Nakita.id - Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli.
Pasar tempat tukar menukar barang, juga barang dengan uang.
Karenanya di pasar kita akan menemukan banyak transaksi menggunakan uang atau uang elektronik.
BACA JUGA: Sering Dilakukan, Beberapa Kebiasaan Buruk Ini Bisa Picu Sakit Mental
Tapi hal itu tidak ditemukan di salah satu pasar Temanggung, di mana pasar unik ini tidak menerima transaksi dengan uang, tapi koin bambu.
Loh? seperti apa ya Moms kitra-kira pasar ini.
Pasar Papringan sendiri adalah sebuah pasar yang didirikan di antara pohon-pohon bambu, dalam bahasa jawa papringan berarti tempat yang rimbun dengan bambu.
Pasar Papringan ini terletak di Temanggung Jawa tengah, tepatnya ada di Dusun Banaran Kelingan, Desa Caroban, Kecamatan Kandangan.
Menurut warga setempat, pasar ini hanya buka setiap hari minggu wage, atau hanya 35 hari sekali.
Menurut pantauanTribun Jateng, pagi itu ratusan orang memadati pasar yang luasnya sekitar 300 meter persegi.
Tidak ada terpal atau atap permanen dan los-los layaknya pasar pada umumnya.
Meski demikian, rerimbunan bambu membuat suasana pasar itu sejuk.
Pasar itu menyediakan berbagai makanan tradisional, minuman, dan produk-produk kerajinan dari bambu.
BACA JUGA: Tak Jadi Romantis, Begini Lucunya Berbagai Meme Film 'Dilan 1990'
Makanan-makanan yang dijual pun punya nama unik, dan beberapa di antaranya sudah jarang ditemui di pasar lain.
Misalnya makanan yang disebut penjualnya samiler (kerupuk singkong), manggleng (olahan singkong), glanggem, rondo royal, sega megono, kacamata (olahan singkong dan parutan kelapa), ketan lupis, dan lainnya.
Sementara minuman yang dijual mulai kelapa muda, adon-adon coro, jamu dan lainnya.
Sedangkan produk kerajinan yang bisa dibeli di pasar itu, di antaranya topi dari bambu yang bentuknya mirip 'ekrak' namun ukuran kecil, radio dilapisi bahan kayu, dan bahkan ada sepeda yang sebagian rangka bodinya terbuat dari bahan bambu.
Penjual makanan, Komariah (50) mengungkapkan, ada sejumlah aturan bagi pedagang yang berjualan di Pasar Papringan.
Misalnya adanya larangan pemakaian plastik dan sebagai penggantinya memakai besek.
Pedagang juga dilarang memakai penyedap rasa atau Msg (monosodium glutamate).
“Pedagang diwajibkan memakai bahan-bahan yang ramah lingkungan dan sehat," kata Komariah seraya menggoreng makanan memakai tungku berbahan bakar arang.
Uniknya, pembeli dan penjual juga tidak bisa memakai uang rupiah sebagai alat pembayaran.
Baik pembeli maupun penjual harus menukarkan uang rupiah itu dengan alat pembayaran yang oleh warga desa setempat disebut "koin pring".
Bentuknya memang mirip koin, namun terbuat dari bambu. Ada yang berbentuk bulat dan ada yang berbentuk kotak.
BACA JUGA: Wow, 7 Selebriti Pria Korea Ini Miliki Wajah Sempurna Secara Matematis
Nilai yang tertera pada koin pring itu ada empat, yaitu "1", "5", "10", dan "50". Nilai "1" itu sama dengan Rp 1.000, nilai "5" sama dengan Rp 5.000, nilai "10" sama dengan Rp 10.000, dan nilai "50" sama dengan Rp 50.000.
Pembeli yang akan belanja harus menukarkan uang rupiah di petugas pasar yang ada di sejumlah titik tersebar di area pasar.
"Tidak repot, teman-teman pedagang malah senang memakai koin pring. Jadi setiap selesai berdagang, kami kembali menukarkan koin pring dengan rupiah kepada petugas pasar," kata Komariah.
Di pasar tersebut, karena dilarang memakai plastik banyak juga makanan yang dijajakan menggunakan batok kelapa.
Terdengar begitu asri dan unik ya Moms pasar di Temanggung tersebut.
"Artikel ini pernah tayang di Tribunnews.com dengan judul 'Uniknya Pasar Papringan Temanggung, Tidak Ada Plastik, Makanan Tanpa Msg, Bayar Pakai Koin Bambu'/A Prianggoro"
Source | : | tribunnews |
Penulis | : | Fita Nofiana |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR