Sistem PPDB Jalur Zonasi Sempat Jadi Kecaman Para Orangtua Murid, Ini Solusi Akhir dari Kemendikbud

By Ine Yulita Sari, Rabu, 1 Juli 2020 | 10:26 WIB
Ilustrasi murid sekolah (Freepik.com)

Nakita.id - Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021 melalui jalur zonasi di Jakarta menuai kecaman.

Mekanisme PPDB jalur zonasi tersebut dianggap mementingkan calon siswa yang berusia lebih tua.

Saat pendaftaran jalur zonasi dibuka, Kamis (25/6/2020), banyak calon siswa berusia lebih muda tersingkir oleh calon siswa yang berusia lebih tua.

Baca Juga: Zonasi Wilayah dan Nilai Bukan Tolak Ukur Utama, Syarat Baru PPDB Tahun Ajaran 2020/2021 di DKI Jakarta Ini Bikin Orangtua Calon Siswa Baru Naik Darah

Para orangtua siswa pun melakukan aksi demonstrasi lantaran sistem seleksi PPDB yang dianggap tidak adil dan menyalahi aturan.

Protes ini berujung pada aksi demonstrasi di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).

Baca Juga: Cara Mendaftar PPDB Online Tahun Ajaran 2020/2021 Lengkap untuk Semua Jenjang, Ini Berkas yang Harus Disiapkan

Ketua Komnas Anak Arist Merdeka Sirait yang ikut dalam aksi protes tersebut menyampaikan, keberatannya atas pemberlakuan sistem seleksi peserta didik baru berdasarkan usia di semua jalur seleksi, terutama pada jalur zonasi, yang tertuang dalam keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No 501 tahun 2020.

Para orang tua menilai Surat Keputusan Kadisdik nomor 501/2020 tentang PPDB Tahun Ajaran 2020/2021 tidak adil karena menyeleksi siswa berdasarkan usia.

Selain itu, kuota jalur zonasi yang hanya 40 persen dalam PPDB SMA juga dinilai bertentangan dengan Permendikbud No 44 tahun 2019 Pasal 11 ayat 2 yang mewajibkan jalur zonasi harus paling sedikit 50 persen dari daya tampung Sekolah.

Penjelasan Kemendikbud Terkait Permendikbud 44 tahun 2019

Baca Juga: Mendikbud Nadiem Makarim Akhirnya Izinkan Sekolah Mulai Tatap Muka, Ini Waktu dan Aturan yang Harus Dipatuhi

Dalam dialog dengan para orang tua, Sutanto menjelaskan bahwa dalam Permendikbud 44 tahun 2019 telah mensyaratkan minimal 50 persen untuk zonasi.

Calon peserta didik yang berada dekat dengan sekolah berhak mendapatkan jatah ini.

"Filosofi sekolah negeri itu kan menandakan bahwa pemerintah hadir memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Nah, sekolah negeri itu didahulukan untuk melayani masyarakat di daerah itu, misal sekolah di Jakarta Utara ya calon murid dari Jakarta Utara didahulukan, sisanya baru yang lebih jauh," ujar Sutanto.

Sementara jatah untuk afirmasi (keluarga tidak mampu) adalah 15 persen dan jalur perpindahan 5 persen.

Kemudian sisanya adalah untuk jalur prestasi dan menyesuaikan dengan jatah jalur lainnya.

Sutanto mengatakan bahwa Permendikbud tersebut memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengatur secara detail melalui Petunjuk Teknis PPDB masing-masing daerah.

Pemerintah daerah dapat meningkatkan jumlah tiga jalur utama dalam PPDB, selama tidak di bawah batas minimal.

Umur Bukan Syarat Utama

Sementara menurut Sutanto untuk persyaratan usia adalah syarat berikutnya dalam Permendikbud tersebut. Ia menegaskan bahwa syarat utama adalah empat jalur tadi.

Baca Juga: 94% Siswa Masih Harus Belajar Online di Tahun Ajaran Baru, Tangan Kanan Nadiem Makarim Beri Solusi Bagi yang Tak Memiliki Akses Internet untuk Sekolah Saat Pandemi

"Itu patokan pertama yang akan dipakai, umur itu syarat berikutnya. Jadi syarat utama itu tadi empat hal itu," tegas Sutanto.

Solusi Polemik PPDB Jalur Zonasi DKI Jakarta

Menurut Sutanto, pihaknya telah memberikan solusi kepada Kepala Disdik DKI Nahdiana tentang polemik PPDB DKI ini pada Jumat (26/6/2020) lalu.

Solusi pertama adalah menambahkan jumlah siswa dalam satu kelas, misal dalam satu kelas SMA idealnya 36 siswa maka akan ditambahkan menjadi 40 orang.

Kedua, menambahkan jumlah ruang kelas dengan jumlah siswa ideal sehingga siswa dapat otomatis ditambahkan dalam kelas tersebut.

Ketiga, mengalihkan siswa yang tidak tertampung dalam PPDB DKI Jakarta masuk ke sekolah swasta dengan bantuan berupa Kartu Jakarta Pintar.

"Tiga hal itu yang sementara menjadi solusi yang kita tawarkan dan mereka cuma minta waktu untuk menghitung," tutur Sutanto.

Kemendikbud Jadi Jembatan Aspirasi Orang Tua Murid

Baca Juga: Kemendikbud Berencana Buka Kembali Sekolah di Bulan Juli, 71 Persen Orangtua Menolak: 'Kesehatan Anak yang Utama dan Pertama'

Dalam pertemuan tersebut, salah satu orang tua murid menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah langsung menetapkan persyaratan PPDB berdasarkan usia.

Mereka meminta PPDB tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan Permendikbud 44 tahun 2019.

"Memang di Permendikbud-nya seperti itu, usia itu terakhir, tapi yang dilakukan DKI Jakarta itu langsung ke batasan usia, jadi harus dibatalkan PPDB itu karena bertentangan dengan Permendikbud," ujar salah satu orang tua.

Menanggapi hal tersebut, Sutanto memastikan Kemendikbud akan menjembatani aspirasi para orang tua.

"Kemendikbud akan menjembatani permasalahan orang tua murid dengan Disdik DKI Jakarta, yang mana hasil audiensi hari ini akan dibawa ke rapat Kemendikbud juga untuk ditindaklanjuti," kata Sutanto.

Pihak Kemendikbud akan terus proaktif dalam menjembatani aspirasi para orang tua murid agar bisa menemukan solusi atas polemik PPDB ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Polemik Penerimaan Siswa Baru DKI Jakarta Kini Dapatkan Solusi"