Tabloid-Nakita.com - Apakah Mama pernah bertanya-tanya mengapa anak bertubuh pendek, padahal orangtuanya tinggi? Wajar enggak sih tubuhnya yang pendek itu?
Sebelum mengambil kesimpulan apa pun, Mama dan Papa perlu melihat kepada diri sendiri, apakah fisik Mama atau Papa termasuk pendek juga? Bakat genetik menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi tinggi tubuh anak.
Setelah itu kita perlu tahu apakah anak memang bertubuh pendek atau sekadar kurang tinggi (sesuai keinginan kita). Untuk melihatnya, kita bisa melihat grafik pertumbuhan tinggi badan yang ada pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Seorang anak dikatakan bertubuh pendek, bila ukuran tingginya berada di bawah persentil 3 grafik pertumbuhan atau di bawah 2 standar deviasi. Sebaliknya bila plus 2 di atas standar deviasi, anak dikategorikan tinggi.
Kalau anak memang termasuk pendek, Mama Papa bisa membawa si kecil ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Untuk pemeriksaan awal umumnya dokter akan melihat potensi genetik anak berdasarkan tinggi kedua orangtuanya, termasuk masa pubertas kedua orangtuanya. Potensi tersebut kemudian disandingkan dengan
pertumbuhannya pada grafik.
Pada usia 6 bulan pertama, gizi sangat berperan penting ketimbang genetik. Jika gizi bayi optimal, pertumbuhannya sampai usia 2 tahun akan mencapai potensi genetiknya. Kemudian pada 2 tahun pertama dapat terjadi kanalisasi, artinya anak akan mencari potensi genetiknya. Misalnya jika bayi lahir dengan potensi genetik orangtuanya yang tinggi, maka tingginya perlahan akan meningkat bergerak menuju potensinya. Untuk orangtuanya yang pendek dan bayinya lahir dengan standar normal, maka pertumbuhan tinggi si kecil akan menurun perlahan menuju potensi genetiknya.
Ketika si kecil berusia 4 tahun, pertambahan tinggi sekitar 5—6 cm per tahunnya. Namun pertambahan ini tidak banyak sampai anak pubertas.
Nah, jika tubuh anak pendek karena genetik, dokter akan melihat masalah gizinya. Bila gizinya memang baik, anak berarti berada dalam variasi normal. Pertumbuhannya bagus namun perawakannya memang pendek “dari sononya”, jadi tak bisa diapa-apakan. Karena itu anak tidak memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Tak perlu khawatirkan lagi mengapa anak pendek padahal orangtuanya tinggi ya, Mam.
Narasumber: Dr. Frida Soesanti, SpA, dari Divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
(Dedeh Kurniasih)
Wapres Gibran Minta Sistem PPDB Zonasi Dihapuskan, Mendikdasmen Beri Jawaban 'Bulan Februari'
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR