Nakita.id - Di masa pertumbuhan dan perkembangannya, tentu anak akan belajar banyak tentang hal yang dibenarkan dan tidak boleh dilakukan.
Dalam masa tersebut, peran orangtua menjadi hal yang sangat penting untuk mendukung daya serap yang dimiliki anak.
Namun apa jadinya, bila saat masa pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi, anak justru kerap mendapat perlakuan yang justru berbahaya bagi masa depannya?
Baca Juga: #LovingNotLabelling: Era Media Sosial, Membanding-bandingkan Anak Apakah Berbahaya?
Salah satu hal yang kerap dilakukan orangtua yakni memberi label pada anak dan membentaknya tanpa sadari.
Banyak orangtua yang mengaku harus membentak untuk membuat Si Kecil kapok dan tak lagi mengulangi kesalahannya.
Padahal, setelah dibentak belum tentu anak mau melakukannya.
Melansir dari Nakita.id, menurut Dr Justin Coulson, pakar parenting di Kidspot.com.au dan pengajar psikologi di University of Wollongong, Australia, riset menunjukkan bahwa sebenarnya orangtua tidak suka membentak anak-anaknya.
Namun surveinya, banyak orangtua yang membentak anak disertai melakukan kekerasan dan bahkan labeling, seperti mengatakan anak 'nakal' dan menjewer telinganya, atau melakukan hal lain.
Tapi tahukah Moms, hal tersebut sangat berpengaruh pada kondisi mental anak lho.
Dalam studi selama dua tahun, para peneliti di University of Pittsburgh dan University of Michigan, Amerika, mendapati bahwa disiplin secara verbal yang parah terbukti memberi pengaruh negatif pada ketentraman anak.
Anak-anak praremaja dan remaja yang orangtuanya kerap membentak untuk mendisplinkan akan mengalami peningkatan masalah perilaku, seperti melakukan kekerasan dan vandalisme.
Efek dibentak terus-menerus sama seriusnya dengan jika anak dipukul.
Membentak anak tepat di depan wajahnya adalah tindakan yang parah, khususnya ketika diikuti dengan labeling (menyebut anak dengan sebutan nakal, kurang ajar, bodoh, dan lain-lain) dan berbagai kata-kata ancaman, kata-kata penghinaan, dan sebagainya.
Kata-kata semacam itu hanya akan menyakiti anak, sementara perubahan perilaku yang Mama harapkan belum tentu terjadi.
Baca Juga: Moms Heran Kenapa Anak Jadi Nakal? 5 Hal Ini Mungkin Penyebabnya
Penelitian lain menunjukkan bahwa membentak sedikitnya 25 kali dalam periode 12 bulan bisa memberikan efek negatif pada kepercayaan diri anak.
Selain itu juga meningkatkan risiko depresi, dan mengembangkan perilaku agresi pada anak.
Lain dari pernyataan Justin, seorang dokter ahli ilmu otak dari Neuroscience Indonesia, Amir Zuhdi mengatakan bila membentak anak sangat berpengaruh pada perkembangan otaknya.
Mengutip dari Kompas.com, Amir menjelaskan ketika orangtua membentak, anak akan merasa ketakutan. Ketika muncul rasa takut, produksi hormon kortisol di otak meningkat.
"Otak itu bekerja bukan hanya secara struktural, melainkan ada listriknya, ada hormonalnya. Ketika anak belajar neuronnya menyambung, berdekatan, antar-neuron semakin lama semakin kuat, sistem hormonal juga bekerja," kata Amir.
Nah, pada anak-anak, tinginya hormon kortisol itu akan memutuskan sambungan neuron atau sel-sel di otak.
Selain itu, akan terjadi percepatan kematian neuron atau apoptosis.
Lalu, apa akibatnya jika neuron terganggu?
Menurut Amir, banyak hal yang bisa terjadi, seperti proses berpikir anak menjadi terganggu, sulit mengambil keputusan, anak tidak bisa menerima informasi dengan baik, tidak bisa membuat perencanaan, hingga akhirnya tidak memiliki kepercayaan diri.
"Neuron ini kan isinya file-file. Kalau dalam jumlah banyak (kematian neuron), dia jadi lelet," kata Amir.
Amir menjelaskan, bagian otak anak yang pertama kali tumbuh adalah bagian otak yang berkaitan dengan emosi.
Dalam bagian itu, paling besar adalah wilayah emosi takut.
Itulah mengapa saat anak-anak akan mudah merasa takut.
Semakin sering dibentak dengan keras dan membuat anak takut, semakin tinggi pula kerusakan pada neuron.
Menurut Amir, orangtua juga harus bisa mengelola emosi.
Ketika anak berbuat salah, katakan salah dengan memberi pengertian tanpa membentak-bentak.
Belajar dari Viralnya Anggur Muscat, Ini Cara Cuci Buah yang Benar untuk Hilangkan Residunya
Source | : | Kompas.com,Nakita.id |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR