Masih dalam batas kewajaran, si batita biasanya senang berulang kali menonton film heronya atau berulang-ulang memakai baju bergambar si tokoh hero tanpa mau diganti.
"Pada usia ini, kesenangan anak pada sesuatu masih terbatas. Jadi apa pun yang disuka akan dimintanya berulang-ulang setiap hari. Memang terkesan agak berlebihan kalau dilihat dari sudut pandang orang dewasa, tapi selama tak membahayakan dirinya masih tetap wajar, kok," ujar psikolog dari Empaty Development Center, Jakarta ini.
TAK HANYA YANG BERTOPENG
Penting orangtua ketahui, tokoh hero yang dikagumi batita tak sebatas tokoh yang jago berkelahi dan bertopeng saja.
Mereka bisa saja mengidolakan tokoh hewan yang digambarkan sebagai jagoan seperti Simba, Nemo, atau Willy si paus. Dapat juga tokoh yang digambarkan sebagai orang yang penyayang, baik hati, atau cerdik. Sebutlah Adit dalam film Sopo Jarwo. Karakter tokoh ini malah diceritakan sebagai anak yang antikekerasan, cerdik, baik hati, serta jujur.
Menurut Diana, pengidolaan bisa muncul kapan saja pada setiap anak, saat ia memiliki kesan mendalam pada figur tertentu.
"Orang-orang terdekat bisa juga menjadi tokoh hero bagi anak. Selain orang tua, bisa juga guru di kelompok bermainnya, kakek, atau lainnya. Anak mengagumi guru mungkin karena ia kerap diperlakukan dengan baik. Sedangkan ia terkesan pada sang kakek, mungkin karena sering mendengar cerita tentang kepahlawanannya sehingga memberi kebanggaan secara turun-temurun dalam keluarga tersebut."
BACA JUGA: Jangan Memotret Menara Eiffel di Malam Hari, Ternyata Ini Sebabnya
Uniknya, kata Diana, pemilihan anak pada seorang tokoh idola tak kenal jender. Dalam artian, anak perempuan bisa saja gandrung pada Superman sementara anak laki-laki kagum pada kelincahan epic.
Hal tersebut sah-sah saja. Justru Diana mengimbau orang tua agar jangan bias jender karena baik anak perempuan dan laki-laki harus memiliki kesetaraan.
Pemujaan pada seorang tokoh hero pun tak bisa dikatakan dapat menggambarkan kepribadian anak. Jadi bukan berarti anak yang energik dan aktif pasti suka tokoh yang macho, misalnya. Bisa saja, ia menyukai figur yang lembut sifatnya. "Pemilihan anak pada suatu tokoh hero lebih pada penggambaran norma atau nilai yang dianut dalam lingkungan keluarganya. Jadi bukan pada masalah kepribadiannya," ujar Diana.
HAL YANG MESTI DIWASPADAI
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR