Nakita.id - Tahukah Moms, 466 juta orang di dunia hidup dengan gangguan pendengaran?
34 juta gangguan pendengaran diantaranya adalah anak-anak dan satu pertiganya dialami oleh orang dengan usia lebih dari 65 tahun.
Jumlah gangguan pendengaran ini meningkat dibandingkan pada 2013 yaitu sekitar 360 juta.
Baca Juga : Gejala Gangguan Pendengaran pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Jenis gangguan pendengaran salah satunya adalah tuli kongenital.
Tuli kongenital merupakan tuli berat atau sangat berat yang terjadi sejak lahir dan akar masalahnya berada di telinga bagian dalam.
Gangguan pendengaran jenis itu disebabkan karena bawaan (riwayat hamil dan riwayat lahir) dan didapat (infeksi).
Baca Juga : Ini Cara Rinni Wulandari Atasi Gangguan Pendengaran Bayi Saat Naik Pesawat
Gejalanya anak belum dapat bicara sesuai usia atau delayed speech.
"Kelemahan kita kadang-kadang adalah menunggu. Menunggu sampai anak nanti deh sampai usia satu tahun. Tunggu deh usia dua tahun, kok tidak bisa ngomong-ngomong ya? Baru dibawa ke dokter, dan itu sudah agak terlambat," jelas dr. Hably Warganegara, Sp. THT-KL.
Menurut dr. Hably, dari bayi sudah lahir seharusnya sudah dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran.
Hal ini karena, tuli kongenital pada anak mempengaruhi perkembangan kognitif, psikologi, dan sosial.
"25 persen anak belum bisa ngomong atau delayed speech berada di gangguan THT. Normalnya pendengaran kita antara 0 sampai 25, ibaratnya kalau kita periksa mata minusnya tidak ada, tetapi kalau sudah dibawah 25 itu sudah mengalami gangguan pendengaran," jelas dr. Hably.
Kasus tuli kongenital di Indonesia cukup besar sekitar 5,000 bayi lahir dalam kondisi tuli dan memiliki risiko tuli bisu.
Akar masalah tuli kongenital berada di telinga dalam, ia berfungsi membantu keseimbangan dan menyalurkan suara ke sistem saraf pusat.
Pada anak yang mengalami tuli kongenital ia akan sulit mengolah informasi karena telinga bagian dalamnya tidak berfungsi.
Baca Juga : Penyakit Langka Diturunkan Secara Genetik, Jadi Alasan Si Kecil Perlu Jalani Newborn Screening
Selanjutnya berimbas pada keterlambatan bicara, perkembangan kemampuan berbahasa, gangguan komunikasi, dan gangguan proses belajar dan perkembangan kepandaian.
Sementara dari sisi psikologi anak merasa malu, depresi, menjauh dari teman-temannya, jelas dr. Hably.
Kenapa anak bisa mengalami tuli kongenital?
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya, menurut Joint Committee on Infant Hearing tahun 1990, adalah riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran bawaan, riwayat infeksi prenatal (torchs, rubella, sitomegalovirus).
"Contohnya, yang lagi ngehits sekarang rubella. Jadi rubella itu kaya campak. Jadi waktu ibu hamil terutama trisemester pertama itu terserang virusnya jadi badannya demam, terus bintik-bintik merah, virusnya berjalan masuk ke janinnya sehingga perkembangan telinga yang dibentuk usia trisemester awal terganggu," jelas dr. Hably.
Dr. Hably menambahkan, penggunaan obat-obat toksis pada ibu hamil, biasa dipakai oleh pasien TBC dan malaria, serta penyakit lainnya.
"Jadi TBC itu ada obat yang disuntik, obat malaria juga ada yang disuntik sehingga saraf pendengarannya menurun," kata dr. Hably.
Selanjutnya riwayat kelahiran seperti prematur, berat badan lahir rendah, terdapat kuning pada kadar 25 lebih dari 25, dan pada waktu kelahiran mengalami sesak napas atau tidak menangis.
"Ketika lahir anaknya diam, tidak langsung nangis, itu terjadi kadar oksigennya berkurang di tubuh dia,"
Baca Juga : Selvi Kitty Melahirkan Saat Ulang Tahun Pernikahan, Ini Nama Anak Pertamanya yang Tampan
Faktor lainnya adalah kelainan anatomi telinga dapat disertai kelainan kraniofasial, hiperbilirubinemia, meningitis bakteria, apgar score, bayi di NICU, dan sindrom yang berhubungan dengan tuli sensorineural atau konduktif.
Terdapat cara sederhana deteksi kemungkinan tuli kongenital pada bayi usia 0 sampai 1 bulan yaitu refleks moro, mengejapkan mata, mengerutkan wajah, berhenti menyusu atau mengisap lebih cepat, bernapas lebih cepat, dan ritme jantung bertambah cepat.
"Jadi saat mendengar suara kencang, pintu tertutup, atau tepuk tangan dari belakang Si Kecil harusnya ada refleks kagetnya," kata dr. Hably.
Kapan Moms perlu curiga Si Kecil mengalami tuli kongenital?
- Usia 12 bulan, bayi belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
- Usia 18 bulan, tidak dapat menyebut satu kata yang mempunyai arti
- Usia 24 bulan perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
- Usia 30 bulan belum dapat merangkai dua kata
Ada baiknya Moms melakukan deteksi dini pada bayi dengan melakukan pemeriksaan sederhana dan pemeriksaan OAE.
"Kemudian kalau ternyata benar anak Moms mengalami tuli kongenital, mau tidak mau harus pakai alat bantu dengar.
Alat bantu dengar ada yang seperti kaca mata tetapi kalau sudah sangat berat bisa disarankan untuk operasi.
Baca Juga : Luna Maya Tenangkan Diri Usai Mantan Pacar Nikahi Temannya, Peneliti: Patah Hati Bisa Sebabkan Kematian
Jadi operasi koklea, ditanam alat bantu dengarnya di dalam tempurung kepalanya.
Tetapi tidak selesai sampai situ, kadang-kadang orang tua sudah dioperasi sudah pakai alat bantu dengar dibiarin saja.
Yang perlu diketahui anak sudah terlambat mendengar mestinya bisa mendengar dari bayi ini baru bisa mendengar usia setahun, dua tahun, atau tiga tahun.
Jadi orang tua perlu ekstra belajar lagi dan sekolah khusus yang harus bantu dia, namanya latihan habilitasi pendengaran yaitu audioverbal terapi," jelas dr. Hably.
Dr. Hably menambahkan Moms harus mengajari ulang pada anak setelah pascaoperasi, jadi cara berhitung seperti ini, dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, Moms harus segera melakukan pemeriksaan gangguan pendengaran sejak dini pada anak Moms karena mempengaruhi perkembangan kognitif, psikologis, dan sosialnya.
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR