Nakita.id - Beberapa waktu lalu kota Palu mendapatkan goncangan gempa yang sangat dahsyat.
Bahkan, gempa itu menimbulkan bencana lain, yaitu munculnya tsumani.
Tidak hanya itu, beberapa daerah di sekitar palu juga mendapatkan bencana likuifaksi, dimana tanah yang padat dan keras mendadak cair sehingga membuat bangunan di atasnya berjalan ratusan meter seperti benda yang hanyut di atas sungai.
Selain itu, bencana alam ini juga meninggalkan beberapa cerita yang mungkin tak masuk logika.
Satu di antaranya adalah bangunan Masjid Jami Pantoloan di Kelurahan Pantoloan, Kecamatan Tawaeli, Palu.
Baca Juga : Kebesaran Tuhan, Kisah Bayi 2 Bulan Korban Tsunami Palu Ditemukan Selamat di Atas Pohon!
Di saat bangunan di sekelilingnya luluh lantak diterjang tsunami, kondisi masjid ini tetap berdiri kokoh.
Tak ada satu pun terlihat kerusakan di bangunan masjid seperti bekas terjadi gempa dan tsunami yang terjadi di tempat itu.
Tembok di masjid itu juga tidak terlihat adanya noda sama sekali.
Padahal, lokasi masjid berwarna hijau itu hanya berjarak sekira 50 meter saja dari pantai dan Pelabuhan Pantoloan.
Muhammad Alif Firmanyah (18), saksi mata yang saat peristiwa tsunami berada di dalam Masjid Jami Pantoloan menyebut masjid ini sangat nyata dilindungi dari bencana maha dahsyat itu.
Saat kejadian gempa mengguncang, Alif dan para jemaah hendak menunaikan Salat Maghrib berjamaah di masjid yang menurut cerita warga telah dibangun sejak tahun 1936 itu.
Alif menceritakan saat adzan Maghrib tengah dikumandangkan, tiba-tiba terjadilah gempa yang begitu dahsyat.
Para jemaah pun langsung lari berhamburan ke luar karena takut tertimpa bangunan.
Baca Juga : Hati-Hati! Kolera Bisa Serang Korban Pasca Gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah, Perhatikan Ciri-Cirinya!
Namun, sang muadzin tetap meneruskan kumandang adzannya hingga selesai baru kemudian lari ke luar masjid.
"Saya waktu itu sedang ngambil air wudhu. Adzan itu belum selesai dikumandangkan tiba-tiba diguncang gempa," kata Alif ditemui di Masjid Jami Pantoloan, Sabtu (13/10/2018).
Alif menuturkan gempa itu membuat banyak jemaah yang berjatuhan sampai terpental ke luar pagar masjid.
Mereka pun terus berdoa dan melantunkan dzikir di tengah kepanikan yang terjadi.
"Waktu gempa sampai ada yang terpental ke luar sampai pagar. Semua orang berdzikir waktu gempa," ujarnya menceritakan saat-saat mencekam itu terjadi.
Alif menceritakan gelombang air tsunami yang begitu tinggi dan kencang itu sama sekali tak menyerang masjid tersebut.
Bahkan, ia menyebut gelombang air setinggi pohon kelapa itu justru melompati masjid tersebut dan terbelah setelah melewati kubah masjid.
"Air laut tidak masuk ke masjid sama sekali. Bahkan, ke halaman masjid pun tidak masuk, tapi dia naik ke atas melompati kubah masjid ini," kata Alif.
Melihat kejadian itu, Alif dan para jemaah yang ada di masjid pun dibuat terpana.
Mereka tak henti memanjatkan doa dan dzikir atas mukjizat yang baru saja disaksikannya.
"Kita semua di sini terus berdzikir," kata Alif.
Baca: Empat Aktivis Mahasiswa Diduga Dianiaya Oknum Polisi di Makassar
Setelah gelombang tsunami berhenti, barulah air masuk ke dalam masjid melalui bagian belakang.
Baca Juga : Kisah Miris Korban Gempa dan Tsunami Palu, Ada Yang Nyaris Tertolong Namun Akhirnya Tewas !
Namun air itu tenang dan tak bergejolak.
"Air masuk ketika sudah surut. Posisi air datang dari belakang masjid dan setinggi sekira selutut," ucapnya.
Ismail (46), jemaah yang juga berada di dalam masjid saat tsunami terjadi mengakui kalau air tsunami sama sekali tak menyerang Masjid Jami Pantaloan.
Menurut dia, semua itu terjadi semata karena kuasa dan perlindungan Allah SWT.
"Ini murni karena kuasa Allah karena memang tidak masuk logika. Sehari-harinya masjid ini dipakai untuk salat berjamaah, pengajian dan kumpul warga," kata Ismail.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kesaksian Korban Gempa Palu: Air Tsunami tidak Masuk ke Masjid Jami Pantoloan, Hanya Melompati Kubah
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | tribun jakarta |
Penulis | : | Ega Alhikari |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR