Jadi, saran Diana, hindari meremehkan tokoh hero Si Kecil, apalagi dengan kata-kata celaan, seperti, "Apa sih bagusnya Spiderman?" karena hal ini dapat mematikan kreativitas dan inisiatifnya.
Si Kecil pun akan merasa kurang kompeten dalam memilih sesuatu yang disukainya atau tokoh yang diidolakannya. Kelak, rasa penghargaan terhadap dirinya tidak terbentuk optimal.
Lagi pula jika Si Kecil memiliki tokoh hero, orang tua dapat memetik beberapa Kanfaat, yakni:
* Sebagai Media Penanaman Nilai. Adanya pengidolaan anak pada tokoh hero dapat mempermudah orang tua dalam memasukkan berbagai nilai-nilai kehidupan. "Spiderman itu sayang sama anak baik yang mau meminjamkan temannya mainan," begitu misalnya.
* Panutan. Umpamanya, saat anak sulit makan, kita dapat mengatakan, "Popeye jadi kuat kan kalau makan bayam. Adek kalau makan bayam juga bisa jadi jagoan."
BACA JUGA: Miliki 9 Kepribadian, Perempuan Ini Jadi Pasien Kepribadian Ganda Pertama di Indonesia
* Menumbuhkan imajinasi. Bila orang tua dapat mengolah rasa suka anak pada tokoh tertentu menjadi suatu permainan yang imajinatif dan menyenangkan, maka imajinasi anak pun bisa berkembang dengan baik. Umpamanya, "Kita buat topeng kertas biar kayak Batman yuk!"
Menurut Diana, dengan bertambahnya usia si kecil, tokoh hero ini bisa berganti. Namun bisa juga tidak. Tergantung seberapa sering tokoh hero tersebut terekspos dan bagaimana pola pikir anak nanti.
Jika pengidolaannya pada tokoh hero tersebut difasilitasi misalnya orang tua selalu membelikan pernak-pernik yang berkaitan dengan tokoh itu termasuk buku dan filmnya maka kesukaan anak pada idolanya bisa bertahan lama.
Sebaliknya, bila ekspos tokoh tersebut dan dukungan orang tua kurang, ditambah pola pikir anak sudah lebih meningkat, kesukaannya akan tokoh hero itu hanya sesaat. Toh, berlanjut atau tidak kesenangan si kecil pada tokoh tertentu, hal ini normal saja.
TOKOH HERO "IMPOR" LEBIH LAKU
Anak zaman now cenderung lebih memilih tokoh hero "impor", seperti Spiderman, Superman, Batman atau lainnya ketimbang tokoh hero made in Indonesia sebutlah Gatot Kaca, Si Kancil, Diponegoro, Jendral Sudirman dan lainnya.
Mengapa? Karena umumnya tokoh hero lokal jarang sekali terekspos media, baik media elektronik maupun cetak. Meskipun ada, jumlah dan frekuensinya jauh lebih sedikit.
Buku-buku cerita kepahlawanan tokoh lokal pun dikemas kurang menarik.
Kalaupun orang tua menceritakan kehebatan si tokoh, si kecil akan sulit membayangkan sosok atau karakternya, karena dianggap terlalu abstrak.
BACA JUGA: Moms, Begini Cara Mengenali Perkembangan Janin yang Tak Normal
Jadi tak heran, jarang batita yang mengidolakan tokoh hero lokal. Kecuali jika memang si tokoh punya kaitan langsung dalam keluarga, kakek, umpamanya. Mau tak mau anak akan selalu mendengar cerita kepahlawanannya dan bisa secara langsung melihat wajah si kakek dari foto.
Sebaliknya, lanjut Diana, tokoh hero impor banyak terekspos melalui berbagai media, dari film hingga buku. Jika anak bisa melihatnya dengan lebih detail; bagaimana wajah, karakter, dan gerak-geriknya, maka tokoh hero tersebut akan lebih merasuk dalam dirinya.
Bagaimana Moms, sudah lebih paham kan bagaimana mendampingi Si Batita, yang umumnya sudah memiliki tokoh hero dalam hidupnya.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR