Zhang harus pergi ke Meksiko, negara terdekat yang tak mempunyai hukum untuk melarangnya. Sejauh ini, baru Inggris yang menyetujui teknik kontroversial dari Zhang.
Di Meksiko, Zhang memulai proses perbaikan sel telur. Sel telur sang istri dikoleksi. Selanjutnya, inti sel telur sang istri dipindahkan ke sel telur baru dari donor. Inti sel telur donor sendiri dibuang dan dihancurkan.
Dengan teknik itu, sel telur baru memiliki mitokondria yang sehat dari donor. Selanjutnya, sel telur inilah yang akan dibuahi oleh sperma sang ayah lewat fertilisasi in vitro.
Fertilisasi itu menghasilkan lima embrio. Hanya satu yang berkembang normal. Embrio itulah yang kemudian ditanam ke rahim sang istri.
Sembilan bulan setelah penanaman, bayi dengan tiga orangtua kandung pun lahir. Sebesar 99,9 persen DNA bayi itu berasal dari ayah dan ibunya, sedangkan 0,1 persen berasal dari ibu pendonor.
Kritik
Meski merupakan terobosan dan memberi harapan, teknik Zhang dan rekannya menuai kritik tajam terkait masalah etika.
David King dari Human Genetics Alert mengatakan, langkah Zhang tak bertanggung jawab. "Sungguh kasar mereka dengan gampang mengabaikan aturan di Amerika Serikat dan pergi ke Meksiko karena merasa lebih tahu," katanya.
Keberhasilan kali ini bisa jadi tertangkap media. Namun, mungkin ada banyak kegagalan metode ini yang tak diketahui.
Namun, Alison Murdoch dari Newcastle University mengatakan, "Donasi mitokondria bukan perlombaan, melainkan tujuan yang harus dicapai dengan penuh kehati-hatian untuk memastikan keamanan dan bisa dilakukan lagi."
Zhang seperti dikutip BBC, Rabu (28/9/2016), akan menerangkan lebih detail dalam American Society for Reproductive Medicine Oktober nanti.
Darren Griffin, pakar genetika University of Kent, mengatakan, "Langkah radikal ini selalu berhadapan dengan soal etika, perhatian etika diperlukan, tetapi harus seimbang dengan upaya menghalangi aplikasi teknologi ini ketika keluarga membutuhkannya."
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR