Tabloid-Nakita.com - This is an article I wrote back in November 2015 while I was scrutinizing old photos and stumbled upon this image. Ini foto Rania saat lagi disendokin minum ASI, ngga mau diem melawan terus, jadi heboh gini susunya kemana-mana..
So just like any other Mother, when I was pregnant I got all excited about breastfeeding. Terutama ketika usia kehamilan memasuki 6 bulan ke atas, saya dan teman-teman yang hamil bareng semakin sering membicarakan masalah ASI. Selain bertukar informasi tentang ASI mulai dari jadwal seminar ASI, bagaimana cara latch on, posisi menyusui yang benar, makan apa supaya ASI banyak, produk apa saja yang dibutuhkan saat menyusui nanti, dan seterusnya ..
Until one day,
Kami sampai pada suatu pembahasan “Eh lo udah ngerembes belum ASInya?” Deg. Hampir semua teman-teman saya sudah leaking ASInya di usia kehamilan 6-7 bulan. Saya udah hampir 8 bulan kok belum ya? Jangan-jangan produksi ASI saya terhambat? Padahal udah bengkak, jangan-jangan cuma fat doang nih isinya? Kalo saya nanti ngga bisa menyusui gimana? Wah udah banyak pikiran macam-macam, parno sendiri.. maklum first time Mother.
Sejak itu saya berdoa, “Ya Allah, izinkanlah nanti ASI hamba bisa banyaaaaaakkk sekali sampai berlebihan!” teruuss sampai melahirkan saya berdoa seperti itu. Believe it or not, di hari pertama melahirkan, belum apa-apa saya banjir ASI. Di hari pertama, Rania sudah lahap sekali menyusu. Memang anaknya ngga sabaran kali ya, minumnya cepat dan banyak. Saking Rania nyedotnya kuat dan ASI saya deras, beberapa kali Ia tersedak. Tentu saya khawatir, tapi untungnya dia baik-baik saja.
Di hari kedua, Rania sempat harus disinar selama 24 jam karena tingkat bilirubinnya tinggi. Selama Rania disinar, saya ngga bisa menyusui langsung. Jadi harus dipompa. Saya kecewa sendiri, apalagi saya tadinya ingin anak saya ngga ngedot. Namun pada prakteknya menjadi lain, demi kebaikan anak saya ya sudahlah, saya kalahkan ego.
Paginya, sekali pumping saya dapat 350ml. Saat itu Rania minum sekitar 50-75ml sekali feeding. Awalnya saya memberi ASI Rania dengan pipet selama di dalam inkubator. Tapi dengan keadaan matanya ditutup (walau penglihatannya juga belum sempurna), ditambah kurangnya sentuhan di bibirnya, she didn’t know what was coming! Kepalanya miring ke kiri kanan mencari tetesan ASI, dan makin sering tersedak lagi.
Waktu itu saya bawaannya mellow aja, sedih banget sampai menangis saat menatap anak saya di dalam inkubator. “Kasihan, masa harus gini banget sih mau minum aja?” Batin saya. Akhirnya saya menyerah dan memberi minum pakai dot. Minumnya langsung banyak dan Rania tertidur pulas. Saya bahagia dan legaaa banget. Everything goes smoothly, we went home the next day.
Ternyata perjuangan saya baru dimulai. Sejak pulang ke rumah, ASI saya semakin berlimpah ruah. Di minggu pertama saya senang-senang saja walau sehari bisa menghabiskan waktu hingga 5 jam hanya untuk memompa ASI. Sekali pumping saya menghabiskan waktu 1 jam untuk payudara kiri dan kanan. Sehari 5 kali, karena sebentar-sebentar leaking. Breastpad cepat sekali habis. Yang tadinya saya hanya pakai single breastpump, kemudian saya beli double breastpump untuk menghemat waktu.
Setiap bangun tidur pagi, seprai basah semua seperti ompol.. Itu pun saya sudah menyusui Rania setiap 1-3 jam di siang hingga malam hari, dan bangun 2 kali pada tengah malam untuk menyusui. Dalam sehari saya bisa menghasilkan ASI perah sampai hampir 1,5 liter.
Baca kisah lanjutannya di halaman 2.
Artikel lengkap bisa dibaca di: Breastfeeding Journeying di blog-nya: Aishaline.com.
Penulis: Astrid Satwika, model, presenter, pemain film, blogger. Kelahiran Jakarta, 9 Januari 1990, istri dari Adi Kusumo, dan ibu dari Rania Aishalina Kusumo (3).
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR