Kronologi Siswa SMP di Manado yang Tewas Saat Dihukum Lari, Permintaannya untuk Istirahat Ditolak Oknum Guru

By Rachel Anastasia Agustina, Jumat, 4 Oktober 2019 | 16:52 WIB
Jenazah Fanli yang sedang disemayamkan. (Kompas.com/Skivo Marcelino Mandey)

Nakita.id - Kepergian Fanli Lahingide (14) menyisakan kepedihan serta duka mendalam bagi keluarganya.

Siswa SMP di Manado ini meregang nyawa ketika sedang menjalani hukuman lari dari guru piket berinisial CS Selasa (1/10/2019) lalu.

Diketahui Fanli mendapatkan hukuman berlari keliling lapangan setelah dua kali didapati terlambat datang ke sekolah.

Baca Juga: Seorang Siswa SMP di Manado Tewas Setelah Jalani Hukuman dari Guru karena Datang Terlambat

Melansir dari Tribun Kaltim, saat berlari, Fanli yang kelelahan sempat meminta izin untuk istirahat.

Apa daya CS tidak mengizinkannya sampai Fanli pun tetap berlari dan berakhir dengan jatuh pingsan.

Korban dinyatakan meninggal pada pukul 08.40 WITA saat di rujuk ke RS Prof Kandao.

Baca Juga: Hadiri Sidang Perdana Kasus Penyalahgunaan Narkoba, Nunung dan Suami Terancam Hukuman 5 Tahun Penjara

Ibu Fanli, Julian Mandiangan berharap pihak kepolisian agar mengusut tuntas kasus ini, dan pelaku bisa dihukum sesuai aturan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Dahlan Walangitan mengaku menyesalkan kejadian tersebut.

Sementara itu, Kapolsek Mapanget AKP Muhlis Suhani mengatakan, pihaknya belum bisa memeriksa guru piket berinisial CS yang memberikan hukuman lari kepada Fanli hingga tewas dikarenakan sedang sakit.

Berikut ini kronologi serta beberapa fakta tentang siswa SMP ini.

Baca Juga: Berhasil Gelar Pesta Super Mewah untuk Anaknya, Ayah Tania Nadira Bukan Orang Sembarangan, Kini Jadi Wakil Ketua MPR hingga Punya Kekayaan Ratusan Miliar

Kronologi kejadian

Kapolsek Mapanget AKP Muhlis Suhani mengatakan, keterangan beberapa saksi menyebutkan, kematian Fanli akibat dihukum lari berkeliling lapangan sekolah oleh guru piket berinisial CS.

Menurut keterangan pengakuan ibu korban, Julin Mandiangan, lanjutnya, Fanli berangkat ke sekolah pukul 06.30 Wita dan sempat sarapan.

Kemudian pada pukul 08.00 Wita, saksi perempuan Krendis Kodmanpode datang ke rumah korban.

Baca Juga: Sebut Proses Persalinannya 'Berbeda', Anak Ketiga Ayu Dewi Tak Sengaja Identik dengan Angka Sembilan

Di sana, saksi memberitahu bahwa korban pingsan di sekolah dan telah berada di RS AURI.

Sementara, saksi Asri Entimen yang juga seorang guru di SMP Kristen 46 mengatakan, saat itu ia piket bersama dengan CS, guru yang memberi hukuman.

Korban tiba di sekolah pada pukul 07.25 Wita, sehingga tidak ikut apel.

Lalu oleh CS, korban disuruh lari berkeliling sekolah.

Ketika dua putaran, korban terjatuh ke arah depan dan pingsan tidak sadarkan diri.

Korban yanga pingsan langsung di antar ke RS AURI pukul 08.30 Wita.

Kemudian diarahkan untuk dirujuk ke RS Prof Kandou.

Baca Juga: Panduan Mendidik Anak Laki-laki Dari Setiap Usia Pertumbuhannya

"Korban meninggal pada pukul 08.40 Wita pada saat dirujuk ke RS Prof Kandou," ujarnya melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Selasa malam.

Ibu dari Fanli menyatakan bahwa anaknya tidak memiliki riwayat sakit apa pun.

Maka itu Julian Mandiangan sangat kaget saat mengetahui anaknya tiba-tiba pingsan dan meninggal dunia.

Baca Juga: Bukan Hanya Faisal Nasimuddin, Raffi Ahmad Bongkar Kedekatan Luna Maya dengan 3 Laki-laki,

"Anak saya itu pendiam dan rajin ke sekolah. Ke sekolah ayahnya yang selalu antar. Dia juga tidak ada sakit," ujar Julian saat ditemui di rumah duka di kompleks Perumahan Tamara, Kecamatan Mapanget Barat, Manado, Rabu (2/10/2019).

"Anak saya pergi ke sekolah dengan keadaan sehat-sehat dan kembali sudah terbujur kaku," sambungnya.

Diketahui pihak kepolisian belum bisa memerika CS yang memberikan hukuman lari karena CS masih sakit.

"Gurunya belum bisa diambil keterangan karena saat ini masih sakit. Informasi dia (CS) masih menjalani rawat jalan," ujar Muhlis saat diwawancarai di kompleks kantor DPRD Sulut, Rabu (2/10/2019).

Baca Juga: Tak Makan Buah dan Sayur Selama 22 Tahun, Wanita Ini Hampir Alami Kebutaan, Begini Kisahnya

Muhlis mengatakan, dokter telah melakukan pemeriksaan kepada CS dan tekanan darahnya naik.

"Itu alasannya kita belum bisa periksa. Kalau dipaksakan kemudian terjadi apa-apa, polisi lagi yang disalahkan. Iya, gurunya ikut mendampingi. Namun, saat itu dia syok hingga sakit," ujar Muhlis.

Kasus ini dikategorikan sebagai kasus pidana sehingga KPAI masih menunggu laporan dari pihak keluarga.

Baca Juga: Cepat dan Simpel Lakukan Meditasi Hanya #5MenitAja Dapat Menghilangkan Stres hingga Melepaskan Amarah

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Susianah Affandy mengatakan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap penanganan kasus yang menyebabkan Fanli setelah keluarga melakukan aduan kepada polisi.

"Kasus-kasus ini bersifat kasuistik dan tidak banyak. Perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap proses pendisiplinan siswa," ujar Susianah Affandy, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).