Dalam hal ini, menikah yang merupakan norma sosial dan bahkan adat-istiadat menjadi muncul diskriminasi gender.
Terus mendorong anak-anak berusia belia memiliki pemikiran bahwa menikah di bawah usia 18 tahun merupakan hal yang wajar dan juga tidak memiliki pengaruh besar, melihat keadaan dan lingkungan sosialnya.
Meski jumlah yang telah dijelaskan tadi termasuk besar, pernikahan di bawah umur mengalami penurunan hingga 15 persen dalam dekade terakhir.
Tetapi, UNICEF terus melakukan upaya untuk mengakhiri praktik dan kebiasaan salah ini untuk mencapai target Sustainable Development Goals yang harus segera terealisasi.
Berbagai alasannya berakhir pada garis lurus, bahwa lain karena alasan ekonomi keluarga, sehingga anaknya dinikahkan dengan orang yang memiliki segi materi lebih baik.
Juga untuk mengurangi beban perekonomian keluarga bahkan diharapkan dapat membantu ekonomi keluarga.
Tentu hal ini bukan hal mudah bagi mereka, terutama perempuan.
Sebagaimana mestinya mereka harus menikmati masa mudanya, justru terenggut dengan pemikiran berat yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawabnya di usia yang sangat belia.
Baca Juga : Pernikahan Dini Bukan Solusi Hindari Zina, Ini Risiko dan Solusinya
Hal tersebut tentu akan sangat mengganggu bahkan berisiko bagi mentalnya.
Adanya berbagai fenomena tersebut membuat UNICEF terus berusaha memeluk rakyat kecil dan juga rakyat yang masih berparadigma bahwa pernikahan di usia muda akan lebih bisa memperbaiki keperluan ekonomi keluarga.
UNICEF berharap keluarga memiliki peran penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
Juga untuk mendukung berbagai faktor mental dan sosial serta kesehatan anak-anak natinya.
For the Greater Good, For Life: Komitmen ParagonCorp Berikan Dampak Bermakna, Demi Masa Depan yang Lebih Baik Bagi Generasi Mendatang
Source | : | Kompas.com,children health,nakita.id |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR