Nakita.id - Inilah rangkuman materi perjuangan Jenderal Sudirman, apa yang bisa kita pelajari dari perjuangannya?
Kalau Moms atau Si Kecil ketinggalan tayangannya, inilah rangkuman soal taktik perang Gerilya yang dilakukan Jenderal Sudirman demi membela bangsa Indonesia.
Melalui kisah pahlawan nasional Jenderal Sudirman, ada teladan yang bisa dipelajari oleh kita bangsa Indonesia.
Seperti jiwa patriotisme dan cinta tanah air yang dimiliki oleh Jenderal Sudirman.
Tak gentar melawan penjajah membawanya terus kuat dan tegas dalam menyusn strategi melawan Belanda.
Jenderal Sudirman juga yang berada di garis terdepan bersama semua pasukannya untuk melawan penjajah.
Hanya rasa cinta tanah air yang membuatnya tetap semangat dalam berperang demi merebut kemerdekaan tanah air.
Bahkan ketika dirinya sakit hingga tak bisa berjalan, teladan loyalitasnya perlu kita pelajari di mana ia tetap ikut bersama pasukannya hingga bisa pulang ke Yogyakarta.
Sejarah
Sosok, Jenderal Sudirman tidak lepas dari sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Dilansir National Geographic Indonesia, ia tak pernah mau tunduk kepada siapa pun dan menghindari adanya perundingan dengan pihak Belanda.
Jenderal Sudirman menganggap hal tersebut hanya akan melemahkan posisi Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Kegigihannya untuk mempertahankan kemerdekaan tidak luntur meski sedang sakit. Dengan ditandu, ia mengarahkan pasukannya untuk tetap berjuang.
Jenderal Sudirman, lahir di Desa Bodaskarangjadi, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916.
Dalam buku Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jendera Sudirman (2008), karya Sardiman, Jenderal Sudirman punya etos kerja baik dan sederhana.
Ia belajar agama Islam sejak kecil. Ia anak yang taat agama dan selalu salat tepat waktu.
Setelah dewasa, Sudirman masuk militer dan bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang.
Awal gerilya
Pada 22 Desember 1948, Jenderal Sudirman memutuskan meninggalkan Yogyakarta untuk berperang dengan Belanda lewat gerilya pada masa agresi militer Belanda II.
Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), saat itu Jenderal Sudirman dalam keadaan sakit menderita TBC (Tuberculosis). Di mana paru-parunya hanya berfungsi 50 persen.
Meski sakit, tidak mengalahkan semangat Jendera Sudirman untuk berjuang melawan Belanda.
Perang gerilya yang dilakukan Jenderal Sudirman dan pasukannya merupakan sebuah respon atas Agresi Militer Belanda II.
Baca Juga: Rangkuman materi Membaca itu Asyik, Program Belajar dari Rumah untuk Siswa SMP Kelas 7, 8, dan 9
Belanda yang kembali masuk ke Indonesia terutama di Pulau Jawa pada 14 Desember 1948 dan melakukan penyerangan diberbagai wilayah.
Di Yogyakarta, Belanda menyerang Pangkalan Udara Maguwo dan selanjutnya menyerang lewat darat. Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta mampu dilumpuhkan dan dikuasai pasukan Belanda.
Pada Agustus 1949 terjadi krisis politik militer di Yogyakarya. Sesuai perjanjian Roem Royen, Presiden Sukarno mengeluarkan perintah gencatan senjata pada, 3 Agustus 1949.
Padahal sehari sebelumnya, Jenderal Sudirman menghadap presiden untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dengan berperang.
Selama gerilya
Saat menjalankan gerilya, Jenderal Sudirman harus ditandu dengan berpindah-pindah tempat dan keluar masuk hutan.
Menghilang dan menyerang dengan tiba-tiba. Bergerak, menyusup, kemudian muncul secara tiba-tiba.
Jenderal Sudirman tidak bisa memimpin secara langsung pasukannya saat berperang karena kondisinya. Ia memimpin lewat pemikiran dan motivasi untuk pasukannya.
Selama bergerilya, para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat konvoi.
Gerilya yang dilakukan pasukan Indonesia merupakan strategi perang untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda.
Taktik tersebut membuat Belanda bingung dan kewalahan karena melakukan penyerangan tiba-tiba. Cara tersebut membuat pasukan Belanda terpaksa mundur.
Kembali ke Yogyakarta
Setelah hampir 7 bulan bergerilya dengan berpindah-pindah, Jenderal Soedirman memutuskan kembali ke Yogyakarta.
Dalam perjalanan menuju Yogyakarta, rombongan Janderal Sudirman dihadang oleh Belanda di Pacitan.
Kemudian perjalanan Jendera Sudirman dialihkan melewati daerah Sobo Nawangan. Di sana, Jenderal Sudirman tinggal selama 107 hari.
Di daerah Sobo, Jenderal Sudirman menyusun strategi untuk menghadapi pasukan Belanda.
Dalam kesempatan tersebut Jenderal Sudirman mempu meningkatkan moral para pejuang Indonesia.
Setelah perancanaan yang matang, 1 Maret 1949 pagi hari, serangan besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Indonesia.
Fokus utama penyerangan di ibu kota Indonesia, Yogyakarta. Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sewaktu sirine dibunyikan serangan dilakukan di segala penjuru kota.
Dari sektor sebelah barat sampai batas Malioboro dipimpin Letkol Soeharto. Di sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur oleh Mayor Sardjono.
Di sektor utara dipimpin Mayor Kusno. Sementara di sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtopo dan Letnan Masduki.
Pasukan Indonesia berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama 6 jam. Peristiwa tersebut dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret.
Meninggal
Sakit TBC yang diderita Jenderal Sudirman semakin parah dan harus dirawat di rumah sakit.
Pada 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman meninggal di Magelang pada usia 34 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.
Pada 1964, Pemerintah Indonesia menjadikan Jenderal Sudirman menjadi pahlawan nasional lewat Surat Keputusan (SK), 10 Desember 1964.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jenderal Sudirman, Tetap Semangat Bergerilya meski Sakit
Nutrifood Research Center, Bangun Ekosistem Pembelajaran Berbasis Sains Melalui Penelitian, Pendidikan, dan Komunitas
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Rachel Anastasia Agustina |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR