Sebab, menurut WHO praktik ini melibatkan adanya menghilangkan dan merusak jaringan genital perempuan yang sehat dan normal.
Bahkan, praktik sunat perempuan ini juga bisa menyebabkan berbagai komplikasi.
Akan tetapi, praktik sunat perempuan ini sendiri cukup sulit dihilangkan di Indonesia.
Pasalnya, praktik ini cukup kental dengan tradisi dan dorongan religi dengan dalih perintah agama.
Baca Juga: Melahirkan Anak Keempat, Celine Evangelista: 'Ganteng Banget Anak Mommy', Seperti Apa Potretnya?
Meski disebut berbahaya dan sangat tidak disarankan, praktik ini nyatanya juga masih ada dan disediakan, bahkan oleh tenaga medis di rumah sakit.
Bila berbahaya dan dilarang, mengapa pihak rumah sakit justru memberikan layanan tersebut?
Menjawab pertanyaan itu, Sri Purwatiningsih mengatakan bahwa hadirnya tenaga medis ini justru untuk mengurangi adanya dampak bahaya dari sunat perempuan.
“Medis melakukan itu karena untuk mengurangi dampak atau bahaya dari praktik jika ditangani tenaga tradisional,” terang Sri Purwatiningsih.
Pasalnya, praktik sunat perempuan yang ditangani oleh tenaga tradisional bisa dibilang sangat berbahaya.
Praktik ini melibatkan adanya tindakan pemotongan yang menyebabkan adanya perlukaan pada alat vital anak.
“Kalau kita melihat alat-alat dari praktik tradisional itu sangat ngeri. Ada yang pakai bilah bambu, ada yang pakai silet, dan ada kalau di NTB itu pakai seperti koin yang ditengahnya ada lubang, nah alat itu dimasukkan ke dalam klitoris anak, kemudian itu dipotong,” ungkapnya.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Source | : | Liputan ICIFPRH di Jogja |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR