Awas! Stalking Pasangan di Media Sosial Dapat Berakibat Depresi dan Argumen Berujung Pembunuhan

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Senin, 10 September 2018 | 07:40 WIB
ilustrasi pembunuhan (kolase nbc/nakita)

Baca Juga : Sekian Lama Bungkam, Sule Angkat Bicara Sampai Bersumpah Terkait Isu Selingkuh dengan Pramugari

Perempuan tersebut memiliki tabiat baik.

Ia selalu di rumah, mengerjakan pekerjaan sebagaimana mestinya istri dan ibu, dan hanya bersosialisasi ke luar rumah ala kadarnya.

Ia lebih banyak bermain media sosial dan terpengaruh trending yang tengah hangat jadi bahan pembicaraan dan juga menjadi dirinya terpacu mengunggah bahkan membagikan hal-hal yang ia sukai.

Suaminya merasa dicurangi ketika istrinya terlihat lebih sering bermain media sosial.

Bahkan sang suami berpikir bahwa anak-anaknya terlantar karena ia melihat dari media sosial, betapa anaknya jarang di rumah dan lebih kerap menghabiskan waktu di luar rumah.

Simpulan salah pun muncul, sang suami geram kemudian menuduh istrinya melakukan kecurangan bahkan perselingkuhan yang menyebabkan anaknya kerap pergi dari rumah.

Cekcok dimulai, terlebih sang istri juga memiliki mental emosional, akibat pengaruh jahatnya media sosial dan dunia perdebatan di media sosial.

Tak kunjung usai permasalahan tanpa titik temu.

Permasalahan selesai dengan cara mengenaskan, sang suami membunuh istrinya yang terus berargumen, sementara dirinya juga membunuh akibat dendam yang belum jelas betul muaranya.

Sehingga dalam beberapa fenomena dapat dimengerti bahwa stalker bisa jadi korban atau juga bisa menjadi tersangka dalam tindak kekerasan karena pola pikirnya yang terlanjur ‘liar’.

Melihat berbagai kasus, seorang ahli stalker dan psikolog kepolisian forensik Kris Mohandie mengambil berbagai pranalar berikut!

Mohandie mengatakan bahwa reaksi berbagaya seperti ancaman, kekerasan bahkan pembunuhan bisa menjadi ujung dari kebiasaan stalking.

Ini akan sangat mengancam nyawanya sendiri, juga nyawa orang sekitarnya.

Para stalker memiliki kebebasan tanpa batas-batas perilaku normal sehingga dirinya bisa terancam karena terlalu gegabah, atau justru mengancam korban yang memang telah ia benci.

Dari kasus yang Mohandie pelajari, ada berbagai upaya untuk menghindari kebiasaan bermain media sosial dan mengarah ke pembunuhan serta kekerasan.

Baca Juga : Anggita Sari Angkat Bicara Perihal Isu Berhubungan Intim di Lapas dengan Terpidana Mati

1. Tetap waspada dan proaktif dalam berbagai pengaruh yang asalnya tidak dari diri kita dan keyakinan kita sendiri

2. Hindari banyak orang yang berpotensi membawa pengaruh negatif

3. Tak mudah terpengaruh dan juga menghindari berbagai komunikasi yang bersifat memprovokasi atau menyesatkan

4. Mencari informasi dan mencari jawaban atas keingintahuan secara wajar tanpa mencari simpulan di luar bahan keperluan yang ingin dicari

5. Menghindari berbagai dokumen dan laporan informasi yang membuat ancaman bagi diri sendiri.

Poin tersebut juga bisa dipakai bila seseorang merasa dirinya sedang distalking atau bahkan diteror.

Untuk mengenali berbagai macam perilaku stalker, Mohandie telah mengumpulkan berbagai indikasi dan ciri-ciri orang tersebut merupakan stalker.

1. Tokoh penting yang tak ada sangkut pautnya dalam hidup kita, tetapi membuat rumit hidup kita, jauh lebih rumit dibandingkan permasalahan yang kerap kita hadapi.

2. Terus mencari kesalahan kita selalu memahami berbagai celah tipis dalam kehidupan

Baca Juga : Alat Kemaluan Terputus Saat Sunat, Bocah Ini Dapat Kompensasi Besar

Menjadi stalker bukan membuat derajat seseorang bisa terangkat di media sosial. Mau tak mau, ia selalu dilingkupi rasa takut setiap harinya.

Ia akan terus mencari tahu kebenaran-kebenaran yang belum tentu terbukti faktanya.

Sehingga berbagai ketakutan dan rasa khawatir yang tak seharusnya timbul menjadi ada dan semakin bergejolak.

Seorang psikiater forensik dari Temple University School of Medicine di Philadelphia memberi perumpamaan bahwa stalker layaknya pecandu nikotin dan narkotika.

Ia sudah sangat sulit lepas dengan kebiasaannya.

Tak ada yang bisa menghindarkannya, sekali pun mengancam hidupnya. Dan bahaya justru akan mengancamnya.

Sehingga tak heran bila banyak kasus yang berakhir pada kematian atau pembunuhan.