Nakita.id - Menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah, Moms.
Terlebih bila Si Kecil sudah mulai bisa mengerti dan memahami apa yang terjadi.
Moms dan Dads harus bisa memberikan pembelajaran yang baik pada anak-anak tanpa memberikannya label.
Baca Juga: Berikan Perlindungan Alami Saat Puasa, Si Kecil Sehat dan Orangtua Pun Tenang
Kita juga tak bisa mendisiplinkan Si Kecil dengan memarahinya atau bahkan mengancamnya.
#LovingNotLabelling, Moms tak bisa melakukan hal tersebut pada anak agar menuruti kemauan Moms.
Pasalnya, memberikan ancaman pada anak terkadang tak bisa membuatnya menjadi menurut dan disiplin.
Anak justru akan menjadi penakut, minder, peragu, dan memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Mengutip dari Intisari, pola asuh anak dengan mengancam dan menakut-nakuti disebut psikolog dari Universitas Tarumanegara, Naomi Soetikno, M.Pd, Psi sudah tak relevan.
Kebiasaan ini dianggap sudah tidak relevan lagi dan kuno.
“Sejak dulu kita biasa diancam. Banyak orangtua yang menganggap pola pendidikan reward and punishment adalah yang terbaik. Tetapi kini pendekatan seperti itu sudah mulai ditinggalkan,” ujar Naomi dalam sebuah acara di Jakarta, Senin (2/10/2015), seperti dikutip dari Kompas.com.
Terlebih bila diterapkan pada anak usia 2-12 tahun.
Baca Juga: Resmi Jadi Mualaf, Gus Miftah Sebut Nama Lain Deddy Corbuzier, Nama Barunya?
Usia 2-12 tahun adalah periode yang paling menentukan pada perkembangan aspek emosional anak.
Di usia ini adalah masa pembentukan ego dan self-esteem pada anak.
“Anak menyerap banyak informasi tetapi belum punya keterampilan untuk menata atau memilih pengalaman itu. Sehingga semua terekam, termasuk yang negatif,” terang Naomi.
“Saat ini pola asuh yang banyak dipakai adalah positif psikologi. Jadi lebih banyak memberikan komentar-komentar positif dalam berbagai situasi,” jelasnya.
Meski demikian, Naomi mengakui bahwa memberi komentar positif pada anak bukan sesuatu yang mudah.
Diperlukan latihan dan kebiasaan yang sifatnya terus menerus.
Selain itu, terlalu sering memberikan label positif juga tak baik untuk anak, Moms.
Sehingga, Naomi menyarankan agar orangtua memperbanyak jam kebersamaan dengan si anak.
“Pas lihat kamar anak berantakan, dari pada teriak-teriak menyuruh anak membereskan, lebih baik ajak anak membereskannya bersama-sama,” contohnya.
Moms juga bisa memberikan apresiasi pada anak setelah melakukannya.
Tak hanya memberikan penjelasan, beri anak apresiasi, beri anak penjelasan sebab dan akibatnya.
Misalnya, setelah kamar bersih dan rapi, sampaikan bahwa kalau sudah bersih kamar jadi lebih terang sehingga membaca pun lebih enak.
Namun, jangan terlalu sering memberikan hadiah kepada Si Kecil karena perilaku positifnya.
Moms harus menekankan bahwa tidak setiap perbuatan baik harus mendapatkan hadiah.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,Intisari |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR