Nakita.id - Dalam kehidupan sehari-hari, kita sangat potensial untuk memberikan label pada siapa saja.
Teman, tetangga, atau saudara, tentu rasanya mudah ya Moms melabeli mereka sesuai dengan tingkah laku atau kebiasaan yang mereka tunjukkan.
Tindakan labelling bisa juga terjadi dari orangtua ke anak, atau bahkan sebaliknya.
Baca Juga : #Lovingnotlabelling: Usia 3-5 Tahun Si Kecil Sedang Membentuk Karakter, Jangan Diberi Label!
Selama hidup kita berada di lingkungan sosial, kita akan selalu berpotensi memberi label pada orang-orang di sekitar.
Baik untuk sekedar bumbu candaan dalam komunikasi hingga yang terburuk labelling digunakan untuk memicu konfllik.
Roslina Verauli, MPsi selaku psikolog anak, remaja dan keluarga menjelaskan ada dua jenis labelling yang sering terjadi dari orangtua pada anak, yaitu labelling yang bersifat negatif dan positif.
Label negatif yang sering orangtua sebutkan pada Si Kecil contohnya “si lambat”, “si cengeng”, dan sebagainya.
Sedangkan untuk label positif sangat tipis bedanya dengan pujian yang sering Moms lontarkan untuk Si Kecil seperti “si pintar”, “anak baik”, atau mungkin “princess-nya Mama”.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Memberi Julukan Pada Si Kecil, Dampaknya Permanen
Ketika Si Kecil diberikan label, akan terbentuk skema dalam alam bawah sadarnya.
Skema tadi akan Si Kecil yakini ada pada dirinya dan dikembangkan menjadi stigma atau ciri tertentu.
Hal ini terjadi dan akan selalu menempel dalam kepribadiannya secara permanen.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Anak Bisa Jadi Rendah Diri, Ini Solusi Jika Moms Terlanjur Labeli Si Kecil
Labelling positif sering terjadi ketika Moms memberikan pujian yang berlebihan pada Si Kecil.
Misalnya Moms selalu menyebut Si Kecil dengan panggilan “si pintar” karena Si Kecil pernah berhasil menyelesaikan aritmatika yang sulit bagi anak seumurnya.
Si Kecil dapat menduga label tadi seolah menjadi standar mutu baginya.
Baca Juga : Ikuti Sesi #LovingNotLabelling , Orangtua Akui Masih Sering Lakukan Labelling Pada Anak
"Bahwa ‘si pintar’ tadi, saat ia merasa tidak pintar atau gagal mengerjakan soal yang sulit, Si Kecil akan merasa tidak menjadi dirinya lagi" kata Roslina saat diwawancarai Nakita.id di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/1/2019).
Si Kecil akan mudah merasa depresi dan cemas karena menganggap dirinya tidak lagi ‘pintar’ seperti yang Moms selalu ucapkan.
“Jadi saat Si Kecil diberi nama-nama yang baik di rumah, itu sama aja seperti labelling” tambah Roslina.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Menginspirasi Para Moms Agar Tak Melakukan Labelling pada Anak
Labelling biar bagaimanapun memiliki dampak yang kurang baik bagi Si Kecil, Moms.
Ketika Si Kecil diberi label negatif, dampaknya tentu akan negatif pula.
Pada jangka pendek, Si Kecil tentu akan menjadi sedih karena Moms menyebutnya dengan “si cengeng” atau “si nakal”.
Tidak menutup kemungkinan dampak yang dihasilkan bisa bertahan untuk jangka waktu panjang.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Berikut Ilmu, Manfaat dan Keseruan yang Didapat di Acara Coaching Clinic Hypnotalk
Roslina bercerita, pernah ada pengalaman seseorang yang diberikan label “si gendut” oleh sekitarnya.
Saat kini sudah dewasa, secara objektif dia sama sekali tidak gemuk, wajahnya cantik, kulitnya bagus, dan sejahtera finansialnya.
Namun, ia terganggu secara emosional karena selalu melihat dirinya dalam perspektif ‘gendut’ seperti yang orang-orang selalu katakan padanya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Saat Emosi Lakukan Hal Mudah Ini untuk Mengontrolnya Supaya tak Mencap Anak
Inilah pentingnya Moms selalu mengucapkan kata-kata yang baik untuk Si Kecil.
"Memberikan statement positif ibarat memasukkan kristal-kristal indah ke skema pikiran Si Kecil" kata Roslina.
Namun, Roslina mengingatkan untuk jangan berlebihan karena tidak ada yang baik dari berperilaku berlebihan.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Ini Manfaat HypnoTalk untuk Menjaga Emosi Anak dan Orangtua
Source | : | Nakita |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR