lalu, Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Save Our Soccer (SOS) mencatat, hingga 2017, sebanyak 66 nyawa seolah dijadikan tumbal kejamnya suporter sepak bola Indonesia.
Mirisnya, korban tersebut telah jatuh sejak Liga Indonesia digulirkan pada 1994/1995.
Sebelum kematian Haringga, Rizal Yanwar Putra, The Jakmania juga dikabarkan meninggal dunia saat tengah menempuh perjalanan mendukung Persija Jakarta yang akan dijamu di Stadion Patriot Chandrabraga, Bekasi.
Kematian Rizal saat itu sudah menjadi catatan panjang SOS, karena kembali menambah korban tewas ‘tumbal nyawa’ suporter sepak bola.
Dan Haringga, menjadi korban ke 67 sepanjang sejarah.
67 bukan angka yang kecil, meski mereka para suporter tergabung dalam ratusan bahkan ribuan orang yang berpegangang tangan mendukung tim sepak bola masing-masing.
Dari 67 korban, Nakita.id merangkum korban kekerasan suporter sepak bola dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga : Kematian Suporter Persija Tinggalkan Luka, Cerita Kakak Haringga Sirla Buat Uya Kuya Menangis!
1. Rizal Yanwar Putra
Rizal meninggal dunia usai mengalami luka di sekujur tubuh dalam perjalanan mendukung Persija Jakarta saat dijamu Bhayangkara FC di Stadion Patriot Chandrabraga, Bekasi.
2. Ricko Andrean Maulana
Ricko (22) adalah salah seorang Bobotoh atau pendukung Persib Bandung yang meninggal dunia karena sekelompok orang mengiranya seorang The Jakmania.
Ia dikeroyok oleh sekelompok Bobotoh, saat istirahat pasca babak pertama pertandingan Persib melawan Persija di GBLA, Bandung, pada 22 Juli 2017.
Meski sudah membela diri dengan menunjukkan KTP Bandung, Ricko tetap dikeroyok hingga sempat tidak sadarkan diri.
Setelah dirawat 5 hari di RS Santo Yusup, Kota Bandung, akhirnya ia dinyatakan meninggal dunia.
3. Harun Al Rasyid
Harun Al Rasyid Lestaluhu (30) menjadi korban kekerasan yang dilakukan sekelompok orang beratribut Persib saat melintas di kawasan Tol Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, pada 6 November 2016.
Harun dan rombongan tengah melakukan perjalanan dari Solo menuju Jakarta.
Sehari sebelumnya, mereka baru saja menyaksikan laga antara Persija dan Persib di Stadion Manahan, Surakata.
Bus yang mereka tumpangi dilempari batu oleh sekelompok orang berkaos biru.
Untuk itu, rombongan keluar dan melakukan pengejaran.
Namun, Harun justru dikeroyok oleh massa yang juga membawa senapan angin. Ia pun tewas dalam kejadian itu.
4. Andika
Andika (15) yang merupakan pendukung Sriwijaya FC akhirnya tewas setelah mengalami pendarahan akibat 3 tusukan di perut dan kepala saat terjadi bentrok antarpendukung di Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang.
Kejadian naas itu terjadi pada 18 Februari 2014 saat Sriwijaya FC melawan kesebelasan asal Jepara, Persijap.
Seusai pertandingan yang dimenangkan oleh Sriwijaya itu, Andika dan teman-temannya keluar meninggalkan stadion.
Sekelompok orang berkaos hitam terlihat datang menyerang dengan menggunakan berbagai senjata tajam.
Teman-teman Andika berhasil menghindar, namun tidak dengan dirinya.
5. Erik Setiawan
Pengeroyokan terhadap Erik Setiawan (17) asal Gresik, terjadi saat ia tengah menyaksikan pertandingan antara Persegres versus Arema di Stadion Tridarma, Gresik.
Ia dikeroyok hingga tewas pada 26 Maret 2013. Kericuhan ini bermula saat rombongan Aremania melintas di Ruas Tol Surabaya-Gresik dilempari batu oleh massa yang diduga salah satu kelompok suporter sepak bola.
Kericuhan itu melumpuhkan jalan tol dan memunculkan sejumlah kerugian akibat kerusakan yang dihasilkan.
Pasca kejadian tersebut, ijin tanding kesebelasan Persebaya di Surabaya dicabut sampai waktu yang belum ditentukan.
6. Khoirul Anam, Udin Zainal, dan Ahmad Fadila
Khoirul Anam, Udin Zainal, dan Ahmad Fadila menjadi korban tewas atas keributan yang terjadi antara pendukung tim kesebelasan Persebaya dan Arema.
Insiden itu terjadi pada 5 Juni 2014 di Jalan Tol Simo, Surabaya.
Bentrok ini sempat mendapat penanganan dari pasukan kepolisian Mapolrestabes Surabaya, akan tetapi hal itu tidak banyak mengubah keadaan.
Dari 1994-2018, berikut rangkuman jumlah korban meninggal dunia akibat sepak bola.
- 1994 hingga 2005 sebanyak 13 suporter meninggal dunia ketika akan atau usai mendukung tim kesayangannya.
Mereka tercatat dari berbagai suporter tim, di antaranya suporter Persebaya, PSIS, PERSIS Solo, Arema hingga Semen Padang.
- 2006 hingga 2011 tercatat 12 orang meninggal dunia dalam insiden serupa.
Bahkan ada di antaranya meninggal dunia karena nekat naik ke atas gerbong kereta api dan meninggal dunia karena akan mendukung tim kesayangannya.
Baca Juga : Tak Tersorot, Timnas Putri Indonesia U-16 Raih Dua Kemenangan di AFC U-16 Women's Championship
Bahkan ada yang meninggal dunia saat tengah mendukung Timnas Indonesia dalam Sea Games 2011.
- 2012 hingga 2017, merupakan tahun terbesar di mana Indonesia kembali mengalami duka.
Sebanyak 30 orang meninggal dunia dan sebagian hanya ada satu korban yang meninggal akibat kecelakaan. Sisanya? Mereka meninggal di tangan rival!
Mereka bukan hanya berasal dari The Jakmania atau Viking. Mereka berasal dari masing-masing suporter sepak bola.
Mereka bukan membawa nama Indonesia, mereka membawa nama tim sepak bola masing-masing.
Siapa yang harus disalahkan? Seperti yang terjadi pada Haringga, pihak Persija Jakarta sendiri secara langsung telah mengimbau untuk tidak datang!
Haringga pun tak bisa disalahkan. Naluri dan suportivitasnya sebagai suporter yang ikut datang untuk mendukung tim kesayangannya bukan alasan ia meninggal dunia.
Rivalitas Jadi Ajang Balas Dendam
Adanya kekecewaan dan juga dendam masa lalulah yang menjadi dasar mereka saling membenci.
Dendam masa lalu yang tak bisa luntur seolah tertanam dalam diri mereka. Akarnya sudah meluas, korban pun tak akan ia pikirkan.
Bukan nyawa yang mereka sayangkan, bukan lagi akal sehat yang mereka pakai.
Baca Juga : Jadi Top Scorer, Intip Upin-Ipinnya Timnas U-16, Si Kembar Bagas-Bagus
Tapi saya, selaku masyarakat Indonesia yakin, permasalahan rivalitas ini akan segera berakhir. Apa pun caranya, pemerintah sudah turut turun tangan dan meminimalisasi insiden ini.
Tidak ada yang tidak mungkin dalam menyatukan pendapat dan juga perbedaan. Bukankah Indonesia, Bhineka Tunggal Ika?
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,BolaSport.com |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR