Nakita.id - Banyak negara yang mencoba untuk menemukan obat atau vaksin Covid-19, termasuk Indonesia.
Ahli dari Indonesia juga berlomba untuk mencari obat atau kombinasi obat yang bisa digunakan untuk membasmi Covid-19.
Seperti yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Airlangga, Surabaya.
Tim peneliti Universitas Airlangga Surabaya mengklaim telah menemukan kombinasi obat unuk penanganan pasien Covid-19.
"Kelima kombinasi obat tersebut adalah loprinavir-ritonavir-azitromisin, loprinavir-ritonavir-doksisiklin, loprinavir-ritonavir-klaritomisin, hidroksiklorokuin-azitromisin, dan hidroksiklorokuin-doksisiklin," kata Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih di Surabaya, Jumat (12/6/2020
Unair tak hanya fokus membuat obat baru, tetapi juga mencari solusi dari obat yang telah ada.
Penggunaan lima kombinasi itu, kata Nasih, terjamin keamanannya. Obat-obat tersebut sudah ada di pasaran dan telah lulus uji klinis.
Selain itu, obat-obat tersebut juga telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga aman dikonsumsi.
Lantas, obat apakah itu?
Baca Juga: Penting! WHO Langsung Beri Peringatan Keras Soal Virus Corona, Salah Satunya Soal Vaksin Covid-19
Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr Nafrialdi, PhD, SpPD.
Nafrialdi mengatakan, seharusnya untuk penemuan seperti ini dilandasi oleh publikasi dari jurnal ilmiah terlebih dahulu.
"Mestinya ada publikasi di jurnal ilmiah dulu, biar diperiksa metodenya, hasil penelitiannya, dan penarikan kesimpulannya. Baru publikasi umum," kata Nafrialdi menanggapi klaim tersebut dihubungi Kompas.com Minggu (14/6/2020).
"Namun saya belum tahu apakah sudah dipublikasi atau belum," imbuhnya.
Dokter Nafrialdi membenarkan, obat yang disebutkan oleh Unair tersebut merupakan obat yang ada di pasaran.
Kritik dari ahli biologi molekuler
Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo memaparkan beberapa hal yang membuat penelitian obat Covid-19 Unair dinilai tidak lazim oleh dirinya dan ilmuwan lain.
Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya, ketidaklaziman itu terkait obat dan data hasil pengujian yang dinilai tidak lengkap atau mungkin tidak dipaparkan sepenuhnya.
Selain itu, Ahmad juga menilai pemaparan di evaluasi hasil hanya dijelaskan dengan kalimat yang sangat sederhana.
Ahmad mengatakan, evaluasi suatu penelitian semestinya dipaparkan serinci mungkin, terlebih jika sudah ditayangkan untuk umum.
Misalnya, tiap kelompok sembuh di hari keempat, kelima, atau keenam.
Kemudian juga tidak dirinci kembali gejala klinis yang dialami pasien seperti apa.
Artinya, penelitian sebaiknya ditulis sangat spesifik dan khasiat apa yang dirasakan pasien.
"Ketika penelitian enggak serinci itu, apa bedanya dengan temuan obat Hadi Pranoto," tegas Ahmad.
Pada bagian hasil PCR juga disebut Ahmad tidak lazim. Ini karena data tersebut menggunakan Chi Square, di mana dikatakan Ahmad itu angka statistik yang tidak digunakan secara umum.
"Umumnya, studi fase III di awal metode (peneliti) akan mengatakan, kami menggunakan metode statistik A untuk menghitung perbedaan antara tanpa terapi dan dengan terapi. Nah, ini tidak disebutkan. Mereka (tim Unair), ujug-ujug menyebutkan Chi Square," katanya.
Saran
"Jadi saran saya, harusnya tim Unair mengkaji datanya sebelum dipublikasi ke publik. Dan publik kan isinya enggak cuma orang awam, ada juga ilmuwan. Dan ilmuwan Indonesia juga banyak yang mendapat training uji klinis," kata Ahmad.
"Tolong tim Unair dalam pemaparan datanya diperbaiki, jangan seperti inilah. Karena semalam juga banyak ilmuwan termasuk ilmuwan statistik yang mau komentar bingung," imbuhnya.
Ahmad mengharapkan, ketika pemerintah akan mengumumkan hal semacam ini harus dilandasi oleh data yang sangat kuat.
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Obat Covid-19 Unair, Pakar Nilai Ada Beberapa Hal Tak Lazim, Kok Bisa?"
dan "Pengembangan Obat Covid-19 Unair Dinilai Tak Lazim, Ini Masukan Pakar")
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | kompas |
Penulis | : | Riska Yulyana Damayanti |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR