Tabloid-Nakita.com - Normalnya, seorang bayi lahir dari dua orangtua, yaitu ayah dan ibu. Ajaibnya, bayi ini seolah melawan kodrat, yaitu lahir dari tiga orangtua kandung, satu ayah dan dua ibu. Artinya, bayi ini lahir dari 3 orangtua kandung.
Adalah teknik kontroversial dalam ilmu pengetahuan kini berhasil menyelamatkan bayi dari risiko penyakit mematikan sekaligus menciptakan bayi dengan tiga orangtua kandung untuk kali pertama di dunia.
Bayi yang lahir itu disebut memiliki tiga orangtua kandung karena DNA (materi genetik berwujud asam deoksi-ribonukleat) di selnya terdiri dari DNA ayah, DNA ibu, dan DNA ibu donor (penderma).
Keberhasilan melahirkan bayi dengan tiga orangtua kandung itu dirayakan karena menjadi bentuk kemajuan dalam mengatasi penyakit bawaan, tetapi sekaligus memicu pertanyaan etika.
John Zhang dari New Hope Fertility Center di New York dan timnya melakukan teknik kontroversial untuk membuat bayi dari tiga orangtua kandung dengan maksud mencegah kelahiran bayi dengan penyakit bawaan Leigh Syndrome.
Penyakit itu dijumpai paling tidak pada satu dari 40.000 kelahiran. Anak penderita penyakit itu akan mengalami penurunan dana kemampuan gerak serta masalah mental.
Sebagian besar penderita penyakit itu akan meninggal dalam usia dua atau tiga tahun. Penurunan kemampuan gerak membuat sistem pernapasan gagal bekerja.
Leigh Syndrome dipicu oleh 75 mutasi genetik. Umumnya mutasi terjadi di inti sel. Namun, dalam satu dari lima kasus, mutasi terjadi di DNA mitokdonria (bagian sel yang berfungsi menghasilkan energi).
Bagaimana membuat bayi yang lahir dari 3 orangtua kandung?
Pada kasus yang ditangani Zhang kali ini, ada sepasang suami istri Jordania yang berpotensi melahirkan bayi dengan Leigh Syndrome.
DNA mitokondria sang istri mengalami mutasi. Pasangan itu telah mencoba memiliki anak dengan cara normal. Namun, hasilnya, sang istri mengalami empat kali keguguran. Plus, dua anak yang lahir meninggal pada usia delapan bulan dan enam tahun.
Untuk memberi harapan kepada pasangan suami istri itu, upaya yang ditempuh cukup kompleks. Pasalnya, tempat Zhang berkarier, Amerika Serikat, tidak mengizinkan aplikasi teknik kontroversial yang akan dilakukannya.
Zhang harus pergi ke Meksiko, negara terdekat yang tak mempunyai hukum untuk melarangnya. Sejauh ini, baru Inggris yang menyetujui teknik kontroversial dari Zhang.
Di Meksiko, Zhang memulai proses perbaikan sel telur. Sel telur sang istri dikoleksi. Selanjutnya, inti sel telur sang istri dipindahkan ke sel telur baru dari donor. Inti sel telur donor sendiri dibuang dan dihancurkan.
Dengan teknik itu, sel telur baru memiliki mitokondria yang sehat dari donor. Selanjutnya, sel telur inilah yang akan dibuahi oleh sperma sang ayah lewat fertilisasi in vitro.
Fertilisasi itu menghasilkan lima embrio. Hanya satu yang berkembang normal. Embrio itulah yang kemudian ditanam ke rahim sang istri.
Sembilan bulan setelah penanaman, bayi dengan tiga orangtua kandung pun lahir. Sebesar 99,9 persen DNA bayi itu berasal dari ayah dan ibunya, sedangkan 0,1 persen berasal dari ibu pendonor.
Kritik
Meski merupakan terobosan dan memberi harapan, teknik Zhang dan rekannya menuai kritik tajam terkait masalah etika.
David King dari Human Genetics Alert mengatakan, langkah Zhang tak bertanggung jawab. "Sungguh kasar mereka dengan gampang mengabaikan aturan di Amerika Serikat dan pergi ke Meksiko karena merasa lebih tahu," katanya.
Keberhasilan kali ini bisa jadi tertangkap media. Namun, mungkin ada banyak kegagalan metode ini yang tak diketahui.
Namun, Alison Murdoch dari Newcastle University mengatakan, "Donasi mitokondria bukan perlombaan, melainkan tujuan yang harus dicapai dengan penuh kehati-hatian untuk memastikan keamanan dan bisa dilakukan lagi."
Zhang seperti dikutip BBC, Rabu (28/9/2016), akan menerangkan lebih detail dalam American Society for Reproductive Medicine Oktober nanti.
Darren Griffin, pakar genetika University of Kent, mengatakan, "Langkah radikal ini selalu berhadapan dengan soal etika, perhatian etika diperlukan, tetapi harus seimbang dengan upaya menghalangi aplikasi teknologi ini ketika keluarga membutuhkannya."
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR