Nakita.id - Saat ini, kabar mengenai Kepala Pusat Data dan Informasi Bencana BNPB, Sutopo Purwo Nugroho yang mengidap kanker paru stadium 4B tengah menjadi perbicangan hangat di tengah ramainya kabar tentang bencana alam.
Pasalnya, meski dirinya sedang sakit parah, Sutopo tetap melayani dan memberikan infromasi yang dibutuhkan masyarakat mengenai musibah yang melanda Sulawesi Tengah.
Sutopo sudah divonis mengidap penyakit ini sejak Januari 2018.
Baca Juga : Cerita Sutopo Purwo Nugroho Saat Idap Kanker Paru, Berawal dari Nyeri & Batuk Tak Kunjung Sembuh!
Sebelumnya, kabar mengenai istri Indro Warkop yang kondisinya sama dengan Sutopo, yaitu mengidap kanker paru dan sedang dirawat di rumah sakit pun sempat mencuat.
Istri Indro 'Warkop', Nita Octobijanthy, sudah mulai berjuang melawan penyakitnya itu sejak Agustus 2017 lalu.
Saat ini, Nita terus menjalani pengobatan demi meringankan penyakitnya itu.
Tidka hanya sang suami, keluarganya pun setia mendampingi Nita selama menjalani perawatan.
Kanker paru memang tidak dapat diketahui sejak awal, karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain.
Seperti Sutopo, yang awalnya mengira terkena penyakit jantung karena pinggang kirinya nyeri dan batuk yang tak kunjung sembuh selama sepekan.
Padahal selama ini Sutopo mengaku tidak pernah merokok, namun ia justru menjadi perokok pasif karena lingkungannya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan lebih dari 25.000 orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat kanker paru.
Saat ini, kanker paru justru masih sulit dijinakkan meski sudah diberi obat untuk mengambat perkembangan tumor di Asia.
Ilmuwan dari A*STAR's Genome Institute of Singapore (GIS) dan ahli tumor dari National Cancer Centre Singapore (NCCS) menemukan bahwa tumor pada penderita kanker paru di Asia memliki variasi genetik yang tinggi.
Salah satu karakter kanker paru pada orang Asia adalah adanya mutasi atau perubahan pada gen EGFR3 atau reseptor faktor pertumbuhan epidermal.
Gen ini juga dikenal sebagai gen penangkal tumor yang memiliki kemampuan untuk mengatur dan mengendalikan siklus sebuah sel.
Sayangnya, perubahan gen ini ternyata terjadi pada hampir 50 persen pasien di Singapura sehingga obat yang seharusnya dapat mengendalikan pertumbuhan kanker ternyata efeknya tidak bertahan lama.
Akibatnya pasien akan kambuh lagi dalam hitungan bulan dan mengalami perlawanan atau resistensi obat.
Itulah mengapa tumor paru pada pasien orang Asia lebih kompleks.
"Penemuan ini memungkinkan peneliti melakukan analisis terperinci, menyimpulkan bahwa tumor paru-paru pada pasien Asia lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Dr. Rahul Nahar, koordinator penelirian dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/2/2018).
Di sisi lain, ternyata kanker paru tidak hanya menyerang orang tua saja, anak-anak pun bisa menjadi penderitanya.
Oleh karena itu, Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Niken Wasttu Palupi, mengimbau kepada orang dewasa untuk tidak merokok di dekat anak-anak.
Terlebih rokok mengandung 7000 zat kimia yang 69 diantaranya merupakan zat berbahaya.
"Zat rokok yang berbahaya masih menempel di naju perokok. Nikotin ini kalau dicuci belum tentu langsung hilang, bisa berbulan-bulan. Buang (baju) itu, seharusnya," tuturnya, melansir Kompas (7/2).
Nikotin juga bisa menempel di mana saja, seperti baju atau gorden di rumah.
Itulah mengapa orang dewasa sebaiknya berganti baju dan membersihkan dirinya sebelum berinteraksi dengan anak-anak.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR