Nakita.id - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan nampaknya begitu dekat dengan masyarakat.
Kini hampir seluruh masyarakat di Indonesia pun menggunakan layanan kesehatan dari pemerintah ini.
Meski menimbulkan polemik, namun penggunaan BPJS di masyarakat masih begitu besar.
Beberapa waktu lalu sempat heboh kabar kenaikan iruan BPJS Kesehatan ini.
Tak main-main, kenaikannya pun bisa dibilang hampir 90% dari harga iuran awal.
Kini BPJS kembali muncul dengan kabar yang cukup menggegerkan publik.
Mengutip Kompas.com, pemerintah tengah menyiapkan aturan baru untuk BPJS Kesehatan terkait sanksi keterlambatan iuran.
Sanksi ini akan secara otomatis terintregasi dengan layanan publik lainnya, seperti perpanjangan SIM, pembuatan paspor, dan IMB.
Sehingga bagi peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan akan otomatis mendapat sanksi ketika membutuhkan pelayanan publik tersebut.
Menurut penjelasan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, pemberlakuan sanksi layanan publik itu untuk meningkatkan kolektabilitas iuran peserta BPJS Kesehatan dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).
"Inpresnya sedang diinisiasi untuk sanksi pelayanan publik. Selama ini sanksi ada, tapi hanya tekstual tanpa eksekusi karena itu bukan wewenangnya BPJS," kata Fachmi di Jakarta, Senin (7/10/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
Melalui regulasi instruksi Presiden ini, pelaksanaan sanksi layanan publik akan diotomatiskan secara daring antara data di BPJS Kesehatan dan basis data yang dimiliki oleh kepolisian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pertanahan Negara, dan lain-lain.
Jadi, jika ada seorang yang masih menunggak iuran BPJS, ia secara otomatis tak akan bisa mengakses layanan publik yang terintegrasi itu seperti memperpanjang SIM atau membuat paspor.
Sanksi layanan publik tersebut sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Hal ini mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.
Akan tetapi, Fachmi mengatakan bahwa tidak ada satu pun sanksi tersebut yang pernah dilaksanakan karena institusi terkait yang memiliki wewenang.
Hasilnya, tingkat kolektabilitas iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen.
Fachmi menekankan pentingnya sanksi bagi peserta yang tidak mau membayar iuran.
Dia mengambil contoh jaminan sosial negara lain seperti Korea Selatan yang sebelumnya kolektabilitas hanya 25 persen menjadi 90 persen ketika menerapkan sanksi untuk kolektabilitas.
Pasalnya di negeri gingseng itu pemerintah diberikan wewenang untuk mengakses rekening peserta jaminan sosial, dan langsung menarik besaran iuran dari dana pribadi bila orang itu mampu membayar.
Saat ini BPJS Kesehatan juga telah menerapkan sistem autodebet bagi peserta yang baru mendaftar.
Akun bank peserta secara otomatis akan berkurang jumlahnya untuk membayar iuran kepada BPJS Kesehatan.
Hal ini dimaksudkan agar tak ada lagi tunggakan pembayaran BPJS.
Namun, sistem autodebet tersebut masih memungkinkan gagal apabila peserta sengaja tidak menyimpan uang di nomor rekening yang didaftarkan lalu membuka akun bank baru.
Fachmi pun berharap pada regulasi mengenai automasi sanksi yang akan meningkatkan kepatuhan dan kepedulian masyarakat dalam membayar iuran.
Baca Juga: Tsania Marwa Bagikan Potretnya dengan Gaun Pengantin, Siap Lepas Masa Janda?
Rekomendasi Aktivitas Seru Bersama Anak, Jakarta Doodle Fest 2024 Bisa Menjadi Pilihan Menarik
Source | : | Kompas.com,Nakita.id |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR