dear editor, mohon tambahkan centerforparentingeducation.org sebagai sumber artikel ini. Terima kasih.
Nakita.id - Menurut psikolog anak, Roslina Verauli labelling yang biasanya digunakan di ranah klinis untuk mendiagnosis gejala tertentu, sering disalahgunakan oleh para orangtua.
Di rumah, Moms sering menyebut Si Kecil dengan julukan “bodoh”, “jelek”, “si lambat”, atau “si cengeng” tanpa menyadari kalau yang dilakukan tersebut adalah labelling.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Memberi Julukan Pada Si Kecil, Dampaknya Permanen
Labelling yang terjadi secara spontan mengacu pada perilaku tertentu Si Kecil ini ternyata bisa merusak hubungan Moms dan Si Kecil di masa depan.
Salah satu dampak labelling pada Si Kecil adalah akan membentuk stigma sehingga Si Kecil meyakini kalau dirinya memang seperti apa yang selama ini dilabelkan padanya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Coba Pahami Si Kecil Agar Tak Terjadi Labelling di Rumah
Tidak hanya sampai di situ, Moms sebagai orang tua pun akan melihat Si Kecil secara eksklusif sesuai dengan label yang Moms berikan.
Psikolog Haim Ginott, seperti dilansir dari centerforparentingeducation.org mengatakan keadaan ini akan merusak hubungan orang tua dan anak seiring waktu.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Pernah Tak Sengaja Melabeli Anak, Enno Lerian Sadar Itu Bukan Hal yang Bijaksana
Meski hanya sebuah kata, labelling dapat membatasi potensi tumbuh kembang Si Kecil dan meninggalkan trauma mendalam.
Terutama bila labelling dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Pujian Moms untuk Si Kecil Ternyata Bisa Menjurus ke Labeling
Labelling juga membuat Moms berpikir seolah-olah satu kata tersebut menggambarkan keseluruhan Si Kecil yang sesungguhnya lebih kompleks daripada itu.
Moms menjadi terbatas dalam kemampuan untuk memahami potensi penuh Si Kecil.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Ajak Dads Terapkan No Labelling di Rumah Yuk, Moms!
Karena anak adalah peniru orang tuanya, perilaku melabeli seseorang ini juga akan mungkin ia lakukan.
Maka jangan kaget bila suatu saat Si Kecil balik melabeli Moms dengan berbagai julukan seperti “tukang ngomel”, “pemarah”, dan sebagainya.
Bila keadaan ini tidak diselesaikan dengan baik, hubungan orangtua dan anaklah yang akan terpengaruh.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Mengenal Hipnoterapi, Metode Hipnosis untuk Hapuskan Trauma Labelling
Label yang sudah terlanjur Moms lakukan mungkin sulit dihapus dari alam bawah sadar SI Kecil.
Tetapi tidak ada kata terlambat untuk berubah dan menyadari dampak labelling demi menyingkirkan persepsi negatif yang timbul antara Moms dan Si Kecil.
Beruntung jika usia Si Kecil masih di bawah enam tahun karena labelling yang tertanam dalam dirinya bisa lebih mudah untuk Moms netralkan dengan sugesti-sugesti positif.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Memberi Sugesti Bisa Hapuskan Trauma Labelling, Lakukan di Waktu yang Tepat Moms!
Namun bukan berarti pengaruh labelling pada Si Kecil yang sudah beranjak remaja tidak bisa Moms hilangkan.
Mulailah bicara pada Si Kecil mengenai ketidaknyamanan Moms akibat terlanjur melakukan labelling tersebut.
Ganti kata-kata labelling dengan kata-kata yang bisa memberikan dorongan dan dukungan untuk tantangan yang dihadapi Si Kecil di masa depan.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Hindari Labelling, Ibnu Jamil Pilih Berikan Motivasi pada Anak
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR