Itulah mengapa tetap ada praktik sunat perempuan bahkan ditangani oleh medis, yang jelas mengerti aturan dan bahayanya.
“Nah itu, mengapa medis masuk. Bidan-bidan, dokter itu masuk untuk memerangi efek samping praktik yang dilakukan oleh tenaga tradisional,” jelas Master of Public Health ini.
“Jadi kalau di bidan, di medis, itu mereka biasanya tidak melakukan sesuatu yang berbahaya,” tambahnya.
Meski tetap melakukan sunat perempuan, bidan maupun tenaga medis ini tidak melakukan seperti tradisi.
Mereka hanya melakukan untuk simbolik dan tanpa menyebabkan perlukaan yang parah.
“Tapi mereka misalnya, istilahnya diusap gitu, ada betadine ditaruh di kasa terus diusap gitu di klitoris. Itu yang banyak dilakukan oleh medis,” ujarnya.
Menurut Sri, bidan dan tenaga medis pun terpaksa melakukannya agar tak dikucilkan.
Terlebih di daerah yang masih sangat kental akan tradisi sunat perempuan tersebut.
“Untuk bergaining dengan faktor tadisional yang kuat. Karena bidan kalau tidak mau melakukan dia juga akan dikucilkan,” pungkasnya.
Baca Juga: Melahirkan Anak Kedua, Tengok Potret Cantik Putri Yasmine Wildblood, Menggemaskan Bak Bayi Bule
Source | : | Liputan ICIFPRH di Jogja |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR