Nakita.id - Disadari atau tidak, anak usia ini sudah pandai mengobral kekerasan verbal alias melakukan sumpah serapah.
Coba saja tolak keinginannya, serta merta ia akan melontarkan sumpah serapah, "Mama jahat!", atau "Papa pelit! Enggak sayang sama aku!" Memang sih tidak semua anak prasekolah menunjukkan perilaku ini.
BACA JUGA: Proses Kuret Ternyata Dilakukan Seperti Ini, Tidak Banyak yang Tahu
Seperti diungkapkan Mira D. Amir, Psi., kekerasan verbal dilakukan anak sebagai gertak sambal agar keinginannya dipenuhi tanpa bisa ditunda apalagi ditolak.
Dalam hal ini anak cenderung memunculkan sikap egoisnya tanpa melihat situasi dan kondisi.
Jadi, dengan kekerasan verbal berupa ancaman anak berusaha menarik perhatian orang tua agar permintaannya selalu dikabulkan.
Menurut psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI) ini, kekerasan verbal antara lain muncul akibat penerapan disiplin yang salah dari orang tua.
BACA JUGA: Demi Pendidikan, Anak Penderita Kanker Ini Rela Ujian di Rumah Sakit
Khususnya ketika anak menginjak usia batita, ketidakmampuan orang tua menegakkan aturan menjadikan anak memiliki disiplin yang lemah.
Anak jadi tidak mengerti mengenai apa saja yang boleh dilakukan dan apa yang tidak.
Kemungkinan lain, orang tua tidak konsisten dalam menerapkan aturan. Sering terjadi, perbuatan tertentu yang dilarang beberapa hari sebelumnya, hari ini ternyata boleh.
Akibatnya, anak senantiasa berada dalam kondisi bingung yang membuatnya terpaksa selalu menebak-nebak.
BACA JUGA: Jerawat Bisa Dicegah Kehadirannya, dan Bisa di Usir Jika Membandel
Selain itu, anak usia prasekolah adalah peniru ulung.
Dengan cepat dia akan meniru semua hal yang ada di lingkungan terdekatnya, baik itu ucapan ataupun sikap kasar.
Siapa saja bisa dijadikan sosok peniruannya, entah teman, saudara, tetangga atau bahkan orang tuanya sendiri.
Jangan heran kalau si prasekolah gemar berkata, "Mama enggak sayang aku lagi!" bila ibunya merajuk pada sang suami dengan berkata, "Papa enggak cinta lagi sama Mama."
Ancaman verbal juga dapat tercetus dari mulut anak bila orang tua kerap melontarkan hal serupa.
Contohnya, "Kalau kamu enggak mau makan, ya udah Mama pergi aja deh!" Secara tidak langsung anak akan menyimpan dalam-dalam semua sikap orang tua itu dalam memorinya.
BACA JUGA: Demi Pendidikan, Anak Penderita Kanker Ini Rela Ujian di Rumah Sakit
Sangat mungkin jika suatu saat anak balik mengancam orang tua dengan kata-kata yang punya kemiripan.
Ingat juga, jadilah teladan yang baik buat anak. Contohnya sederhana saja, semisal selagi di rumah, apalagi di depan anak, jangan sampai mengeluarkan kata-kata kasar.
Memang bukan hal mudah. Atau, ketika amarah terasa mulai meledak, orang tua bisa mengunci pintu kamar rapat-rapat.
Kendati langkah-langkah ini juga tidak menjamin anak tidak bakal tahu pertengkaran orang tuanya.
Namun setidaknya hal-hal negatif akibat luapan kemarahan orang tua tidak sampai dilihat dan didengar si kecil.
Kekerasan verbal juga bisa didapat anak dari sumber media audio-visual seperti radio dan televisi.
Apalagi, ungkap Mira, saat ini banyak sinetron yang muatannya sama sekali tidak mendidik.
BACA JUGA:Tak Hanya di India, Aktris Bollywood Ini Sukses Berkarir di Hollywood
Banyak ucapan kasar yang keluar dari mulut para pemain, padahal, media televisi cukup ampuh mengubah perilaku anak karena ia akan dengan begitu mudah meniru dan menyerap semua sikap dan ucapan yang dilihatnya.
Agar dampak buruk televisi bisa diminimalkan, orang tua bisa melakukan seleksi terhadap acara yang ditonton si kecil.
Pilihlah acara yang memang sesuai usia dan sarat akan manfaat dan pengetahuan.
Penyebab lain, anak tengah berada dalam kondisi letih. Kondisi tidak menyenangkan tersebut biasanya dilampiaskan anak dengan aneka sikap negatif, seperti rewel, tantrum, atau meminta sesuatu yang tidak pada tempatnya, dan mengancam lewat kata-kata kasar.
Sedangkan untuk kasus anak yang melakukan kekerasan verbal karena capek, ngantuk atau lapar, orang tua mesti bersikap bijak.
Bersikaplah jeli untuk mengamati bahwa rengekan tersebut bukan berarti anak ingin permintaannya dipenuhi, melainkan hanya kompensasi dari rasa capeknya saja.
Jadi, hal yang perlu dilakukan orang tua adalah dengan mencari tahu, apakah benar si anak lapar atau mengantuk.
Untuk mengatasi perilaku kurang terpuji ini, orang tua sebaiknya melakukan evaluasi.
Khususnya menyangkut disiplin yang telah diterapkan pada si kecil.
Orang tua mesti memiliki rambu-rambu baku, mana hal yang boleh dan tidak. Contohnya, anak tidak boleh makan es krim sebelum makan.
Usahakan semua aturan ini berlaku secara konsisten. Jangan sampai terbuka kesempatan bagi anak untuk melanggar aturan.
Jelaskan aturan yang sama kepada semua penghuni rumah, dari supir, pengasuh, pembantu dan anggota keluarga lainnya.
BACA JUGA: Tak Hanya di India, Aktris Bollywood Ini Sukses Berkarir di Hollywood
Dengan demikian diharapkan seisi rumah bisa seia sekata dalam menegakkan aturan yang berlaku.
Bila kedapatan melanggar, orang tua jangan segan-segan memberikan sanksi. Atau sebaliknya, memberikan hadiah jika anak mematuhi aturan yang ada.
Sampaikan pula pada anak untuk belajar menunda keinginan. Soalnya, karena berbagai sebab, tidak tertutup kemungkinan kemauan dan permintaan anak harus ditunda atau bahkan ditolak.
Dengan demikian anak bisa memahami bahwa ada permintaannya yang bisa dikabulkan saat itu juga, tapi ada pula yang harus ditunda bahkan ditolak.
Source | : | Tabloid Nakita |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR