Nakita.id - Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual di Indonesia masih sangat tinggi.
Hampir setiap hari ada kabar mengenai tindak kekerasan seksual yang dialami oleh korban yang mayoritas perempuan.
Baca Juga : Dianggap Tabu, Tidak Adanya Pendidikan Seksual pada Anak Jadi Risiko Tertinggi Maraknya Pelecehan Seksual
Baru-baru ini, publik dikagetkan dengan kasus pelecehan seksual yang dialami seorang mahasiswi universitas ternama di Yogyakarta.
Perempuan yang namanya disamarkan menjadi Agni ini mendapatakn perlakuan tidak pantas dari rekan sesama peserta KKN (Kuliah Kerja Nyata).
Menurut pengakuan Agni, ia mengalami 'freezing' atau tidak dapat bergerak saat mendapatkan tindak pelecehan seksual.
Baca Juga : Impian Ahmad Dhani Setelah Cerai yang Tak Terwujud, Karena 'Kesombongan' Maia Estianty?
Lantas, kenapa seorang korban pelecehan seksual dan pemerkosaan tidak bisa melakukan perlawanan kepada pelaku?
Dilansir dari Kompas.com, ternyata ada penjelasan kenapa seorang korban pemerkosaan tidak dapat melakukan perlawanan.
Korban pemerkosaan tidak mampu melawan balik pelaku dan menghentikan serangannya karena rasa takut yang menyebabkan lumpuh.
Baca Juga : Dapat Dilakukan di Rumah, Begini Cara Menghilangkan Tahi Lalat Secara Alami!
Fenomena kelumpuhan atau 'freezing' ini sudah tercatat sejak beberapa dekade lalu.
Namun, hal tersebut memang baru-baru ini mendapatkan sorotan karena kasus perkosaan yang semakin marak.
Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) tahun 2017 lalu, tercatat ada 70% korban pemerkosaan yang mengalami sensasi lumpuh di seluruh tubuhnya.
Baca Juga : Berita Kesehatan Wanita: Minum Kopi Selama Kehamilan, Apakah Ini Aman?
Akibatnya, korban pun tidak dapat bergerak untuk melawan sang pelaku perkosaan.
Sensasi lumpuh tersebut dikenal sebagai 'toxic immobility' di mana reaksi tersebut juga dialami oleh hewan mangsa yang diserang oleh predator.
Hal ini menjadi penjelasan kenapa seorang korban tindak pemerkosaan tidak dapat bergerak saat mengalami pelecehan.
Bukan karena sang korban menerima, mengizinkan atau bahkan menikmati, namun lebih kepada reaksi takut yang berimbas pada kelumpuhan.
Ketika mendapatkan penyerangan, korban akan berusaha untuk mengosongkan pikiranya.
Baca Juga : Pengacara Hilda Vitria Sebut Kriss Hatta Sudah Jadi Tersangka dan Terancam Total 15 Tahun Penjara
Hal tersebut berjalan secara otomatis agar korban tidak lagi mengingat-ingat kejadian tersebut.
Munurut dr. Anna Moller seorang peneliti dari General Hospital di Swedia, tindakan menyalahkan korban karena tidak melakukan perlawanan saat diperkosa sangat berbahaya.
Pasalnya, sejumlah korban memang mengalami kelumpuhan saat mengalami kejadian nahas tersebut.
Baca Juga : Ahmad Dhani Ceraikan Maia Estianty Lewat SMS dengan Kata Sadis, Mengaku Menangis Setelahnya
Korban pemerkosaan juga rentan diserang trauma dan depresi serta menyalahkan diri sendiri karena tidak melawan serangan pelaku.
Komentar-komentar mengenai ketidakmampuan korban melawan tersebut akan berdampak pada semakin lambatnya pemulihan korban baik secara psikis maupun fisik. (*)
Hidupkan Ramadanmu dengan Berbagi Paket Hidangan Buka Puasa yang Ditemani Teh Manis Hangat
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR