Nakita.id - Pesawat Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang dipastikan jatuh di sekitar perairan dekat Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) pagi.
Kepala Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Sindu Rahayu, menuturkan, pesawat tersebut membawa 181 penumpang, terdiri dari 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi.
"Pesawat membawa 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak dan dua bayi dengan dua pilot dan lima FA (flight attendant).
Baca Juga : Pesawat Lion Air Dipastikan Jatuh, Ada Penumpang 2 Bayi dan 1 Anak
Sampai saat ini telah hilang kontak selama kurang lebih tiga jam," ujar Sindu dilansir dari Kompas.com.
Pesawat dilaporkan telah hilang kontak pada 29 Oktober 2018, sekitar pukul 06.33 WIB.
Pesawat dengan nomor registrasi PK-LQP dilaporkan terakhir tertangkap radar pada koordinat 05 48.934 S 107 07.384 E.
Sindu mengatakan, pesawat Lion Ait itu berangkat pada pukul 06.10 WIB dan sesuai jadwal akan tiba di Pangkal Pinang pada Pukul 07.10 WIB.
Pesawat juga sempat meminta return to base (kembali ke pangkalan semula) sebelum akhirnya hilang dari radar.
"Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub saat ini tengah berkoordinasi dengan BASARNAS, Lion Air selaku operator dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Perum LPPNPI untuk melakukan kegiatan pencarian dan penyelamatan terhadap pesawat JT 610," kata Sindu.
Baca Juga : BREAKING NEWS: Pesawat Lion Air JT-610 Rute Jakarta - Pangkal Pinang Hilang Kontak
Mengetahui kabar duka seperti ini, menimbulkan kesedihan bagi keluarga korban, tak terkecuali bagi anak-anak.
Terlebih jika anggota keluarganya juga diduga menjadi korban dalam peristiwa tersebut adalah orang terdekat dalam kehidupan si anak, misalnya orangtua,
Bila memang ada ayah atau ibu si anak, bahkan kedua orangtua si korban, tentunya keluarga terdekat harus menyampaikan kabar yang berat, yang mungkin harus hati-hati bila disampaikan kepada anak.
Menanggapi hal ini, inilah cara mengabarkan kabar duka pada anak agar dapat diterima anak dan tidak menimbulkan trauma dilansir dari American Psychological Association (apa.org):
- Temukan momen yang tenang
Di saat suasana masih kacau dipenuhi kesimpangsiuran atau ketidakpastian tragedi yang terjadi, sebaiknya hindarai percakapan tentang tragedi atau peristiwa buruk tersebut.
Sebaiknya tunggu hingga keadaan mulai membaik, ada kepastian, untuk memulai percakapan dengan anak.
- Cari tahu apa yang anak ketahui
Misalnya, dengan kejadian jatuhnya pesawat dan salah seorang anggota keluarga menjadi korban, maka tanyakan kepada mereka, "Apa yang telah kamu dengar tentang peristiwa ini?"
Kemudian dengarkan ungkapan hati mereka.
Baca Juga : Pesawat Lion Air JT-610 Hilang Kontak, Begini Fakta Sebelum Jatuhnya Pesawat
- Bagikan perasaan kita dengan anak
Tidak apa-apa untuk mengakui perasaan kita di depan anak-anak bila pasangan kita menjadi korban. Apalagi langsung atau tidak langsung nanti anak juga akan terdampak dengan kehilangan orang yang mereka kasih.
Hal ini untuk menunjukan bahwa orangtua juga merupakan manusia yang juga memiliki emosi.
Dengan cara ini, anak juga mendapatkan kesempatan untuk melihat bahwa meskipun sedih luar biasa, orangtua juga dapat menguasai diri dan mencari jalan keluar.
Jadilah teladan bagi anak, terutama dalam mengatur emosi.
- Katakan yang sebenarnya
Beberkan fakta-fakta yang dapat mereka pahami. Kita tidak perlu memberikan detail kejadian yang akan membuat mereka bingung.
Untuk balita, kita mungkin perlu memulai percakapan tentang apa arti kematian (tidak lagi merasakan apa pun, tidak lapar, haus, takut, atau sakit; kita tidak akan pernah melihat mereka lagi, tetapi dapat menyimpan kenangan mereka di dalam hati dan kepala kita).
- Katakan, "Saya tidak tahu", pada hal yang memang Moms atau Dads tidak tahu jawabannya daripada memberikan jawaban ngawur.
Terkadang jawaban untuk beberapa pertanyaan adalah "Saya tidak tahu."
Saat anak bertanya hal yang sulit dijawab seperti, "Mengapa hal ini terjadi?", katakan, "Saya tidak tahu".
Hal ini mungkin tidak memuaskan bagi anak, tapi suatu saat mereka akan tahu dan belajar dengan caranya sendiri.
Di atas segalanya, yakinkan anak-anak bahwa kita akan melakukan semua yang kita bisa untuk menjaga mereka tetap aman, dan tetap akan melindungi mereka.
- Cari bantuan profesional
Jika kita tidak bisa mengolah emosi dan kita sendiri menunjukan tanda-tanda stres atau kesedihan/kegelisahan yang terus-menerus, kita mungkin butuh untuk berbicara dengan psikolog.
Kita tidak akan mampu membantu anak jika emosi kita saja tidak terkontrol, bahkan si anak bisa terkena imbas dari kesedihan/'kemarahan' kita. (*)
Penulis | : | Nia Lara Sari |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR